
Nasional
Muhammadiyah Wujudkan Harapan Masyarakat Mnelabesa
MPM PP Muhammadiyah sukses jalankan pemberdayaan di salah satu daerah terpencil NTT.
TIMOR TENGAH SELATAN -- Sinar matahari terasa terik ketika rombongan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat (MPM PP) Muhammadiyah tiba di Kampung Mnelabesa pada Sabtu (7/12/2024) pagi. Debu menguar ke udara, menambah kesan tanah gersang.
Berbeda dengan Kupang, yakni titik keberangkatan kami, Neto Mnelabesa---demikian penduduk setempat menyebutnya---seolah-olah tidak pernah tersentuh air hujan.
Secara administratif, Kampung Mnelabesa berada di Desa Tli'u, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Perlu waktu lima jam dengan kendaraan roda empat untuk mencapai kampung ini dari ibu kota provinsi tersebut.
Ketua MPM PP Muhammadiyah Dr Nurul Yamin bercerita, dahulu ketika timnya pertama kali memasuki Kampung Mnelabesa pada tahun 2013, jalan yang dilalui mobil kami belumlah ada. Akses yang tersedia hanya berupa jalan berbatu.
Bahkan, lanjut dia, aliran listrik pun nihil. Alhasil, seratusan kepala keluarga (KK) di Kampung Mnelabesa hanya mengandalkan lentera atau obor untuk penerangan pada malam hari.
"Dulu, kami menemukan Masjid Miftahul Jannah ini (masjid di Kampung Mnelabesa) karena melihat dari kejauhan ada obor menyala di tengah kegelapan malam," ujar Nurul Yamin mengenang momen silam.

Begitu berhenti di halaman Masjid Miftahul Jannah, mobil tim MPM PP Muhammadiyah langsung dihampiri sejumlah warga. Wajah mereka tampak berseri-seri.
Rombongan yang beberapa hari lalu menghadiri Sidang Tanwir Muhammadiyah 2024 di Universitas Muhammadiyah (UM) Kupang tersebut juga disambut hangat aparat desa dan tokoh setempat. Beberapa anak mengalungkan kain tenun khas Kabupaten TTS kepada Nurul Yamin dan rekan-rekan. Penampilan tari tradisional kian melengkapi penerimaan yang ramah dari masyarakat lokal ini.
'Air zamzam'
MPM PP Muhammadiyah mulai menjalankan pemberdayaan sosial untuk masyarakat Desa Tli'u, termasuk penduduk Kampung Mnelabesa pada 2013. Ada sejumlah program yang berjalan sejak saat itu.
Bekerja sama dengan pihak Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan UM Kupang, MPM Muhammadiyah mengerahkan puluhan mahasiswa untuk kuliah kerja nyata (KKN) di sana. Menurut Yamin, sejumlah KKN yang sudah dilakukan itu perlahan namun pasti menimbulkan perubahan.
Akses jalan yang tadinya terbatas, mulai diwujudkan dengan lebih baik. Pemerintah kabupaten setempat juga membangun jalan beraspal meskipun kualitasnya jangan disamakan dengan yang ada di kota-kota besar NTT.

Semula, Yamin menuturkan, akses air bersih merupakan problem besar di Kampung Mnelabesa dan Desa Tli'u pada umumnya. Untuk mendapatkan air, dahulu penduduk setempat terpaksa berjalan kaki sejauh 3 km ke sungai terdekat.
Air sungai pun mereka kumpulkan dengan sejumlah jeriken. Setelah terisi penuh, jeriken-jeriken itu mesti mereka pikul sendiri ke rumah masing-masing. Tentu saja, cara ini sangat melelahkan dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau mandi, cuci, dan kakus (MCK) sehari-hari.
Terlebih lagi, sungai yang terdekat dengan Mnelabesa atau Tli'u cenderung surut. Bahkan, sungai ini menjadi kering kerontang bila memasuki musim kemarau.
Hingga tahun 2017, MPM Muhammadiyah menggandeng sejumlah pihak dan pemerintah daerah untuk memetakan sumber-sumber air tanah di sana. Berbagai upaya telah dilakukan, tetapi belum menemukan hasil sesuai harapan.
"Pada akhirnya, Allah pun menunjukkan jalan. Sebagaimana janji Allah dalam Alquran. Siapa yang bersungguh-sungguh di jalan Allah, yakinlah akan pertolongan Allah," ucap Yamin dalam pidatonya.
Pada 2018, seorang warga Desa Tli'u, Muhammad Aminuddin alias Amin (42 tahun) menggali tanah untuk keperluan berkebun. Ia melakukannya dengan sepengetahuan Ahmad Nenoli, tokoh setempat yang juga pemilik tanah kebun itu.

