
Internasional
Israel Dibanjiri Ancaman Selepas Membunuh Enam Jurnalis di Gaza
Serangan Israel ke RS Nasser disebut kejahatan perang berlapis.
GAZA – Kecaman mengalir atas tindakan Israel membunuh total enam wartawan dalam sehari di Jalur Gaza, Senin. Pembunuhan-pembunuhan biadab itu menjadikan hari kemarin yang paling mematikan bagi jurnalis sepanjang sejarah.
Francesca Albanese, pelapor PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, mengatakan kamera Mariam Dagga yang terbunuh dalam serangan Israel terhadap Rumah Sakit Nasser “harus dipamerkan suatu hari nanti” dalam sebuah peringatan bagi para korban genosida di Gaza.
“Memalukan bagi semua jurnalis yang tidak bersuara menentang pembantaian rekan-rekan Palestina mereka yang pemberani saat mendokumentasikan genosida tersebut,” tulis Albanese dalam postingan media sosialnya.
Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengatakan akuntabilitas atas insiden seperti pembunuhan jurnalis di Gaza membutuhkan waktu, dan menegaskan bahwa Sekjen PBB tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan internasional tanpa mandat legislatif yang tepat.

"Tetapi perlu ada akuntabilitas. Kami sekali lagi menyerukan Israel untuk bekerja sama dengan berbagai mekanisme yang ada dan telah dibentuk oleh berbagai badan untuk menunjukkan bahwa mereka bisa transparan," kata Dujarric kepada wartawan.
Ia menyoroti bahwa Resolusi 2222 Dewan Keamanan PBB menyerukan perlindungan jurnalis dan fasilitas media sebagai bagian dari infrastruktur sipil yang perlu dihormati.
Dia mengatakan Guterres “akan mendukung inisiatif apa pun yang akan membantu mengakhiri konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan serta pembebasan semua tawanan di Gaza”.
Dujarric juga meminta Israel untuk menghentikan serangan militernya yang meluas di Gaza karena pihaknya berencana merebut Kota Gaza. “Kami sudah sangat jelas mengenai potensi kengerian yang dapat ditimbulkan oleh serangan militer baru di Kota Gaza terhadap warga Palestina yang mencari keselamatan di sana,” katanya. “Tidak ada tempat yang aman di Gaza.”

Reporters Without Borders (RSF) mengecam pembunuhan terbaru yang dilakukan Israel terhadap jurnalis. Mereka mengatakan bahwa informasi yang mereka peroleh menunjukkan “semuanya sengaja dijadikan sasaran”.
“RSF sekali lagi menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri pembantaian jurnalis ini,” kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan. Direktur Jenderal RSF Thibaut Bruttin mengatakan tentara Israel terlibat dalam “upaya bertahap untuk menghilangkan informasi yang datang dari Gaza” yang bertentangan dengan hukum kemanusiaan internasional.
Bruttin mengatakan Dewan Keamanan PBB perlu memastikan bahwa “langkah-langkah nyata diambil untuk mengakhiri impunitas atas kejahatan terhadap jurnalis, melindungi jurnalis Palestina, dan membuka akses ke Jalur Gaza bagi semua jurnalis”.
Jeremy Scahill, salah satu pendiri Drop Site News, mengatakan Gaza sedang mengalami perang pemusnahan informasi.
“Israel sedang mencoba untuk secara sistematis membunuh para saksi tindakan genosida, pembakaran anak-anak hidup-hidup di tenda, kelaparan paksa dan pemboman besar-besaran di seluruh kota, meratakan mereka dengan tanah,” katanya kepada Al Jazeera dari Zadar di Kroasia.
Lihat postingan ini di Instagram
Scahill mengatakan serangan “ganda” yang digunakan oleh Israel untuk membunuh para jurnalis di Rumah Sakit Nasser dipelopori oleh AS selama “perang melawan teror” yang terkenal. Metodenya, serangan pesawat tak berawak awal akan diikuti oleh serangan lain untuk membunuh mereka yang mencoba membantu para korban.
Dia mengatakan organisasi-organisasi berita Barat juga berkontribusi terhadap “dehumanisasi secara sistematis” warga Palestina sejak awal perang, dan “berfungsi sebagai penyalur kebohongan rezim Israel yang bermaksud menghapuskan warga Palestina dari peta”.
Sebagai gambaran brutalnya serangan kemarin, Kementerian Luar Negeri Jerman yang biasanya merupakan sekutu kental Israel menyerukan penyelidikan atas serangan di Rumah Sakit Nasser. Dalam sebuah pernyataan di X, kementerian tersebut mengatakan bahwa pekerjaan jurnalis “sangat diperlukan untuk menggambarkan realitas yang menghancurkan” dari perang di Gaza.
“Kami telah berulang kali meminta pemerintah Israel untuk memberikan akses kepada para profesional media dan memberikan perlindungan kepada jurnalis yang beroperasi di Gaza,” tambah kementerian tersebut.
Duta Besar Jerman untuk Israel, Steffen Seibert, menulis bahwa ini adalah “hari kesedihan yang mendalam”. "Kami terkejut dengan pembunuhan jurnalis, petugas pertolongan pertama, dan warga sipil lainnya dalam serangan Israel terhadap Rumah Sakit Nasser. Kementerian Luar Negeri kami menuntut penyelidikan dan akses bagi media internasional ke Gaza untuk menunjukkan realitas perang," tulisnya.

