
Ekonomi
Perjalanan Kota Padang Menuju Nol Sampah
Program dimulai dengan edukasi mengenai pemilahan sampah.
JAKARTA -- Kota Padang setiap hari menghasilkan lebih dari 640 ton sampah. Sebagian besar dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), sebagian kecil didaur ulang, dan sisanya berakhir di sungai, drainase, hingga pantai. Dengan jumlah penduduk lebih dari 900 ribu jiwa, tantangan pengelolaan sampah kian kompleks.
Selama ini, pola dominan masih kumpul-angkut-buang. Sampah bercampur tanpa pemilahan lalu dikirim ke TPA. Kondisi itu membuat Padang menjadi salah satu titik krusial dalam target nasional 100 persen pengelolaan sampah perkotaan sebagaimana diamanatkan RPJMN 2020–2024 dan Perpres No 97/2017 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.
Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP) hadir di Kota Padang bukan hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membenahi layanan dari hulu hingga hilir. Program ini berjalan di atas lima pilar, yaitu penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS), penguatan regulasi daerah, peningkatan peran masyarakat, penguatan kelembagaan, dan dukungan pendanaan fasilitas pengolahan berteknologi tinggi.
Wali Kota Padang Fadly Amran menegaskan masyarakat perlu berperan aktif. “Ke depan, masyarakat harus terus memilah sampah dari rumah. Kota ini tidak akan pernah bersih kalau masyarakat tidak terlibat langsung,” kata Fadly dalam siaran pers ISWMP, Rabu (17/9/2025).
Melalui paket Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM), ISWMP mendorong perubahan perilaku di tingkat rumah tangga. RW 02 Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah, dipilih sebagai proyek percontohan pertama. Dengan 250 KK atau sekitar 1.000 jiwa, kawasan ini menjadi titik awal uji coba sistem pilah sampah berbasis warga selama November 2024 hingga Januari 2025.
Edukasi
Program dimulai dengan edukasi mengenai pemilahan sampah organik, anorganik, dan residu. Warga memanfaatkan ember bekas sebagai wadah sederhana, lalu lima unit komposter dibagikan ke rumah tokoh RW dan RT. Kesepakatan teknis dibuat agar sampah organik dapat diolah bersama, sebagian untuk ternak, sedangkan sampah anorganik dijual ke pemulung lokal.
Sebelum ada program ini, warga RW 02 terbiasa membuang sampah tercampur begitu saja. Namun setelah tiga bulan pendampingan, 22 persen warga mulai memilah sampah rumah tangga. Angka ini masih di bawah target nasional 30 persen, tetapi menjadi bukti perubahan perilaku bisa dibangun dengan edukasi konsisten, sarana pendukung, dan partisipasi aktif masyarakat.
Bahkan muncul gagasan mendirikan rumah maggot sebagai solusi jangka panjang. Usulan dari koperasi masjid RW 02 ini diharapkan menjadi unit usaha berbasis lingkungan sekaligus menambah pendapatan warga.
Kendala tetap muncul, mulai dari rendahnya kesadaran warga hingga sistem pengangkutan sampah yang belum sepenuhnya mendukung pemilahan. Keterbatasan kader edukasi juga membuat jangkauan program terbatas.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menambah jumlah kader, memperkuat kolaborasi dengan pemulung dan bank sampah, serta menyiapkan regulasi lokal berupa insentif bagi warga yang disiplin memilah sampah.

Dari Satu RW ke 16 Kelurahan
Pilot project RW 02 menjadi titik awal. PPAM Kota Padang menargetkan replikasi di 16 kelurahan prioritas, melibatkan lintas sektor termasuk Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Target akhirnya, 20 persen masyarakat Padang aktif memilah sampah dari rumah atau menjadi nasabah bank sampah.
Kepala BPBPK Sumbar, Maria Doeni Isa, menekankan keseriusan persoalan sampah di Padang.
“Setiap harinya Padang menghasilkan rata-rata 643 ton sampah. Sekitar 467 ton masuk ke TPA, sementara 40 ton bahkan tidak terkelola sama sekali dan berakhir mencemari lingkungan. Kondisi ini harus menjadi perhatian bersama,” jelasnya.
Dukungan juga datang melalui festival Mamilah Fest 2025 di Taman Museum Adityawarman, Padang, Sabtu (16/8/2025). Festival bertema “Padang Goes to Zero Waste” menghadirkan pameran, talkshow, penukaran sampah dengan sembako, hingga penandatanganan komitmen bersama.
Maria menegaskan pola lama kumpul-angkut-buang tidak lagi relevan.
“Harus ada inovasi dan partisipasi masyarakat. Tanggung jawab lingkungan ini kita pikul bersama,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang Fadelan Fitra Masta mengatakan, program ISWMP memberikan manfaat nyata bagi Kota Padang, kami kini memiliki dokumen pengelolaan sampah dalam bentuk Perwako.
“Padang Mamilah yang semula hanya di dua kelurahan sekarang sudah direplikasi menjadi 104 kelurahan di Kota Padang dengan dibentuknya Lembaga Pengelola Sampah atau LPS dan bank sampah,” kata Fadelan.
Langkah-langkah awal dari edukasi di RW 02 hingga festival nol sampah menjadi pondasi penting. Masyarakat Padang kini diajak melihat sampah bukan sekadar urusan TPA, tetapi soal kualitas hidup, kesehatan, dan masa depan kota.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.