
Ekonomi
Ekonomi Digital Dorong Geliat Wisata Halal di Asia Tenggara
Tren wisata halal kian menguat.
JAKARTA — Ekonomi digital Asia Tenggara terus menunjukkan akselerasi dengan nilai mendekati 200 miliar dolar AS. Pertumbuhan sekitar 15 persen per tahun itu mendorong perubahan perilaku masyarakat, khususnya di Indonesia yang ditopang oleh kenaikan kelas menengah dan penetrasi internet. Layanan pemesanan perjalanan daring kini menjadi bagian penting dari gaya hidup digital. Sejalan dengan perkembangan tersebut, tren wisata halal kian menguat.
Laporan State of the Global Islamic Economy 2024-2025 mencatat belanja wisata ramah Muslim mencapai 216,9 miliar dolar AS pada 2023 dan diproyeksikan melonjak menjadi 384,1 miliar dolar AS pada 2028. Populasi Muslim besar di Asia Tenggara menjadikan segmen ini peluang strategis untuk mendorong Indonesia sebagai pusat destinasi halal regional.
NusaTrip yang sejak 2022 berada di bawah Society Pass berupaya menangkap momentum itu dengan strategi ekspansi. Melalui dukungan induk, perusahaan melantai di bursa (IPO) untuk memperluas jangkauan layanan sekaligus memperkuat inovasi produk perjalanan digital. Langkah tersebut juga dipandang sebagai strategi memperbesar kontribusi terhadap tren wisata halal dan industri perjalanan daring di kawasan.
Republika berkesempatan mewawancarai secara eksklusif Chief Marketing Officer (CMO) NusaTrip, Anson dan Chief Executive Officer (CEO) Society Pass, Raynauld Liang. Berikut petikan wawancaranya:
Tren wisata halal semakin menguat, seiring bertambahnya kelas menengah Muslim di kawasan. Apa langkah konkret NusaTrip dalam menangkap peluang pasar halal ini?
Anson Neo: Dengan populasi Muslim yang besar di Asia Tenggara, wisata halal menjadi peluang strategis. Kami tengah menyiapkan konten dan paket perjalanan ramah Muslim, bekerja sama dengan hotel serta maskapai yang sesuai syariah, sekaligus memperkuat promosi destinasi halal domestik dan internasional.
Apakah NusaTrip sudah menyiapkan paket atau layanan khusus untuk wisata halal, baik destinasi domestik maupun internasional?
Anson Neo: NusaTrip mengakui dan mendukung penuh potensi wisata halal di kawasan Asia Pasifik, terutama di Indonesia. Kami terbuka untuk merancang program perjalanan halal baik domestik maupun internasional dengan menyediakan akses transportasi, akomodasi, hingga detail kebutuhan wisatawan Muslim.
Dari sisi B2B, siapa saja mitra strategis NusaTrip dan bagaimana kontribusi kerja sama tersebut terhadap pertumbuhan, termasuk dalam layanan halal?
Anson Neo: Kami bermitra dengan lebih dari 500 maskapai, ratusan ribu hotel, GDS, serta agen travel offline di Asia Pasifik. Kolaborasi ini menyumbang hingga 60 persen pendapatan bersih dan menjadi pintu masuk untuk mengembangkan produk halal bersama mitra sesuai syariah.
Apa visi jangka panjang NusaTrip untuk mendorong Indonesia menjadi pusat destinasi halal di Asia, dan bagaimana teknologi akan berperan dalam mencapainya?
Anson Neo: Visi kami adalah menjadikan Indonesia pusat destinasi halal di Asia. Teknologi akan menjadi kunci, mulai dari algoritma personalisasi untuk merekomendasikan destinasi halal, integrasi pembayaran syariah, hingga pemasaran digital global untuk menarik wisatawan Muslim.
Bagaimana NusaTrip melihat perkembangan pasar perjalanan online di Indonesia dan Asia Tenggara saat ini?
Anson Neo: Pasar perjalanan online sedang berada dalam fase ekspansi yang kuat. Ekonomi digital kawasan tumbuh sekitar 15 persen per tahun dan di Indonesia didukung peningkatan kelas menengah serta penetrasi internet.
Dengan jaringan lebih dari 500 maskapai dan 650 ribu hotel, apa yang membuat NusaTrip yakin bisa bersaing di tengah ketatnya industri perjalanan daring?
Anson Neo: Keunggulan kami adalah akreditasi IATA yang memberi akses langsung ke tarif maskapai, algoritma harga yang memastikan tiket kompetitif, serta pendekatan lokal yang membuat layanan lebih relevan bagi pasar Asia Tenggara.
Dari sisi model bisnis, apakah pendapatan utama masih bertumpu pada tiket pesawat dan hotel, atau sudah mulai bergeser ke layanan lain seperti asuransi atau ekosistem SaaS?
Anson Neo: Pendapatan utama masih dari tiket dan hotel, tetapi kami sudah melihat pertumbuhan signifikan dari layanan tambahan seperti asuransi perjalanan, biaya layanan, serta ekosistem software hotel melalui akuisisi VLeisure.
Persaingan dengan pemain besar di sektor perjalanan digital tentu tidak mudah. Menurut NusaTrip, di mana letak keunggulan dan diferensiasi yang ditawarkan?
Anson Neo: Kami tidak bersaing lewat promosi besar-besaran, tetapi lewat diferensiasi. Akreditasi IATA, algoritma harga, dan fokus layanan lokal menjadi kunci untuk membangun kepercayaan di pasar regional.
Setelah resmi bergabung dalam ekosistem Society Pass dan melantai di bursa, strategi apa yang menjadi prioritas utama perusahaan?
Raynauld Liang: Strategi kami berfokus pada ekspansi ke pasar baru di Asia Tenggara, memperkuat produk bundel penerbangan dan hotel, serta menjaga disiplin finansial. IPO menjadi landasan untuk mempercepat skala bisnis dengan tetap berhati-hati.
Apa pertimbangan memilih tahun ini untuk IPO, dan bagaimana rencana pemanfaatan dana segar tersebut untuk pengembangan bisnis?
Raynauld Liang: Kami melihat momentum pemulihan industri perjalanan, kinerja bisnis yang solid, serta minat investor global yang meningkat pada ekonomi digital Asia Tenggara. Dana IPO akan digunakan untuk ekspansi pasar, akuisisi strategis, dan pengembangan produk.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.