Ilustrasi optimisme menghadapi hidup | ANTARA FOTO

Hikmah

Hidup Optimistis

Dalam hidup yang serbaterbatas atau dibatasi seperti sekarang, ada sebagian dari kita merasa sedih dan galau, bahkan putus asa.

Oleh Fajar Kurnianto

 

Oleh Fajar Kurnianto

Hidup manusia tak selamanya baik, enak, dan menyenangkan. Pada suatu ketika, manusia pasti akan menghadapi kesulitan atau hal-hal yang rasanya tak mengenakkan. Allah memang sudah menetapkan bahwa begitulah kehidupan di dunia, ada senang ada susah, ada gembira ada sedih, dan seterusnya. Namun, dunia bukanlah tempat yang abadi. Tak ada kegembiraan yang abadi, begitu juga tidak ada kesedihan yang abadi. Kehidupan berjalan terus dengan dinamika dan ceritanya.

Setelah sekian waktu kehidupan kita menyenangkan dan bebas, tiba-tiba hari-hari ini berubah menjadi menyedihkan dan terbatas. Pandemi yang menyebar hampir ke seluruh dunia membuat kita mesti membatasi diri dari berinteraksi dengan orang lain dan diharuskan untuk tetap di rumah serta menjauh dan tidak membuat kerumunan. Tempat-tempat yang tadinya ramai berubah menjadi sepi. Jalanan yang tadinya macet, kini lengang. Polusi udara pun berkurang drastis. Bumi seperti bisa bernapas panjang dan bebas.

Dalam hidup yang serbaterbatas atau dibatasi seperti sekarang, ada sebagian dari kita merasa sedih dan galau, bahkan putus asa. Selain karena keterbatasan yang terasa menyiksa dan membosankan, ada ancaman virus yang tak kita ketahui dari siapa atau apa tiba-tiba mengenai kita dan membuat kita sakit. Bukan hanya kita, orang-orang tercinta kita, keluarga, kerabat, anak-anak, orang tua, saudara, tetangga bisa jadi tertular ketika terjadi kontak fisik. Kita seperti hidup pada masa yang gelap dan situasi yang sulit. Kita, makhluk sosial, untuk sementara waktu mesti membatasi interaksi.

Segala sesuatu atau kejadian apa pun selain ada sebab dan akibat juga ada hikmah, ibrah, atau pelajaran penting. Tinggal kita yang mengambilnya hingga tak mengulangi kesalahan yang sama, atau justru mengabaikannya hingga kita kembali melakukan kesalahan yang sama. 

Selain itu, di saat seperti ini, kita mesti tetap optimistis bahwa tak ada kesulitan yang abadi. Cepat atau lambat, ia pasti akan berakhir bila kita meyakininya. Keyakinan tentu saja tak cukup, perlu doa dan ikhtiar dengan mengikuti anjuran dan arahan dari otoritas kesehatan (bagian dari ulil amri), karena ini adalah wabah penyakit.    

Sikap pesimistis hanya membuat kita semakin tersiksa dan mungkin akan berbuat nekat sehingga bisa mencelakakan tak hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain. Allah berfirman, “Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” (QS ar-Rum [30]: 36.

Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menjelaskan, melalui ayat-ayat ini Allah mengabarkan kepada kita tentang manusia dan sifat-sifat tercela dalam diri mereka. Yakni, apabila mereka ditimpa kesulitan dan musibah, setelah sebelumnya mereka mendapatkan rahmat, maka mereka bersikap putus asa dan pesimistis untuk mendapatkan hal serupa pada masa akan datang. Mereka tidak mensyukuri rahmat yang diberikan Allah sebelumnya, seolah-olah mereka merasa bahwa mereka tidak pernah diberi rahmat itu sebelumnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat