Warga melintas di depan mural bertema cegah judi online di Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/10/2024). | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Ekonomi

Judol ‘Membunuh’ Ekonomi

Nilai deposit judi online pada semester pertama 2025 sudah mencapai Rp17 triliun.

JAKARTA – Perjudian daring (judol) kini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan ancaman serius bagi fondasi ekonomi Indonesia. Dalam enam bulan pertama 2025, nilai deposit judi online telah mencapai Rp17 triliun, menunjukkan bagaimana praktik ilegal ini menyedot uang masyarakat tanpa memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

“Judi daring telah menghancurkan ekonomi keluarga, merusak masa depan generasi muda, dan menjadi tantangan global yang membutuhkan kolaborasi semua pihak,” ujar Direktur Pengendalian Ruang Digital Komdigi, Safriansyah Yanwar Rosyadi, Selasa (21/10/2025), berdasarkan keterangan tertulis.

Hal tersebut diungkapkan Safriansyah saat memberikan sambutan dalam forum group discussion (FGD) bertema Membangun Kolaborasi Digital Bebas Perjudian Daring. Forum ini dihadiri  para pemangku kepentingan, mulai dari regulator, aparat penegak hukum, industri keuangan, hingga perwakilan asosiasi internet.

Komdigi mencatat, nilai deposit judi online pada semester pertama 2025 sudah mencapai Rp17 triliun. Hingga 2025, Komdigi telah melakukan penanganan terhadap lebih dari 7,2 juta konten perjudian daring, namun fenomena ini terus berevolusi dengan cepat.

“Kami sudah memblokir jutaan konten, tapi yang tumbuh juga tak kalah cepat. Ini tantangan global yang menuntut kerja bersama,” ujar Safriansyah.

Ia menambahkan, kerugian akibat praktik judi daring tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga sosial. “Praktik ini merambah berbagai lapisan masyarakat, menghancurkan ekonomi keluarga, dan merusak masa depan generasi muda”.

Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp927 triliun selama periode 2017 hingga kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan bahwa praktik ilegal tersebut tidak lagi berskala kecil, melainkan sudah menjadi fenomena sistemik yang menembus berbagai lapisan masyarakat.

Daya Rusak Judi Online - (republika)

  ​

Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Muchtarul Huda menjelaskan, upaya pemerintah berlandaskan kerangka hukum yang kuat seperti UU ITE, UU PDP, hingga PP 71/2019. Namun, imbuhnya, regulasi saja tidak cukup. “Kita butuh AI-based detection system, integrasi database lintas instansi, serta kerja sama internasional dalam mengurangi masifnya perjudian daring di Indonesia.”

Dalam konteks pemberantasan judi daring, Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) kerap kali dijadikan kambing hitam atas maraknya praktik transaksi perjudian daring. Padahal, dalam ekosistem tersebut, layanan keuangan tidak berada di hulu, melainkan di tahap akhir yang kerap disalahgunakan oleh pelaku untuk memanfaatkan netralitas sistem pembayaran digital.

PJP,  menurut Huda, menjadi mitra penting bagi pemerintah dalam menutup celah transaksi yang digunakan jaringan judi daring. Untuk itu, perlu kolaborasi ideal antara Komdigi, industri pembayaran, PPATK, dan Polri yang mencakup pemblokiran rekening mencurigakan, sistem deteksi transaksi ilegal, serta kampanye literasi keuangan yang masif.

Menurut Erika, selaku Kabid Perlindungan Data pada Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, persoalan judi daring kini juga terkait keamanan nasional.

“Rantai operasinya kompleks, dari pendaftaran domain massal hingga transaksi lintas negara menggunakan e-wallet, QRIS, bahkan kripto,” jelasnya.

Ia menambahkan, 70 persen pemain judi daring berpenghasilan di bawah Rp5 juta, dan sebagian adalah penerima bansos. “Juli 2025, sebanyak 603 ribu penerima bantuan sosial diketahui terlibat dalam aktivitas judi daring, dan bantuan mereka dihentikan,” ujarnya.

Kemenko Polkam kini mendorong grand strategy pemberantasan judi daring dari tiga lapis. Yakni pemutusan domain dan hosting di hulu, patroli siber kolaboratif di tengah, hingga interdiksi finansial di hilir.

“Pendekatannya harus pentahelix, melibatkan pemerintah, industri, akademisi, komunitas, dan masyarakat,” tegas Erika. Erika juga mengapresiasi salah satu perusahan dompet digital, DANA, yang secara konsisten berperan aktif dalam memerangi praktik perjudian daring serta aktif berkolaborasi dengan pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik perjudian daring.

CEO & Co-Founder Katadata Metta Dharmasaputra berharap diskusi dalam forum ini melahirkan langkah kolaboratif dan berbasis data, lantaran tidak ada satu lembaga pun yang bisa menyelesaikan masalah ini sendirian.

Danang Tri Hartono,  Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan, judi daring sebagai silent killer ekonomi nasional. Menurutnya, uang yang berputar dalam praktik ini tidak menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

“Uangnya lari ke luar negeri, ekonomi kita kehilangan sirkulasi. Karena itu, diplomasi multilateral antarnegara sangat penting,” tandasnya.

Sementara itu, AKBP Alvie Granito Pandhita dari Dittipidsiber Polri menyoroti aspek kemanusiaan di balik praktik ini. Polri mencatat, sepanjang 2024–2025 telah dilakukan penyitaan aset senilai hampir Rp925 miliar dari jaringan perjudian daring.

“Ada pekerja Indonesia yang direkrut untuk mengoperasikan situs judi di luar negeri dengan iming-iming gaji besar, tapi berujung eksploitasi,” ungkapnya.

Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, Fransiska Oei menimpali, industri keuangan juga berada di garis depan pencegahan. Pihaknya telah memperkuat lapisan deteksi terhadap rekening dan transaksi ilegal.

“Bank dan PJP sudah melaporkan rekening mencurigakan ke PPATK, dan kami mendukung penuh integrasi data lintas otoritas. Teknologi crawling AI dapat membantu mempercepat deteksi rekening yang terlibat dalam jaringan judi daring,” ujarnya.

Fransiska menambahkan, industri juga berupaya menjaga kepercayaan publik agar tidak tergerus akibat penyalahgunaan sistem oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. “Transaksi digital adalah tulang punggung ekonomi masa depan. Karena itu, industri keuangan berkomitmen memastikan sistem pembayaran tetap aman, transparan, dan beretika,” katanya.

Lonjakan Fantastis Judi Online - (Republika)

  ​

Pada kesempatan yang sama, Syarif Lumintarjo, Ketua Bidang Koordinator Infrastruktur dan IDNIC APJII menilai, pertumbuhan internet dan digitalisasi pasti membawa sisi lain yang saling bertolak belakang. “Teknologi mempercepat apa yang sebelumnya kita lakukan. Dulu judi dilakukan offline, sekarang online. Inilah paradoks teknologi,” ujarnya.

Syarif menambahkan, paradoks itu muncul lantaran teknologi yang diciptakan untuk mempermudah hidup justru juga mempercepat penyebaran perilaku negatif. Persoalan perjudian daring tidak berhenti pada aspek teknologi. Di balik maraknya situs-situs ilegal itu, terdapat pula paradoks sosial.

Dalam membangun ruang digital yang bebas dari perjudian daring, bukan sekadar soal memblokir situs atau menindak pelaku, tetapi membentuk ekosistem kepercayaan yang melibatkan seluruh pihak. Pemerintah sebagai regulator, industri pembayaran sebagai penjaga gerbang transaksi, media sebagai penyampai data dan edukasi publik, serta masyarakat sebagai garda terdepan.

Kolaborasi lintas sektor inilah yang menjadi fondasi bagi Indonesia menuju ekonomi digital yang sehat, beretika, dan berdaulat, di mana teknologi tidak lagi menjadi alat eksploitasi, melainkan sarana pemberdayaan bagi seluruh warganya.

 

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat