Santri melintas di depan pintu area makam Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Rabu (18/3/2020). | ANTARA FOTO

Kitab

Membaca Wawasan Gus Dur

Buku ini merupakan cita-cita Gus Dur yang tak kesampaian hingga akhir hidupnya.

 

Oleh HASANUL RIZQA

Ia lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, dengan nama Abdurrahman Addakhil. Barulah ketika dewasa, namanya dikenal luas sebagai KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Presiden keempat Indonesia itu merupakan putra pahlawan nasional KH Abdul Wahid Hasyim sekaligus cucu dari sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari.

Tumbuh besar di lingkungan santri, karakteristik Gus Dur pun terbentuk dengan apik. Sejak kecil, ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini menjadikannya gemar belajar dan membaca buku. Alhasil, wawasannya kian luas, meliputi berbagai bidang kehidupan.

Sebagai tokoh nasional dan bahkan dunia, Gus Dur merangkul siapa saja. Sikap inklusif demikian menunjukkan kedalaman dan kekayaan intelektualitas sang ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) era Orde Baru itu. Banyak karya yang telah ia buat, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun naskah-naskah. Selain itu, banyak pula karya-karya lain yang dibuatkan tanggapan kritisnya oleh Gus Dur.

Buku Sekadar Mendahului berupaya merangkum spektrum pemikiran Gus Dur yang tersebar di banyak karya para tokoh. Buku ini bisa dikatakan unik karena menjadi semacam etalase yang memajang berbagai serpihan pemikiran suami Sinta Nuriyah tersebut.

Gus Dur terlihat memiliki kelebihan dalam memberikan kata pengantar di tiap buku yang disodorkan kepadanya. Kalam pembuka yang dibuatnya begitu tajam dan komprehensif dalam menyinggung topik yang dibicarakan buku tersebut. Ngatawi al-Zastrow, yang pernah menjadi asisten pribadi Gus Dur mengungkapkan kesaksiannya. Menurut dia, Gus Dur tak pernah membaca tuntas setiap buku yang akan diberi kata pengantar. Biasanya, buku itu hanya dibaca pada bagian daftar isi dan bab-bab tertentu yang dianggapnya penting. Dari sini, ia dapat membayangkan konstruksi pemikiran yang tertuang dalam buku tersebut.

Anehnya, lanjut mantan ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU itu, apa yang ditulis oleh Gus Dur dalam kata pengantarnya benar-benar mencerminkan isi buku tersebut secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan, betapa luas khazanah keilmuan Gus Dur. Bidang yang diminatinya tak hanya keagamaan (Islam), melainkan begitu luas, yakni mencakup kebudayaan, politik, dan bahkan ekonomi. Ketajaman perspektif yang dipakainya dalam membuat setiap kata pengantar kadang kala lebih tajam daripada isi buku itu sendiri.

Buku Sekadar Mendahului merangkum sejumlah kata pengantar buatan Gus Dur untuk banyak buku terbitan 1980-an hingga dekade awal abad ke-21. Di antaranya adalah: Mati Ketawa Cara Rusia (1986), Kang Sejo Melihat Tuhan (1993), dan Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak(1986). Berikutnya, buku-buku Aku Bangga Menjadi Anak PKI (2002), Demokrasi Tanpa Kekerasan: Kerangka Konseptual untuk Pembebasan (1997), A Celebration of Democracy (2006), Ilusi Negara Islam (2009), dan Keberanian Bernama Munir (2007). Buku lainnya adalah Moralitas Politik PKB (2005), Muhammad SAW dan Karl Marx: Tentang Masyarakat Tanpa Kelas (2008), dan Setahun Bersama Gus Dur: Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit (2010). Ada pula beberapa biografi, seperti Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan (1993), dan KH Muntaha al-Hafizh: Pecinta Alquran Sepanjang Hayat (2010).

Dihimpunnya berbagai kata pengantar dalam banyak buku merupakan permintaan Gus Dur sendiri. Seperti diceritakan Tri Agus S dan Marto Art, suatu hari dalam diskusi pekanann di Forum Demokrasi (Fordem), Gus Dur mengungkapkan keinginannya. Di hadapan sejumlah kawan-kawan aktivis, antara lain Marsilam Simanjuntak (Bang Silam), Rocky Gerung, Rachman Tolleng, dan Bondan Gunawan, Gus Dur berkata, "Saya akan membuat buku berjudul Sekadar Mendahului."

"Buku tentang apa itu, Gus?" tanya Bang Silam kepada ketua Fordem itu.

"Itu buku kumpulan kata pengantar buku saya untuk buku orang lain dari berbagai topik dan kajian," jawab Gus Dur sembari terkekeh.

 
Itu buku kumpulan kata pengantar buku saya untuk buku orang lain dari berbagai topik dan kajian.
Gus Dur
 

Percakapan itu terjadi sebelum Gus Dur menjadi orang nomor satu di Indonesia. Alhasil, berbagai kesibukan membuat keinginannya itu selalu tertunda. Sayangnya, hingga akhir hayatnya pun niat itu tak kunjung terlaksana. Menurut catatan Tri Agus dan Marto, ada puluhan buku yang diberi kalam pembuka oleh Gus Dur. Jumlahnya mendekati 40 judul.

"Semestinya buku ini (Sekadar Mendahului) sudah terbit di kala Gus Dur sudah tidak menjadi presiden RI namun tetap aktif di tengah masyarakat. Beberapa pihak telah mencoba untuk menerbitkannya, namun entah mengapa cita-cita Gus Dur itu selalu tertunda," demikian kesaksian Tri dan Marto.

Maka dari itu, para sahabat Gus Dur, termasuk dari kalangan generasi muda, berupaya mengumpulkan buku-buku yang dikatapengantari Gus Dur. Rentang waktu penerbitan buku-buku itu cukup panjang, antara tahun 1986 dan 2010. Dengan berbagai tantangan dan kendala, akhirnya buku itu pun berhasil disusun dan naik cetak.

"Alhasil, kami (hanya) mampu mengumpulkan sekitar 25 buku. Ada beberapa buku yang belum kami dapatkan namun akan terlengkapi dalam edisi revisi nanti," kata Tri.

 

Dari seluruh kata pengantar karya Gus Dur yang berhasil dikumpulkan, para penyunting lantas memilahnya menjadi beberapa bagian. Yakni, buku-buku yang berkaitan dengan humor dan budaya. Selanjutnya, yang berkenaan dengan dunia politik, hubungan antara NU dan Gus Dur, keagamaan dan pluralisme, hingga buku biografi. Pemilahan ini sekaligus membuktikan, betapa luasnya cakrawala berpikir ulama-cendekiawan-budayawan yang wafat pada 30 Desember 2009 tersebut. Hal yang sama juga membuktikan, Gus Dur di sepanjang hayatnya bergaul dengan banyak kalangan, tanpa pandang agama atau status sosial.

Sebagai contoh, dapat dilihat dari kata pengantarnya untuk buku karya Julius Pour, Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan (1993). Gus Dur menuliskan kesan dan pengalamannya saat bertemu sang jenderal yang amat disegani pada zaman Orde Baru itu.

"[Leonardus Benny Moerdani] bukanlah tipe pejabat atau pemimpin yang begitu bertemu orang terus berbicara melantur kian kemari atau membentangkan pendirian sendiri, tanpa ingin mengetahui apa yang dipikirkan lawan bicaranya. Dalam kerangka pengenalan watak LB Moerdani yang seperti itu dalam berkomunikasi dengan orang lain," kata Gus Dur, "saya melihat bahwa lingkup pembicaraan dengannya selalu dapat mencakup aneka ragam masalah [...] Saya pernah ngobrol dengannya selama berjam-jam, tentang novel-novel spionase (spy novels)."

Selanjutnya, Gus Dur mengambil kesimpulan, sosok yang lama berkecimpung dalam dunia intelijen itu termasuk orang yang gemar membaca. Bagi Gus Dur, kegemaran sang jenderal sebenarnya tidak berlaku umum di kalangan perwira ABRI dan pejabat kita. Sebab, dalam pandangannya, para pejabat lebih suka menghabiskan waktu luang untuk bermain golf dan jenis-jenis olah raga lainnya.

 
Gus Dur di sepanjang hayatnya bergaul dengan banyak kalangan, tanpa pandang agama atau status sosial.
 
Saat membahas agama, Gus Dur juga meletakkan perspektifnya mengenai pentingnya menghargai kemajemukan. Hal ini tampak dalam kata pengantarnya untuk buku suntingan Nurcholis Madjid dkk, Islam Universal.

Gus Dur menulis: "Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kosmopolitanisme peradaban Islam tercapai atau berada pada titik optimal, manakala tercapai keseimbangan antara kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berpikir semua warga masyarakat (termasuk mereka yang non-Muslim). Kosmopolitanisme seperti itu adalah kosmopolitanisme yang kreatif, karena di dalamnya warga masyarakat mengambil inisiatif untuk mencari wawasan terjauh dari keharusan berpegang pada kebenaran."

Secara keseluruhan, buku Sekadar Mendahului patut dibaca untuk menyelami alam pemikiran sang guru bangsa. Pada akhirnya, mengarungi luasnya cakrawala Gus Dur berarti juga menjelajahi kemajemukan ilmu dan ilmuwan. Dalam berbagai kata pengantarnya, Gus Dur sendiri memberikan penghargaan kepada para peneliti beserta karya-karya mereka. Di antaranya termasuk yang berasal dari kalangan non-Muslim tetapi meneliti dengan tekun aspek keislaman.

 

photo
Buku Gus Dur - (Islam Digest 12 April 2020)

 

DATA BUKU

Judul: Sekadar Mendahului: Bunga Rampai Kata Pengantar

Penulis: KH Abdurrahman Wahid

Penyunting: Tri Agus S Siswowiharjo dan Marto Art

Tahun: 2011

Penerbit: Nuansa

Tebal: 343 halaman

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat