Petugas kebersihan melintas di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (31/3/2020). | ANTARA FOTO

Opini

Memperkuat Imunitas Ekonomi

Pembatasan kegiatan ekonomi sepatutnya dilakukan dengan efektif dan efisien dengan tidak berlebihan.

Oleh: Sintong Arfiyansyah, Pegawai Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Dunia perekonomian saat ini menghadapi tantangan baru, dan mungkin terbesar pada era modern. Berbeda dengan gejolak ekonomi sebelumnya yang disebabkan intrik dan kebijakan raksasa ekonomi dunia, kali ini semua negara bersatu menghadapi situasi ini.

Kondisi ini disebabkan oleh wabah Covid-19. Wabah ini menjadi pandemi dan menginfeksi hampir seluruh negara. Berbagai negara menerapkan kebijakan bervariasi untuk menghambat penyebaran virus ini.

Tentu virus ini tidak hanya memukul individu atau masyarakat yang rentan, tetapi juga secara lebih makro berpengaruh signifikan terhadap perekonomian. Ekonomi dunia diprediksi mencapai titik terendah pada tahun ini.

Laju roda perekonomian Indonesia pun diperkirakan bergerak sangat lambat. Kementerian Keuangan menyiapkan dua skenario terkait dampak pandemi ini, dengan skenario berat pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 2,3 persen.

Sementara itu, skenario sangat berat dengan pertumbuhan ekonomi akan bergerak negatif sebesar -0,4 persen. Lalu, bagaimana sebaiknya merespons tantangan baru ini?

Tentu karena ini tantangan baru, berbagai negara menghadapinya dengan cara masing-masing. Ada yang mengharapkan terbentuknya //herd immunity// atau imunitas kelompok seperti Belanda hingga lockdown seperti dilakukan Cina dan Italia.

Namun, bila melihat secara mikro bahkan langsung kepada setiap individu manusia, kondisi ini juga berlaku bagi sistem imunitas tubuh dalam menghadapi virus korona, karena tubuh manusia juga pertama kali menghadapi virus baru ini.

Berbeda dengan variatifnya kebijakan negara dalam mempertahankan negaranya, semua sistem tubuh manusia bereaksi hampir sama dalam menghadapi virus ini, yaitu mengadangnya dengan imunitas tubuh masing-masing.

Menurut para ahli kesehatan, secara umum 80 persen sistem imunitas manusia di dunia ini mampu mengalahkan virus korona.

Reaksi alami imunitas tubuh manusia menghadapi virus baru yang terbukti cukup baik ini menurut penulis sepertinya dapat dijadikan contoh untuk mempertahankan imunitas ekonomi dalam skala lebih besar meskipun mempunyai dimensi berbeda.

Saat pertama kali mendeteksi virus, tubuh mengeluarkan sistem imunitas. Idealnya, respons awal ini memungkinkan tubuh mendapatkan kendali infeksi dengan cepat, meski beberapa virus termasuk korona mempunyai pertahanan sendiri untuk melawan.

Demam, batuk, dan pilek merupakan implikasi sistem imunitas tubuh dalam respons awal menghadapi serangan pertama virus. Untuk meningkatkan imunitas tubuh, ahli kesehatan memberikan saran perlu menambahkan makanan yang sehat, olahraga, dan vitamin.

Contoh ini sepertinya juga dapat menjadi perhatian bagi negara dalam menghadapi dampak ekonomi dari virus ini. Imunitas ekonomi yang tecermin pada faktor ekonomi dalam negeri perlu meresponsnya dengan baik.

Ketika demam, batuk, dan pilek merupakan respons awal imunitas tubuh melawan virus korona, maka imunitas ekonomi meresponsnya dengan turunnya pertumbuhan ekonomi, harga saham, dan melemahnya mata uang.

Kondisi ini muncul di semua negara yang terjangkit akibat pembatasan interaksi fisik sehingga menurunkan kegiatan ekonomi. Memperkuat faktor-faktor ekonomi dan meningkatkan imunitasnya adalah cara terbaik untuk menjaga keberlanjutan perekonomian.

Lalu, bagaimana cara menjaga imunitas ekonomi ? Dengan menurunnya kegiatan ekonomi, tentu menjaga ketahanan masyarakat sebagai tulang punggung perekonomian dengan kebijakan pemerintah, menjadi hal yang penting.

John Maynard Keynes, salah satu ekonom paling berpengaruh di dunia, pernah menjelaskan, perlu kontribusi pemerintah dalam meningkatkan belanja masyarakat yang lesu ketika terjadi krisis seperti era depresi besar.

Stimulus fiskal

Jadi kebijakan pemerintah melalui pengeluaran dalam jumlah sangat besar, cukup strategis menjaga ketahanan ekonomi Indonesia pada era pandemi ini. Satu di antaranya lewat stimulus fiskal berupa penambahan APBN.

Saat ini pemerintah menyiapkan suntikan dana Rp 405 triliun dalam APBN 2020. Stimulus itu terdiri atas tambahan belanja negara Rp 255 triliun untuk kesehatan, dukungan Industri, dan social safety. Lalu, Rp 150 triliun untuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional.

Stimulus fiskal yang cukup besar, di satu sisi menurunkan pendapatan serta meningkatkan belanja negara yang pasti menghasilkan defisit anggaran yang semakin melebar, tetapi di sisi lain, diharapkan menggerakkan roda perekonomian.

Ketika konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan merosot, langkah pemerintah meningkatkan belanja diharapkan bisa menyelamatkan ekonomi tahun ini. Namun, jangan sampai sistem ekonomi kita kewalahan dan menunjukkan reaksi berlebihan.

Reaksi berlebihan dalam menghadapi pandemi ini juga tentu sangat berdampak buruk pada ekonomi. Itu bisa menurunkan imunitas ekonomi dan berdampak pada ambruknya perekonomian negara.

Pembatasan kegiatan ekonomi sepatutnya dilakukan dengan efektif dan efisien dengan tidak berlebihan agar tetap menjaga roda perekonomian berjalan. Efek berkelanjutan ekonomi jangka panjang pada era pandemi ini juga perlu perhatian serius.

Jangan sampai sistem imunitas malah balik merusak negeri sendiri dengan reaksi yang ekstrem. Bagaimana sistem imunitas tubuh manusia menghadapi virus korona dapat menjadi pembelajaran dalam menghadapi gelombang efek ekonomi akibat wabah ini.

Sistem imunitas ekonomi juga perlu dijaga dengan baik melalui stimulus fiskal dan kebijakan efektif yang tetap mengutamakan kesehatan masyarakat, tetapi tanpa mengabaikan kegiatan ekonomi.n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat