Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih | Republika

Uswah

Meneliti Vaksin untuk Indonesia

Tak boleh sedikit pun manusia berputus asa atau menyerah pada keadaan.

Oleh Ni Nyoman Tri Puspaningsih

 

Bagi Ni Nyoman Tri Puspaningsih (57 tahun), menjadi seorang peneliti adalah panggilan hati. Tidak heran jika sebelum wabah Corona Virusdisease (Covid) 19 masuk ke Indonesia, dia sudah bergegas mengajukan proyek penelitian untuk mengembangkan vaksin virus mematikan ini. 

Sejak 2 Februari lalu, peneliti senior dari Universitas Airlangga ini mulai berkontak dengan peneliti di Cina yang mulai mengembangkan vaksin. Nyoman yang bergerak di bidang molekul hayati seolah berjodoh dengan pengembangan vaksin tersebut. Penelitian vaksin virus korona baru memang berada di paling hilir yang menargetkan unsur protein.

Bak gayung bersambut, inisiatif Nyoman berbuah manis. Dukungan sejumlah peneliti internasional datang kepadanya. Hanya saja, Nyoman diwanti-wanti mengenai keterbukaan data antarpeneliti yang harus dapat dipastikan transparan. “Saya insiatif ajukan penelitian vaksin ini sebelum ada satu pun positif Covid-19 di Indonesia kala itu,” kata Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair Surabaya saat dihubungi Republika, Selasa (21/4).

Nyoman mengakui kerap menemukan sejumlah kendala dalam mengembangkan vaksin untuk virus mematikan itu. Dia mencontohkan, belum tersedianya whole genom—rangkaian dari DNA atau RNA untuk memperoleh informasi mengenai cara membangun, menjaga, bahkan melemahkan kelangsungan hidup organisme tersebut—bagi pasien Covid-19 di Indonesia.

 

 

Kalau kita dapat itu, kan kita dapat asli vaksinnya memang untuk orang Indonesia

 

Ni Nyoman Tri Puspaningsih
 

Menurut dia, ketidaktersediaan whole genom  akan sulit melengkapi pengembangan vaksin. Pengembangan vaksin Covid-19 yang ia lakukan sebetulnya dalam proses menunggu whole genom dari virus yang menginfeksi pasien Indonesia. “Kalau kita dapat itu, kan kita dapat asli vaksinnya memang untuk orang Indonesia,” ujar dia.

Nyoman mengungkap, belum ada ketersediaan whole genom  khusus pasien Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan data yang ia akses, ukuran genom virus Indonesia masih terbilang pendek, yakni hanya 30 ribu pasang basal. Meski demikian, Nyoman tidak pasrah menunggu kedatangan hanya berdiam diri saja. Sambil menunggu ketersediaannya, dia bersama tim memutuskan untuk mendesain dari whole genom -nya virus yang menginfeksi orang-orang Asia.

Usai melakukan pengecekan, dia menyimpulkan tidak ada perbedaan berarti antara pasien Asia dengan Indonesia. Mereka pun memutuskan untuk menggunakan whole genom dengan ukuran Asia. “Kita desain data dari Asia. Artinya itu kan desaining dulu, kita pesan, dan masih berproses,” ungkap dia.

Dia membandingkan, pengembangan vaksin Covid-19 yang dilakukan Cina serta Amerika membutuhkan waktu sekitar 14 bulan sebelum akhirnya masuk ke dalam tahapan uji klinik. Untuk itu, pengembangan vaksin yang sedang dilakukan baru dalam tahap menuju 10 persen. 

Meski begitu, Nyoman  optimistis setiap kendala pasti memiliki solusi yang dapat diterapkan. Apalagi dia sadar betul ikhtiarnya harus berkejaran dengan waktu. “Harus detail karena ini adalah penelitian bentuknya. Tapi kami tetap semangat,” ujar dia.

 

Semangat Iqra

Seorang peneliti dituntut untuk selalu peka dengan keadaan. Ketika  Covid-19 merebak menjadi wabah dunia,  Nyoman segera mencari tentang molekul-molekul di sistem hidup manusia. “Maka sebagai ketua riset, saya berpikir bahwa proteinnya harus dicari. Maka, reseptornya apa, spike-nya apa yang menempel di virus itu, dan lain sebagainya,” ungkap Nyoman.

Nyoman kemudian bergegas mencari informasi dari Universitas Shanghai. Mereka ternyata sudah mendapatkan struktur enzim protiase (enzim yang paling utama). Bersyukurnya, di tengah kengerian virus Covid-19 yang terus memakan korban jiwa, virus itu tidak masuk di inti sel berbeda yang dengan virus human immunodeficiency virus (HIV).

Virus HIV dikenal dapat menginfeksi dua enzim utama dalam tubuh sehingga sistem imunitas dapat mengalami kemunduran (reverse). Virus menyerang dan menjadi bagian kromosom yang terus terintegrasi dan menyatu dengan inang.“HIV ini memakan (menghidrolisis) sistem imun, sehingga belum bisa disembuhkan. Nah, kalau Covid-19 kan kita tahu, pasiennya bisa sembuh total,” kata dia.

Sambil berpacu dengan waktu, Nyoman bertekad untuk mempelajari dan mendalami pengembangan vaksin Covid-19. Dia percaya sebagaimana ajaran Islam, pesan iqra yang diwahyukan Allah SWT merupakan pesan besar yang harus diterapkan.

Iqra dimaknai dengan membaca, meneliti alam semesta, lingkungan, serta kejadian-kejadian yang ada. Menurut Nyoman, itu dianggap bagian tugas manusia di dunia. Dia menyebut bahwa banyak hal yang masih perlu manusia pelajari. Untuk itu, dia berpesan, tak boleh sedikit pun manusia berputus asa atau menyerah pada keadaan.

 

Profil

Nama lengkap: Ni Nyoman Tri Pusapaningsih

Tempat, tanggal, lahir: Pangkalpinang, 15 Juni 1963

Riwayat pendidikan: Lulus doktor (2004) dari Institut Pertanian Bogor (IPB), post doctoral fellow di University of Groningen (2006-2007).

Riwayat aktivitas: Co-Chair bidang riset pada Western Australia East Java University Consortium (WAEJUC) 2017-sekarang, Steering Commitee Asian Community of Glycoscience and Glycotechnology (ACGG) (2019-sekarang), Kepala Laboratorium Proteomik Lembaga Penyakit Tropis Unair (2012-2019), Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair (2019-sekarang).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat