Jenazah anak berusia 2 tahun, Malek Al-Zaqzouq, yang syahid dalam serangan militer Israel, sebelum pemakamannya di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir al-Balah, di Jalur Gaza tengah, Senin, 22 September 2025. | AP Photo/Abdel Kareem Hana

Internasional

'Kami tak Perlu Pengakuan, Kami Perlu Keadilan'

Pengakuan negara-negara Eropa disambut dingin di Palestina.

TEPI BARAT – Pengakuan negara-negara Eropa utamanya Inggris dan Prancis terhadap negara Palestina jadi tajuk utama, kemarin. Namun di Palestina, penduduk Tepi Barat yang dikuasai Israel merasa bahwa tindakan tersebut hanya akan berdampak kecil pada kehidupan sehari-hari mereka.

Enam negara lagi secara resmi mengakui negara Palestina pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Solusi Dua Negara yang diadakan di markas PBB di New York, AS, sejak Senin (22/9/2025) waktu setempat. Kendati demikian, sejumlah kepala negara termasuk Presiden RI Prabowo Subianto menekankan bahwa pernyataan pengakuan semata tak cukup.

Di antara negara-negara yang mendeklarasikan pengakuan negara Palestina adalah Perancis, Andorra, Belgia, Luksemburg, Malta, dan Monako. “Hari ini, saya menyatakan bahwa Prancis mengakui negara Palestina,” ujar Presiden Prancis Emmanuel Macron di markas PBB. Ia mengatakan, saat ini waktu yang tepat mengakui Palestina.

Pengakuan itu menyusul Australia, Kanada, Portugal dan Inggris yang mengumumkan hal serupa pada Ahad. Pengakuan diharapkan memberikan tekanan pada Israel yang tengah mengintensifkan perang genosida di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 65.300 warga Palestina dan mengubah wilayah kantong tersebut menjadi reruntuhan. Spanyol, Norwegia dan Irlandia mengakui negara Palestina tahun lalu. Madrid telah menjatuhkan sanksi terhadap Israel atas perang brutalnya di Gaza.

Di jalan-jalan Ramallah – pusat Otoritas Palestina – tidak ada layar yang menayangkan pertemuan PBB di mana Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan pengakuan tersebut, dan sebagian besar mengatakan mereka tidak akan menontonnya.

photo
Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi di PBB yang membahas solusi dua negara Israel-Palestina Senin, 22 September 2025, di markas besar PBB. - ( Foto AP/Yuki Iwamura)

“Tentu saja (pengakuan) adalah hal yang baik, tapi meski seluruh dunia mengakuinya, situasi Palestina tidak akan membaik,” kata Zain Abdel Wahab (18 tahun), di jalan perbelanjaan yang sepi di Ramallah dilansir kantor berita Prancis AFP.

"Perang di Gaza telah berlangsung selama dua tahun. Apa manfaat pengakuan ini bagi kami? Apakah perang akan berakhir? Tidak, perang akan terus berlanjut," katanya, seraya menambahkan bahwa kondisi ekonomi di Tepi Barat sedang memburuk.

Banyak warga Palestina menyatakan ketidaktertarikannya pada gelombang negara-negara yang mengakui negara mereka Selain masalah dominasi Israel, sebagian warga Palestina melihat pengakuan negara-negara Barat saat ini hampir seperti penghinaan. 

“Kami tidak memerlukan negara saat ini, kami memerlukan keadilan,” kata Osama Khatib kepada ABC di Ramallah. “Kalian harus mengakui keberadaan kami supaya kami ada? Kami sudah ada sejak dulu!” ia melanjutkan.

Rasha (37) yang hanya menyebutkan nama depannya, mengatakan dia tidak peduli dengan kepindahan tersebut. “Barat… membesar-besarkan hal ini, namun hal ini tidak membuat perbedaan apapun bagi warga Palestina, hal ini tidak membuat perubahan apapun dalam kehidupan kami sehari-hari.”

photo
Warga Palestina mengadang tentara Israel selama bentrokan menyusul serangan militer di kota Nablus, Tepi Barat, Rabu, 27 Agustus 2025. - (AP Photo/Majdi Mohammed)

“Terlalu berisiko (untuk pergi ke Jenin) karena semua pemukim menyerang kami, dan… sekarang ada terlalu banyak pos pemeriksaan,” lanjutnya. “Begitulah kondisi ‘negara Palestina’ yang mereka akui.”

Menyusul langkah Inggris, Kanada dan Australia yang mengakui negara Palestina, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji untuk memperluas permukiman di Tepi Barat, dan menambahkan bahwa tidak akan ada negara seperti itu.

Terlebih lagi, langkah para pemimpin Barat ini terjadi ketika Israel melancarkan serangan baru di Kota Gaza terhadap Hamas, yang pada tanggal 7 Oktober 2023 melancarkan serangan teror terhadap Israel yang mengawali perang selama hampir dua tahun yang telah menghancurkan sebagian besar Jalur Gaza.

Bagi sebagian orang, mengakui keadaan mereka sendiri merupakan sebuah langkah positif, namun masih gagal. “Kami senang dengan pengakuan ini, tapi kami ingin langkah tambahan dari negara-negara yang mengakui negara Palestina,” kata Ibrahim Salam Abdullah (18).

“Kami ingin negara-negara yang mengakui negara Palestina dan memberi kami cinta mereka untuk berupaya memperbaiki situasi di Tepi Barat, mengakhiri perang di Jalur Gaza yang kami cintai, dan mengakhiri kelaparan yang menimpa anak-anak dan seluruh rakyat kami di Gaza.”

Kondisi kelaparan di selatan Gaza, 1 September 2025 - (Muhammad Rabbah)  ​

Di sebuah kafe di pusat kota Ramallah, para pria sesekali merokok dan bertepuk tangan selama pidato Macron, dan beberapa di antara mereka memujinya karena menyoroti kesetaraan antara warga Israel dan Palestina.

Abu Elias (63), yang menyaksikan pidato tersebut, mengaku optimis namun merasa tidak ada yang akan berubah dalam jangka pendek. “Anda tidak bisa pergi ke bulan dalam satu hari,” katanya. “Tidak ada yang terjadi selama 80 tahun dan sekarang saya merasa sesuatu yang baik bagi rakyat Palestina akan terjadi.”

Bisan, mahasiswi arsitektur berusia 25 tahun, mengaku tidak begitu paham apa maksud dari pengakuan tersebut. “Saya tidak mengerti apa maksud dari pengakuan ini, dan saya tidak tahu apa yang harus saya pikirkan karena saya tidak tahu bagaimana masa depan negara Palestina,” katanya.

“Saya tidak tahu apa yang dimaksud negara-negara Eropa ketika mengatakan ingin mengakui Palestina. "Kami tidak melihat kenyataannya. Tapi menurut saya, ini penting bagi orang tua saya, karena membuat mereka merasa ada yang peduli."

Bagi mantan warga Gaza, Ghasan Musallam, hal ini merupakan perkembangan yang disambut baik oleh negara yang dianggapnya sebagai penjaga hak asasi manusia. Namun hal ini tidak akan memberikan dampak nyata bagi warga Palestina di wilayah yang dilanda perang.

Warga Kota Gaza mengungsi menuju pengungsian Mawasi menyusul serangan Israel di Kota Gaza, Senin (15/9/2025). - (Muhammad Rabah/Dok Republika)  ​

“Pengakuan atas negara Palestina – ini bagus bagi orang-orang terpelajar, tapi tidak baik bagi orang-orang yang tidak dapat menemukan tenda untuk melindungi dirinya dan keluarganya, dan tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan, bahkan tidak dapat menemukan roti,” katanya kepada ABC.

Di dekat Kafe Che Guevara di Ramallah, Mohamed Rizk, seorang pustakawan, mengatakan dia marah dengan keputusan Inggris, yang diumumkan secara resmi pada Ahad, yang dia gambarkan sebagai “hanya simbolis”. "Di mana batas negara yang mereka akui? Ada yang tahu? Ada yang bilang? Itu hanya untuk menenangkan kami," ujarnya dikutip the Guardian. “Pada akhirnya, AS akan memveto apa pun.”

Kepala negara lain mewanti-wanti agar pernyataan tersebut tak di mulut saja. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan solusi dua negara tidak mungkin terjadi “bila penduduk salah satu dari kedua negara tersebut menjadi korban genosida”.

“Rakyat Palestina sedang dimusnahkan, [jadi] atas nama akal sehat, atas nama hukum internasional dan atas nama martabat manusia, kita harus menghentikan pembantaian ini,” kata Sanchez. Ia mengingatkan bahwa saat para pimpinan berkumpul di PBB, “bom terus berjatuhan tanpa pandang bulu terhadap penduduk sipil di Gaza”.

photo
Presiden Indonesia Prabowo Subianto berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi di PBB yang membahas solusi dua negara Israel-Palestina Senin, 22 September 2025, di markas besar PBB. - ( Foto AP/Yuki Iwamura)

Dia mengakhiri pidatonya dengan menyerukan agar Palestina menjadi “anggota penuh PBB sesegera mungkin” dan agar negara-negara mengambil “segera… langkah-langkah untuk menghentikan kebrutalan dan menciptakan perdamaian”.

Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan pentingnya pengakuan terhadap negara Palestina dalam KTT tersebut. "Pengakuan terhadap negara Palestina adalah langkah di sisi yang benar dari sejarah. Kepada mereka yang masih ragu untuk bertindak, kami katakan sejarah tidak akan berhenti. Kita harus mengakui Palestina sekarang," kata Prabowo dalam pernyataannya di KTT tersebut.

Ia menekankan bahwa pertemuan ini merupakan momentum untuk mengambil tanggung jawab sejarah, yang tidak hanya berkaitan dengan nasib Palestina, tetapi juga masa depan Israel serta kredibilitas PBB.

Namun, Prabowo juga menyoroti pentingnya menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza serta menjadikan penghentian perang sebagai prioritas utama. "Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kita. Kita harus mengatasi kebencian, rasa takut, dan kecurigaan. Kita harus mencapai perdamaian yang dibutuhkan bagi keluarga, umat manusia," ujar Prabowo menegaskan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan tujuan pemerintahan Netanyahu adalah membuat pembentukan negara Palestina menjadi mustahil. Dia menambahkan bahwa melawan “penindasan” Israel adalah “tanggung jawab moral”.

Erdogan menambahkan bahwa “tujuan memperdalam kebijakan pendudukan dan aneksasi sudah jelas: mematikan visi solusi dua negara, tidak memberikan landasan bagi warga Palestina untuk bertahan hidup, dan mengasingkan rakyat Palestina”.

photo
Suasana pertemuan tingkat tinggi di PBB yang membahas solusi dua negara Israel-Palestina Senin, 22 September 2025, di markas besar PBB. - ( Foto AP/Yuki Iwamura)

 

Kondisi Gaza

Sementara pimpinan negara-negara berkumpul di PBB, operasi militer Israel semakin intensif, khususnya di Kota Gaza. Pada Selasa Aljazirah melaporkan gelombang serangan udara Israel yang mematikan.

Dari Nuseirat, terlihat kepulan asap besar dari daerah yang hancur di Kota Gaza – di lingkungan Tal al-Hawa dan kamp pengungsi Shati.

Tiga rumah terkena serangan Israel di kamp pengungsi Shati – masih ada puluhan orang yang terjebak di bawah reruntuhan bangunan tersebut, karena anggota Pertahanan Sipil tidak dapat mengambil jenazah mereka.

Kecepatan operasi militer semakin meningkat. Pasukan Israel maju secara perlahan, hati-hati dan di bawah perlindungan infanteri, jet tempur, drone, dan quadcopter Israel. Masih ada orang yang terjebak di Kota Gaza. Mereka tidak memiliki sumber daya untuk menutupi biaya transportasi untuk melakukan perjalanan ke selatan, dan tidak punya tempat tujuan.

Kantor berita WAFA melansir, beberapa warga sipil Palestina telah terbunuh dan lainnya terluka sejak fajar pada Selasa oleh pesawat tempur Israel yang menembaki berbagai wilayah di Jalur Gaza. Menurut sumber medis, empat orang syahid dan lainnya terluka ketika pesawat tempur Israel menargetkan sebuah bangunan tempat tinggal di Jalan Omar al-Mukhtar di Kota Tua Kota Gaza.

photo
Jenazah anak berusia 2 tahun, Malek Al-Zaqzouq, yang syahid dalam serangan militer Israel, ditangisi abangnya sebelum pemakamannya di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir al-Balah, di Jalur Gaza tengah, Senin, 22 September 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Lima warga Palestina lainnya, termasuk tiga anak-anak, syahid ketika kendaraan lapis baja Israel menghantam rumah keluarga al-Habil di kamp pengungsi al-Shati, sebelah barat Kota Gaza. Seorang warga sipil syahid dan lima lainnya, termasuk dua wanita, terluka dalam serangan pesawat tak berawak Israel di kamp pengungsi al-Bureij. Korban luka tambahan dilaporkan dari kamp Nuseirat dan daerah Netzarim.

Sementara itu, dua nelayan syahid akibat tembakan angkatan laut Israel di lepas pantai Khan Younis. Di lingkungan Al-Sabra Kota Gaza, pasukan Israel meledakkan robot-robot jebakan, sehingga menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

Sejak Israel melancarkan perangnya di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 65.344 warga Palestina, mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, telah terbunuh, dan lebih dari 166.795 orang dilaporkan terluka. Ribuan orang juga dikhawatirkan hilang di bawah reruntuhan rumah, bangunan, atau jalan, karena serangan udara Israel dan kehancuran besar-besaran terus menghambat upaya ambulans dan kru penyelamat.

Sementara di Tepi Barat, pertempuran pecah di kamp pengungsi Arroub, utara Hebron, setelah serangan Israel. Kamp tersebut terletak antara Betlehem dan Hebron di wilayah selatan Tepi Barat yang diduduki, di mana menara pengawas militer Israel berdiri tepat di luar kamp.

Arroub adalah salah satu kamp yang paling sering menjadi sasaran di Tepi Barat yang diduduki, dimana penduduknya sering menjadi sasaran penangkapan Israel, gas air mata, bom suara, dan peluru tajam, menurut PBB.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pengungsi dari Kota Gaza, Kelaparan dan Terancam Bom Israel

Israel menggunakan robot berpeledak untuk hancurkan Kota Gaza.

SELENGKAPNYA

Warga Kota Gaza Kian Terdesak Pergerakan Pasukan Penjajah

Tank-tank Israel terus mendesak warga Kota Gaza.

SELENGKAPNYA

Nelangsa Mereka yang Terusir di Gaza

Serangan darat Israel makin gencar ke Kota Gaza.

SELENGKAPNYA