Bahkan Presiden AS Donald Trump menyampaikan kengeriannya atas laporan penyerangan tersebut. “Kapan ini terjadi?” Saya tidak mengetahuinya. Yah, saya tidak senang dengan hal itu. Saya tidak ingin melihatnya. Pada saat yang sama, kita harus mengakhiri seluruh mimpi buruk itu."
Kantor berita WAFA melansir, pembunuhan terkini dilakukan Israel pada Senin malam terhadap koresponden Al-Hayat Al-Jadida, Hasan Dohan, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan. Pemboman Israel menargetkan tenda yang melindungi para pengungsi di kota, menewaskan Dohan.
Sebelumnya, pesawat tempur Israel menyerang Kompleks Medis Nasser di Khan Yunis, menyebabkan 19 orang, termasuk lima jurnalis dan personel media, serta melukai puluhan lainnya.
Personel media tersebut diidentifikasi sebagai jurnalis Middle East Eye Mohammed Salama dan Ahmed Abu Aziz, fotografer Associated Press Mariam Dagga, jurnalis foto kantor berita Reuters Hussam al-Masri, dan reporter lepas Moaz Abu Taha.
Dalam serangan ke Nasser, militer Israel mula-mula mengebom lantai empat rumah sakit tersebut. Saat petugas penyelamat serta para wartawan menyambangi lokasi pengeboman untuk menolong para korban, rudal lain diluncurkan yang langsung membunuh mereka.
Sabre al-Asmar, seorang dokter di unit perawatan intensif Rumah Sakit Nasser yang menyaksikan serangan pagi ini, mengatakan bahwa anggota staf terus membantu warga Palestina yang terluka dengan sedikit persediaan yang mereka miliki ketika serangan udara mengguncang fasilitas tersebut.
“Pasien ketakutan, dan segalanya tampak gelap… kami memanggil [tim] Pertahanan Sipil untuk pergi ke tempat yang menjadi sasaran dan kemudian serangan udara besar lainnya terjadi,” kata al-Asmar kepada Al Jazeera.
"Kami masih belum bisa memahami apa yang terjadi sekarang atau selanjutnya. Situasinya mengerikan. Kami melihat banyak mayat di mana-mana... mereka [pasukan Israel] menargetkan lantai di mana ruang operasi berada."
Serangan di Kompleks Media Naser tersebut, merujuk analisis the Guardian, adalah kejahatan perang berlapis. Serangan tersebut menargetkan bangunan sipil, khususnya rumah sakit, dalam serangan ganda yang menewaskan warga sipil, termasuk pekerja penyelamat dan jurnalis. Semua kategori yang harus dilindungi berdasarkan hukum internasional.
Meskipun pasukan penjajahan Israel, yang telah membunuh sekitar 200 jurnalis dalam perang Gaza, segera berusaha untuk menyatakan bahwa pembunuhan warga sipil adalah sebuah kesalahan, kenyataannya adalah bahwa hal tersebut tampaknya merupakan kebijakan dan bukan sebuah kesalahan.
Israel secara sepihak mengakhiri perjanjian gencatan senjata Gaza dan melanjutkan agresinya di Jalur Gaza pada hari Selasa, 18 Maret, melakukan gelombang serangan udara berdarah di seluruh Jalur Gaza dan menewaskan sedikitnya 10.900 orang dan 46.218 lainnya terluka, menurut sumber medis.
Dalam 24 jam terakhir, 58 jenazah warga Palestina yang terbunuh dan 308 korban dirawat di rumah sakit Gaza. Israel telah melancarkan serangan militer di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menewaskan 62.744 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai 158.259 lainnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Jurnalis Kembali Berguguran di Gaza
Sedikitnya 240 orang wartawan meninggal dunia akibat genosida Israel.
SELENGKAPNYAKelaparan Buatan Israel di Gaza Renggut 300 Jiwa
11 meninggal sehari semalam akibat kekurangan gizi di Gaza.
SELENGKAPNYA