|

Kabar Utama

Kala Iblis Menolong Sahabat Rasulullah

Iblis tak akan pernah berhenti untuk menggoda dan menyesatkan manusia, termasuk sahabat Rasulullah

 

 

Abdullah bin Ummi Maktum merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang mulia. Ia menyandang disabilitas. Kedua matanya tak berfungsi sehingga ia tak bisa melihat.

Suatu kali, Abdullah mengikuti kajian Rasulullah SAW di masjid sebagaimana biasa. Rasul SAW menyampaikan tentang kewajiban setiap Muslim yang mendengarkan azan untuk segera menunaikan shalat di masjid.

Karena kondisi fisiknya, Abdullah memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah SAW, apakah saya juga diwajibkan kendati saya tidak bisa melihat?” tanya dia.

Rasul menjawab, “Apakah engkau mendengar seruan azan?”

“Ya, saya mendengarnya.”

Maka, Rasul SAW pun memerintahkannya agar tetap pergi ke masjid meskipun sambil merangkak.

Dengan penuh keimanan, setiap azan berkumandang dan waktu shalat tiba, Abdullah pun selalu bergegas pergi ke masjid untuk bisa berjamaah dengan Rasulullah SAW.

Suatu ketika, waktu Subuh, azan dikumandangkan dari masjid. Ibnu Ummi Maktum pun bergegas ke tempat ibadah itu. Namun, di tengah jalan, kakinya tersandung batu hingga mengeluarkan darah. Betapapun begitu, tekadnya sudah bulat untuk tetap melangkahkan kaki ke masjid.

Subuh keesokan harinya, seorang pemuda menghampirinya dengan maksud untuk menolongnya. Abdullah bin Ummi Maktum pun dituntun oleh pemuda itu dalam perjalanan menuju masjid.

Demikianlah, selama berhari-hari, sang pemuda selalu mengantarnya ke masjid. Ibnu Ummi Maktum pun ingin sekali membalas kebaikannya.

“Wahai saudaraku, siapakah gerangan namamu? Aku mengetahui namamu agar bisa mendoakanmu kepada Allah,” ujarnya.

“Apa untungnya bagi Anda mengetahui namaku dan aku tak mau engkau doakan,” jawab sang pemuda.

“Jika demikian,” kata Abdullah sembari memegang tangan pemuda itu, “Cukup sampai di sini saja engkau membantuku. Aku tak mau engkau menolongku lagi karena engkau tak mau didoakan.”

Akhirnya, sang pemuda pun memperkenalkan diri. “Wahai Ibnu Ummi Maktum, ketahuilah sesungguhnya aku adalah iblis.”

Abdullah tersentak. “Kalau engkau memang iblis, mengapa menolongku dan selalu mengantarkanku ke masjid? Bukankah semestinya engkau mencegahku agar tidak ke masjid?” tanya Ibnu Ummi Maktum lagi.

Sang pemuda kemudian membuka rahasia atas pertolongannya selama ini.

“Wahai Ibnu Ummi Maktum, masih ingatkah engkau beberapa hari yang lalu tatkala engkau hendak ke masjid dan engkau tersandung batu? Aku tidak ingin hal itu terulang lagi. Sebab, lantaran engkau terjatuh, Allah telah mengampuni dosamu yang separuh. Aku takut kalau engkau tersandung lagi, Allah akan menghapuskan dosamu yang separuhnya lagi sehingga terhapuslah dosamu seluruhnya. Maka, sia-sialah kami setan menggodamu selama ini,” jawab iblis tersebut.

Kisah di atas menggambarkan kepada kita bahwa sesungguhnya iblis tak akan pernah berhenti untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Dalam hal yang baik pun, iblis selalu berusaha untuk membelokkan orang yang beriman ke arah yang dimurkai Allah.

Sebab turunnya wahyu

 

Di Masjid Nabawi, Abdullah bin Ummi Maktum adalah pengumandang azan—selain Bilal bin Rabah. Nama sahabat Nabi SAW tersebut juga dikenang terkait kisah asbabun nuzul surah ‘Abasa, yakni sebagai berikut.

Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang menerima para pemuka Quraisy. Tiba-tiba, Abdullah muncul dan minta izin untuk menanyakan suatu hal kepada beliau. Namun, Rasul sempat tak menghiraukannya karena sibuk berbicara dengan beberapa tokoh Quraisy.

Selesai berunding dengan para Quraisy itu, Rasulullah SAW kemudian bersiap untuk pulang. Namun, mendadak beliau merasa kesakitan. Saat itulah, wahyu Allah turun, yakni surah 'Abasa ayat 1 sampai 16.

Artinya, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan diri nya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.”

Setelah itu, Nabi Muhammad SAW lalu memanggil Abdullah bin Ummi Maktum. Beliau menerangkan tentang turunnya wahyu itu, lalu mengajarkan kepada Ibnu Ummi Maktum hal-hal yang tadi ingin ditanyakan lelaki tunanetra itu.

Sejak hari itu, Nabi SAW kian memuliakan sang muazin. Untuk pertama kalinya, Abdullah ditunjuk sebagai wakil beliau di Madinah. Abdullah pun menerima amanah ini dengan gembira sekaligus tanggung jawab.

Suatu ketika, ia menyampaikan keinginan untuk ikut berjihad. Para sahabat pun menyambut baik. Namun, kemudian turun wahyu, yakni surah an-Nisa ayat 95.

Artinya, “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang).” Mengetahui dirinya tak bisa ikut berperang, Abdullah merasa sedih. Lantas ia berkata, “Apakah ada keringanan untukku?" Maka, turunlah ayat lanjutannya, “Selain yang mempunyai uzur.”

Amat kuatlah tekad Abdullah untuk ikut berjihad fii sabilillah. Dirinya berulang kali menyampaikan keinginannya tersebut. Akhirnya, pada Perang Qadisiyah, Rasul SAW mengizinkannya turut serta. Sejarah Isalm mencatatnya sebagai Muslim tunanetra pertama yang turut dalam peperangan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat