Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly' | ANTARA FOTO

Nasional

Batalkan Usul Pembebasan Koruptor

Rencana pembebasan koruptor dinilai akal-akalan Menkumham.

 

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mempertimbangkan kembali rencana memasukan narapidana kasus korupsi dalam program asimilasi dan hak integrasi. Yasonna sebelumnya ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 agar napi kasus korupsi, narkotika, dan pidana khusus ikut dibebaskan melalui proram pencegahan penularan virus korona atau Covid-19.

"Perubahan sebuah aturan semestinya dikaji secara matang dan sitematis terlebih dahulu," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis (2/4).

Menurut Ali, pihaknya belum dimintai pendapat oleh Kemenkumham terkait rencana revisi PP tersebut. Padahal, KPK yang sejak awal, mulai dari proses penyidikan hingga penuntutan, bersusah payah mengadili dan membuktikan perbuatan korupsi para pelaku koruptor.

Saat ini, Kemenkumham telah memutuskan pembebasan bersyarat 30 ribu napi melalui asimilasi dan hak integrasi. Mereka akan dibebaskan secara bertahap hingga 7 April mendatang. Dalam rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR pada Rabu (1/4), Yasonna mengatakan, bisa membebaskan hingga 50 ribu napi, termasuk 300 napi kasus korupsi berumur 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa hukumannya, jika tidak terganjal PP 99/2012. Karena itu, Yasonna akan mengusulkan revisi PP tersebut dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo. "Jadi, kami akan laporkan ini ke ratas nanti agar revisi ini sebagai tindakan emergency bisa dilakukan," ujar Yasonna.

photo
Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung menyemprotkan cairan disinfektan di area musala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A H Nasution, Kota Bandung, Senin (23/3). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyambut positif usulan Yasonna yang disebutnya adaptif terhadap wabah Covid-19 mengingat kapasitas pemasyaratan kita telah lebih dari 300 persen. Namun, kata dia, perubahan PP tersebut jangan sampai mengabaikan keadilan bagi warga binaan yang lain. "Bukan mendukung atau tidak, ini memahami dan respons terhadap penularan virus Covid-19. Bagaimanapun kita tetap harus mempertimbangkan nilai kemanusiaan bagi narapidana," kata dia.

Usulan Yasonna tersebut juga disambut baik oleh para politisi. Politikus PDI Perjuangan, Herman Hery, mendukung rencana Yasonna, asal tetap mempertimbangkan aspek keadilan dan tujuan pemidanaan itu sendiri. "Yang dibebaskan fokus kepada warga binaan berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa hukuman. Jadi semua napi dengan tindak pidana apa pun, asal memenuhi syarat tersebut bisa dibebaskan,? ujar Ketua Komisi III DPR tersebut.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto juga menilai wajar bila Yasonna harus mengambil kebijakan khusus dalam penanggulangan penyebaran Covid-19. Menurut dia, Komisi Hukum DPR itu pun sudah memberikan masukan kepada Kemenkumham agar kebijakan tersebut nantinya dapat dilakukan dengan benar. "Mestinya dilakukan tanpa ada diskriminasi, mengingat virus Covid-19 berpotensi menjangkiti siapa saja tanpa diskriminatif," kata Didik.

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Ahmad Sahroni juga setuju. Sebab, hingga 2019, jumlah lapas dan rutan di seluruh Indonesia mencapai 528 dengan kapasitas 130.512 orang. Namun, jumlah penghuninya sebanyak 269.846 orang sehingga overcrowded sebanyak 107 persen. "Saya dengan itu setuju untuk pencegahan daripada wabah Covid-19 ini," ujar dia.

Akal-akalan

Berbeda dengan politikus, para pegiat antikorupsi bereaksi minor. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, usulan Yasonna itu agar memuluskan keinginan bebas para napi korupsi. ICW dan YLBHI menilai, wacana korona hanya akal-akalan karena bukan hal yang baru diungkapkan Yasonna. Dalam catatan ICW, setidaknya untuk kurun waktu 2015-2019, Yasonna telah empat kali melontarkan keinginan merevisi PP 99/2012.

"Isu yang dibawa selalu sama, yakni ingin mempermudah pelaku korupsi ketika menjalani masa hukuman. Padahal, PP 99/2012 diyakini banyak pihak sebagai aturan yang progresif untuk memaksimalkan pemberian efek jera bagi pelaku korupsi," kata peneliti ICW, Donal Fariz, di Jakarta, kemarin.

photo
Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung menyemprotkan cairan disinfektan di salah satu mobil ambulans di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A H Nasution, Kota Bandung, Senin (23/3). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Ketua Bidang Advokasi YLBHI M Isnur menegaskan, kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara, korupsi juga merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. ?Untuk itu, mempermudah narapidana korupsi untuk terbebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat,? ujarnya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rahman juga mengkritik usulan tersebut. Mengeluarkan para narapidana korupsi tidak memberi dampak yang signifikan bagi masalah lapas. "Kenapa? Jumlah napi tipikor itu sangat sedikit dibandingkan keseluruhan jumlah warga binaan di lapas seluruh Indonesia," ujar Zaenur, Kamis (2/4).

Sedangkan korupsi bersama kejahatan terorisme dan narkotika, khususnya bandar, itu menjadi kejahatan serius. "Tidak tepat jika mereka dikeluarkan dalam situasi Covid-19 ini," ucapnya. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat