Pengungsi Palestina meninggalkan Jalur Gaza utara sambil berjalan membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan pantai, dekat Wadi Gaza, Rabu, 24 September 2025. | AP Photo/Abdel Kareem Hana

Internasional

Pengakuan Palestina Belum Hentikan Kekejaman Israel di Gaza

Seratus lebih dibantai Israel di Kota Gaza beberapa hari belakangan.

GAZA – Gelombang pengakuan oleh negara-negara Barat terhadap keberadaan Negara Palestina belum berhasil menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza. Pengeboman masih terus terjadi, menewaskan lebih 100 orang sejak Rabu.

Pada Rabu, setidaknya 12 warga Palestina, di antaranya tujuh wanita dan dua anak-anak, syahid dalam serangan Israel di stadion yang menampung keluarga-keluarga pengungsi di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza. Stadion al-Ahli, lokasi pengeboman, telah diubah menjadi tempat perlindungan sementara bagi warga Palestina yang melarikan diri dari serangan Israel.

"Saya hanya punya apa yang ada di tangan saya. Saya tidak punya apa-apa," kata Najwa, seorang pengungsi perempuan dari Kota Gaza, kepada Aljazirah . "Kami ketakutan. Transportasi mahal. Kami tidak mampu membayar untuk membawa barang-barang kami."

Serangan Israel terhadap Gaza meningkat dalam semalam, dengan sedikitnya 85 warga Palestina tewas di seluruh wilayah tersebut pada hari Rabu – lebih dari dua kali lipat jumlah korban tewas kemarin.

Ketika PBB memperingatkan bahwa militer Israel “menimbulkan teror terhadap penduduk Palestina di Kota Gaza dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi”, kepala staf militer Israel Eyal Zamir mengklaim warga Palestina didorong ke selatan “demi keselamatan mereka”.

photo
Pengungsi Palestina meninggalkan Jalur Gaza utara sambil berjalan membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan pantai, dekat Wadi Gaza, Rabu, 24 September 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Namun penyelidik PBB menolak klaim tersebut. Sebuah komisi penyelidikan minggu ini menyimpulkan bahwa tindakan Israel bertujuan untuk membangun kendali permanen atas Gaza sambil memastikan mayoritas Yahudi di Tepi Barat yang diduduki dan di dalam wilayah Israel.

Zamir menambahkan bahwa “sebagian besar penduduk Gaza telah meninggalkan Kota Gaza” dan bahwa tentara “akan melanjutkan kemajuan sistematis dan menyeluruh” ke pusat kota terbesar di wilayah tersebut.

Pasukan pendudukan Israel juga melakukan pembantaian terhadap warga sipil di daerah Al-Zawaida saat fajar pada hari Kamis. Sumber di Rumah Sakit Syuhada al-Aqsa melaporkan bahwa 15 warga Palestina syahid dalam serangan udara Israel yang menargetkan sebuah rumah di Al-Zawayda, Jalur Gaza tengah.

Aljazirah mengutip sumber-sumber Palestina mengatakan rumah yang menjadi sasaran adalah milik keluarga Abu Dahrouj, dan foto-foto menunjukkan kerusakan parah pada bangunan tersebut.

Gambar juga menunjukkan jenazah para syuhada di dalam ambulans, dan warga mencari di antara puing-puing rumah. Pembantaian ini terjadi setelah wilayah Al-Zawaida dan beberapa wilayah di sekitarnya relatif tidak tersentuh oleh serangan udara Israel selama ini.

Juga di Jalur Gaza tengah, sumber-sumber Palestina melaporkan bahwa sejumlah orang terluka dalam serangan udara yang diluncurkan oleh pesawat Israel hari ini terhadap sebuah rumah di kamp Nuseirat. Kamp Al-Bureij di dekatnya juga menjadi sasaran serangan udara, menurut sumber yang sama.

Di Jalur Gaza selatan, Kompleks Medis Nasser melaporkan empat orang syahid dalam pemboman Israel terhadap sebuah rumah di sebelah barat Khan Yunis. Sumber sebelumnya melaporkan bahwa tiga warga Palestina syahid pagi ini dalam serangan udara di sebuah rumah dekat Rumah Sakit Yordania di Khan Younis.

Sementara itu, pesawat pendudukan melakukan serangkaian penggerebekan di lingkungan Kota Gaza, khususnya di wilayah barat, dini hari kemarin dan Rabu malam. Sumber-sumber Palestina mengatakan bahwa drone menembaki lingkungan Al-Rimal, dan serangan udara tersebut juga mencakup lingkungan Tal Al-Hawa, barat daya Kota Gaza.

Kamis pagi, pesawat penjajah mengebom sebuah rumah di Jalan Jaffa di lingkungan Tuffah, sebelah timur kota, melukai sejumlah orang.

photo
Warga Palestina berduka saat pemakaman syuhada korban serangan Israel, di luar Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Rabu, 24 September 2025. - ( AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Penjajah baru-baru ini mengintensifkan serangan udara di Kota Gaza, bersamaan dengan masuknya pasukan IDF ke sejumlah kawasan di utara, selatan, dan timur kota tersebut sebagai bagian dari Operasi Kereta Gideon 2. Sebagai tanggapan, perlawanan menanggapi serangan Israel dengan operasi di Kota Gaza, termasuk menargetkan kendaraan dan tentara.

Pembantaian dan pemboman yang sedang berlangsung telah memaksa hampir setengah juta warga Palestina dari Kota Gaza mengungsi ke selatan, meskipun sekitar 900.000 orang masih berada di dalam kota dan Jalur Gaza bagian utara.

 

Suara warga Gaza

Di tengah puing-puing perang di Gaza dan suara tembakan Israel, pengakuan dunia internasional terhadap negara Palestina tampaknya jauh dari kekhawatiran sehari-hari warga. Muhammad Rabah melaporkan kepada Republika dari Jalur Gaza bahwa Bagi para pengungsi, prioritasnya tetap pada penghentian perang, tidak lebih.

Munawwar Al-Ra'i, seorang pengungsi dari Jalur Gaza utara, mengatakan warga Gaza sudah juga mendengar tentang pengakuan negara-negara Eropa, utamanya Inggris dan Prancis. “Sebagai pengungsi di kamp-kamp pengungsian, saya katakan bahwa merupakan hal yang baik bagi dunia untuk mengakui kami, namun saya berharap keputusan ini akan menjadi alasan untuk menghentikan perang," kata dia.

Komentara Munawwar Rai, warga Kota Gaza, tentang tindakan negara-negara Eropa mengakui Negara Palestina. - (Muhammad Rabah untuk Republika)  ​

Dia berkata, berharap negara-negara lain akan mengakui Negara Palestina dan rakyat Palestina. Dengan begitu, ia berharap anak-anak dan orang tua mereka akan hidup dengan aman. “Kami sangat lelah," ujarnya

Al-Ra'i mengingatkan bahwa warga Gaza sedang menjalani perang pemusnahan yang dilakukan Israel. “Banyak orang terbunuh dan anak-anak sekarat di tenda mereka. Selain itu, mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit. “Kami berharap keputusan ini akan menjadi awal dari akhir perang ini."

Sedangkan Issam al-Khatib, seorang pengungsi dari Kota Gaza, lebih skeptis terhadap pengakuan negara-negara Barat. “Mengenai pengakuan negara asing terhadap Negara Palestina, saya tidak melihat adanya perubahan dalam situasi kami di Gaza. Saya dan anak-anak saya masih berada di jalan setelah melarikan diri dari pemboman Israel,” ujarnya yang tinggal di tenda pengungsian.

Dia mengingatkan, selama ini Israel tidak menghormati resolusi internasional apa pun dan tidak menghormati negara mana pun, baik Arab, asing, atau bahkan Amerika Serikat. Sebab itu, ia tak banyak berharap bahwa resolusi ini bakal mengakhiri derita warga Gaza. 

Komentara Issam al-Khatib, pengungsi dari Kota Gaza, tentang tindakan negara-negara Eropa mengakui Negara Palestina. - (Muhammad Rabah untuk Republika)

“Kami tidak ingin mendengar pernyataan; kami ingin melihat tindakan nyata untuk menghentikan perang. Lihatlah anak-anak saya, ini adalah anak-anak yang terluka. Israel membunuh ibu mereka, dan kami sekarang berada di jalan, tidak dapat menemukan tempat untuk berlindung.” 

Ia berharap ada resolusi yang akan mengubah kenyataan hidupnya saat ini. “Sehingga anak-anak kami dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, dan resolusi ini akan menjadi kepentingan rakyat Palestina.”

Nour Dardouna, dari Jalur Gaza utara, mengatakan, pengakuan negara-negara Eropa terhadap negara Palestina menegaskan hak mereka. Ia berharap semua negara di dunia akan mendukung rakyat Palestina.

“Saya berharap keputusan ini akan mengakhiri perang, pemboman, dan pembunuhan anak-anak yang tidak bersalah. Ada ribuan warga sipil yang dibunuh tanpa rasa bersalah. Ini adalah perang yang keras dan sulit, dan kami tidak dapat lagi menanggungnya.” 

Komentara Nour Dardouna, warga Jalur Gaza Utara, tentang tindakan negara-negara Eropa mengakui Negara Palestina. - (Muhammad Rabah untuk Republika)  ​

Ia menyerukan kepada negara-negara Arab dan negara-negara asing untuk segera melakukan intervensi guna menghentikan perang ini dan melakukan segala yang mereka bisa untuk memastikan bahwa rakyat Palestina menjalani kehidupan yang bermartabat.

Warga lainnya Ahmed Hassanein berkata pengakuan negara-negara Eropa terhadap negara Palestina adalah sebuah keuntungan politik, dan ini merupakan langkah ke arah yang benar. “Saya berharap seluruh komunitas internasional akan mengakui negara Palestina."

Ia berharap keputusan ini akan mengakhiri genosida yang sedang menimpa mereka. “Kami adalah bangsa yang tertindas, dan merupakan hak kami untuk membela diri. Mereka harus menghentikan pembantaian massal di Gaza,” ujarnya.

Ia mengatakan, berharap dapat hidup damai setelah semua kehancuran dan pembunuhan di Gaza, dan menjalani kehidupan yang bermartabat. “Kami berharap semua negara Arab dan Islam akan mendukung kami sehingga kami dapat menjalani kehidupan yang lebih baik."

Komentara Ahmed Hassanein, warga Kota Gaza, tentang tindakan negara-negara Eropa mengakui Negara Palestina. - (Muhammad Rabah untuk Republika)  ​

Sejauh ini, gelombang pengakuan dari berbagai negara belum berujung penghentian agresi Israel di Jalur Gaza. Israel terus menerus melakukan serangan genosidanya yang menewaskan dan melukai ribuan orang.  Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah korban jiwa akibat agresi Israel telah meningkat menjadi 65.419 orang syahid dan 167.160 orang luka-luka sejak 7 Oktober 2023.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menguatnya Rencana Penempatan Pasukan Perdamaian di Gaza

Pasukan akan dihimpun dari negara-negara Muslim.

SELENGKAPNYA

Pengungsi dari Kota Gaza, Kelaparan dan Terancam Bom Israel

Israel menggunakan robot berpeledak untuk hancurkan Kota Gaza.

SELENGKAPNYA

Warga Kota Gaza Kian Terdesak Pergerakan Pasukan Penjajah

Tank-tank Israel terus mendesak warga Kota Gaza.

SELENGKAPNYA