Ilustrasi dapur umum, tempat warga terdampak bencana banjir sahur dan ifthar selama Ramadhan. | Moch Asim/ANTARA FOTO

Cahaya Ramadhan

Shaum dan Ifthar Ramadhan di Tengah Banjir

Warga mengandalkan dapur untuk sahur dan ifthar yang menjadi sunah Ramadhan.

 

 

Di tengah pandemi korona, sebagian warga Kecamatan Banyubiru dan Tuntang Semarang tak dapat menghindari banjir yang menggenangi wilayahnya. Rumah mereka terendam. Sebagian harus mengosongkan tempat tinggal dan mengungsi ke kediaman penduduk lainnya atau pun menempati pos pengungsian.

Namun di tengah kemalangan itu, mereka tetap menjalankan shaum Ramadhan. Mereka tak meninggalkan kewajiban menahan diri dari lapar, dahaga, dan pembatal puasa, yang hanya 30 hari sepanjang tahun.

Sejak banjir bandang menerjang pemukiman mereka, akibat jebolnya sejumlah tanggul sungai yang bermuara ke Rawapening, Jumat (24/4) dini hari, aktivitas sebagian warga lumpuh. Warga hanya bertahan dan tidak bisa melaksanakan aktivitasnya kembali, termasuk guna memenuhi kebutuhan untuk berbuka puasa dan untuk makan sahur. "Maka untuk kebutuhan tersebut, disuplai dari dapur umum," ungkap Wakil Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, Senin (27/4).

Saat ini, jelasnya, dapur umum bagi ratusan kepala keluarga (KK) warga terdampak banjir, seperti warga Desa Ngrapah, Rowoboni, Banyubiru dan Desa Candirejo di Kecamatan Banyubiru serta Desa Rowosari dan Desa Sraten di Kecamatan Tuntang telah didirikan.

Dapur umum tersebut berada di masjid Jami Desa Candirejo, Kecamatan Tuntang. Setiap hari, para relawan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) dan Banteng Muda Indonesia (BMI) menyiapkan makanan untuk berbuka puasa dan makan sahur untuk warga.

"Dari dapur umum yang ada di masjid Jami, Desa Candirejo, makanan yang telah siap saji didistribusiken kepada warga tetdampak banjir agar mereka tidak kesulitan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini," tegas Ngesti.

Sementara itu Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Kabupaten Semarang, Heru Subroto menambahkan, hingga Senin siang, banjir masih menggenang di sejumlah dusun. Adapun wilayah trrdampak paling parah ada di Dusun Rowoganjar, Desa Rowoboni.

"Total ada sekitar 650 jiwa warga Dusun Rowoganjar, yang terdampak banjir akibat meluapnya sejumlah sungai yang bermuara di danau Rawapening tersebut," jelas Heru Subroto yang dikonfirmasi terpisah.

Kendati begitu, seluruh kebutuhan warga, terutama yang tengah melaksanakan ibadah puasa, cukup aman dan bisa terpenuhi dari dapur umum yang didirikan bersama dengan elemen relawan penanganan bencana.

Selain menggenangi kawasan permukiman warga dua dusun, akses jalan penghubung Ambarawa--Banyubiru juga  tergenang banjir. Sementara sekitar 213 jiwa warga Sraten juga terdampak akibat banjir mencapai ketinggian lebih dari 1 meter.

"Alhamdulillah, untuk banjir di wilayah Sraten saat ini sudah mulai surut, kendati warga belum dapat beraktivitas normal di rumahnya. Karena ada bebenrapa titik yang genangannya masih setinggi lutut orang dewasa," tambah Heru.

Wakil bupati menambahkan, guna penanganan darurat, terutama perbaikan tanggul yang jebol, Pemkab Semarang sudah berkordinasi dengan pemangku kewenangan, dalam hal ini Balai Besat Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwan untuk melaksanakan normalisasi.

Ia menjelaskan, BBWS Pemali Juwana sudah mengonfirmasi untuk segera  melakukan normalisasi sungai yang bermuara ke Rawapening. Langkah ini harus segera dilakukan jika hujan kembali turun, airnya tidak melimpas ke kawasan pemukiman warga.

Selain perbaikan, normalisasi juga akan dilakukan dengan mengeruk sedimentasi sejumlah sungai yang bermuara di danau Rawapening tersebut. "Sehingga fungsi sungai dalam menampung debit air bisa lebih optimal," tandasnya.

 

Asah kepekaan sosial

Puasa Ramadhan adalah ibadah ruhiah yang memiliki hikmah dan manfaat untuk melatih pengendalian diri serta emosi. Puasa yang dilaksanakan umat Islam ini juga merupakan latihan untuk mengasah kepekaan sosial.  

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, puasa dalam bahasa Arab adalah shaum atau shiyam, yang secara bahasa artinya imsak atau menahan. Secara syar’i puasa adalah aktivitas menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.

Menurut dia, puasa Ramadhan sebagai salah satu rukun Islam berbeda dengan rukun Islam lainnya. Empat rukun Islam yang lain aktivitasnya adalah dengan melakukan syahadat, shalat, zakat, dan haji.   

"Sementara puasa Ramadhan sebagai rukun Islam itu aktivitasnya adalah dengan tidak melakukan atau menahan diri atau bersifat pasif. Tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan aktivitas yang membatalkan puasa untuk waktu yang ditentukan," kata Kiai Asrorun kepada Republika, Senin (27/4).    

photo
Asrorun Niam Sholeh - (Republika/ Wihdan Hidayat)
 

Kelihatannya aktivitas puasa lebih mudah dilakukan karena perintahnya adalah tidak melakukan hal yang terlarang. Namun, dalam praktiknya lebih sulit karena ada hawa nafsu dalam diri manusia. 

ASRORUN NIAM SHOLEH, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 

 

  

Adapun yang ditempa dalam ibadah puasa adalah aspek ruhani dan kejiwaan. Seperti latihan mengasah spiritualitas, keikhlasan, emosi, dan hawa nafsu. Puasa juga mengasah kesabaran manusia terhadap sesuatu yang pada hakikatnya halal bagi Muslim, tapi tidak boleh melakukannya untuk jangka waktu tertentu.  

Makan dan minum misalnya, pada hakikatnya halal dan boleh bagi kita. Namun, karena ujian ketaatan maka kita diuji untuk tidak makan dan minum.   

"Itu merupakan manifestasi dari ujian kesabaran," ujar dia.   

Ia menjelaskan, puasa juga bermanfaat untuk mengasah kepekaan sosial atau solidaritas sosial dengan pendekatan partisipatoris atau pendekatan keterlibatan. Saat berpuasa seorang Muslim merasakan kondisi lapar, tapi memilih menahan lapar. Meski memiliki sesuatu untuk dimakan guna memenuhi kebutuhan dan mengatasi rasa lapar itu.  

"Dengan pengalaman itu, kita bisa introspeksi dan merasakan betapa susah saudara kita yang merasakan lapar sementara tidak tersedia bahan pangan untuk ia konsumsi," kata dia.  

Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta Dr Muchlis M Hanafi menyampaikan bahwa pada Ramadan diturunkan Alquran. Sedangkan Alquran adalah akhlak Rasulullah SAW. Kalau melihat ini, ada keterkaitan yang sangat erat antara puasa Ramadhan dengan sikap solidaritas.    

Ia menerangkan, ada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan hadis ini juga ada dalam Sahih Bukhari. Dalam hadis itu dikatakan, Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling dermawan dan kedermawanannya lebih meningkat pada Ramadhan, yaitu saat Malaikat Jibril menjumpainya pada Ramadhan setiap malam.  

"Apa yang dilakukan Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad, Malaikat Jibril mengajarkan bacaan Alquran, kemudian mendengar lagi Nabi membacakan Alquran," kata Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama ini.

photo
Muchlis Hanafi - (republika)

Ketika setiap malam Rasulullah bertemu Malaikat Jibril, Rasulullah menjadi sangat dermawan melebihi angin yang bertiup sangat kencang. Artinya, bila Ramadhan ini diisi dengan Alquran, kemudian Alquran menyinari kalbu seorang Muslim, pasti Muslim itu akan terdorong untuk berbagi, seperti yang terjadi pada Rasulullah di bulan Ramadhan menjadi sangat dermawan.

 
Bila Ramadhan ini diisi dengan Alquran, kemudian Alquran menyinari kalbu seorang Muslim, pasti Muslim itu akan terdorong untuk berbagi, seperti yang terjadi pada Rasulullah di bulan Ramadhan menjadi sangat dermawan.
Dr MUCHLIS M HANAFI, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran
 

"Itu adalah kaitan yang erat antara Ramadhan, Alquran, dan kedermawanan," ujar doktor dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu Alquran dari Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir ini.  

Puasa, kata dia, juga melatih diri untuk berempati, karena saat berpuasa bisa membayangkan orang yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya untuk makan dan minum. "Karena itu dengan melatih diri dan dengan berpuasa diharapkan orang bisa memiliki empati kepada mereka yang tidak punya, dan terlebih dalam situasi (pandemi Covid-19) seperti ini." 

 

Kemenangan

photo
Penjual makanan untuk berbuka puasa (takjil) melayani pembeli di kawasan Mendawai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (25/4/2020). Saat memasuki bulan puasa di wilayah setempat bermunculan penjual takjil salah satunya pasar wadai yang menawarkan berbagai macam kue khas Ramadhan di Palangkaraya - (Makna Zaezar/ANTARA FOTO)

Dosen Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia, Nurul Ikhsan Saleh menilai, semua tentu ingin meraih kemenangan. Tapi, kemenangan akan diraih ketika ibadah yang dijalankan diterima Allah SWT.

Ia menuturkan, selama berpuasa kita tidak cuma diminta menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Sebab, kita diminta pula menghindari perilaku-perilaku dan perbuatan-perbuatan yang dapat mengurangi pahala berpuasa.

"Berpuasa bukan hanya bersifat lahiriyah seperti menahan lapar dan haus, tapi juga harus bersifat batiniyah seperti menahan diri dari perbuatan tercela," kata Nurul dalam Kajian Ramadhan yang digelar PAI FIAI UII, Senin (27/4).

Kajian sendiri digelar secara daring dan dilaksanakan rutin setiap Senin dan Kamis selama Ramadhan. Kali ini, kajian membahas kiat-kiat meningkatkan iman dan taqwa dalam menjalankan ibadah puasa di tengah wabah pandemi Covid-19.

Kunci sukses selama berpuasa di bulan suci Ramadhan yang mana dimulai dari semangat dalam melaksanakan ibadah. Lalu, Nurul mengingatkan, Ramadhan selama pandemi Covid-19 merupakan saat yang tepat tolong menolong.

"Di tengah-tengah pandemi Covid-19 banyak di sekeliling kita yang membutuhkan bantuan, dengan memberikan sebagian dari harta kita dapat membantu meringankan beban mereka," ujar Nurul.

Kemudian, lakukan isolasi diri, dan diisi dengan perbanyak ibadah di rumah. Sebab, kata Nurul, sebagai umat beragama pandemi Covid-19 justru menjadi peluang mendulang berbagai amal utama dan kebaikan terhadap sesama manusia.

Setelah itu, kita dapat bertawakal kepada Allah SWT dan memperbanyak bertaubat. Ia menyarankan, kita sebagai manusia hendaknya mengetahui dan meyakini secara pasti tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah SWT.

"Yakini tiap yang ada baik mahluk atau rezeki, pemberian atau larangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala yang disebut sebagai sesuatu yang ada semuanya itu dari Allah," kata Nurul.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mutiara Ramadhan

Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896

HIKMAH RAMADHAN

Image

Memahami Makna Ramadhan

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Oleh

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.