Ketika itu, Amin terkejut karena tanah yang sedang dicangkulnya lama kelamaan basah. Bapak satu orang anak ini kemudian memanggil sang pemilik kebun. Keduanya menemukan, di titik itu ternyata memancar air tanah dengan cukup deras.
Atas penemuan itu, Amin dan Ahmad Nenoli langsung melapor kepada ketua RT, RW dan kepala kampung setempat. Tak lama kemudian, rembuk desa menghubungi pihak MPM Muhammadiyah. Dari sanalah, lahir gagasan untuk mengaliri tiap rumah warga dengan air yang bersumber dari sumur "zamzam" tersebut.
"Proses penemuan sumur air bersih itu pun melalui proses yang sangat panjang dan berliku. Alhamdulillah, air hari ini sudah dekat dan bisa kita nikmati bersama-sama,” ucap Yamin.
Ditemui Republika, Amin tidak menyangkal bahwa penemuan sumur itu bagaikan kisah Hajar menemukan mata air Zamzam. Sebab, tak ada yang memastikan sebelumnya bahwa di titik itulah air bersih akan memancar dengan derasnya.
"Awalnya kampung kami tandus, sangat sulit air. Kalau mau air, harus jalan kaki jauh sekali ke kali," ujar Amin.
"Alhamdulillah, sekarang air su-dekat," imbuhnya.
Dahulu, saat menemukan bahwa tanah yang sedang dicangkulnya basah, ia amat terharu. Amin bersama-sama dengan sejumlah warga lainnya kemudian bahu membahu selama sepekan; menggali dan terus menggali.


Yakinlah mereka bahwa sumur "zamzam" itu menghasilkan air tanah yang deras dan berkapasitas besar. Artinya, air ini akan mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk kampung, bukan hanya Ahmad Nenoli dan keluarga---sebagai pemilik sah lahan tersebut.
"Penemuan itu (terjadi) dua hari setelah Idul Fitri tahun 2018," katanya.
Ahmad Nenoli mengaku bersyukur kepada Allah karena kini sudah ada sumber air yang lebih mudah diakses warga kampung Mnelabesa. Ia juga berterima kasih kepada MPM Muhammadiyah yang sudah datang untuk memasang sejumlah mesin pompa dan saluran pipa. Dengan begitu, aliran air sumur kini dapat sampai ke tangki-tangki air di tiap rumah warga.
"Bapak (Ahmad Nenoli) menyatakan dirinya bangga karena titik sumber air untuk kampung ini ketemu di lahannya. Beliau juga ikhlas, banyak orang mengambil manfaat darinya," ujar Amin menerjemahkan perkataan Ahmad Nenoli kepada Republika. Sang pemilik lahan sumur ini, seperti banyak warga sepuh Kampung Mnelabesa, tidak bisa berbahasa Indonesia.
Tim MPM PP Muhammadiyah yang terjun ke lokasi menemukan, debit air sumur itu menghasilkan 5 liter air per detik. Sejak penemuan oleh Amin dan Ahmad Nenoli tersebut, tim dari Persyarikatan lalu merintis pembangunan jaringan pompa dan pipa air dengan menggandeng sejumlah PTMA.
Proyek ini sempat terkendala akibat pandemi Covid-19. Begitu wabah mereda dan pelonggaran diberlakukan pemerintah, pembangunan di Kampung Mnelabesa ini berlanjut lagi.
Kini, penyaluran air "sumur zamzam" di Kampung Mnelabesa dapat melayani hingga 50 KK dan fasilitas-fasilitas umum setempat, termasuk Masjid Miftahul Jannah, SD Muhammadiyah Mnelabesa, panti asuhan Muhammadiyah, dan sejumlah gereja setempat.

Penuh berkah
Menurut Yamin, pengelolaan air ini berbasis masyarakat. Artinya, aparat dan warga Kampung Mnelabesa mengelola "sumur zamzam" secara musyawarah-mufakat, termasuk dalam hal jangka waktu sumur itu dipompa dan pemenuhan kebutuhan bahan bakar (solar). MPM PP Muhammadiyah "hanya" membantu dari segi pengetahuan dan teknologi.
Sumur utama memiliki kedalaman 6 meter. Mesin pompa utama dihidupkan dengan genset berbahan bakar solar sekali tiap dua pekan. Proses pengairan secara keseluruhan membutuhkan waktu seharian penuh.
Dalam 3 jam pertama, air dari sumur utama akan disedot dengan mesin pompa besar untuk mengisi penuh bak penampungan pertama yang berada di dekatnya. Kemudian, usai jeda selama tiga jam, mesin pompa pada bak kedua akan dinyalakan. Air pun mengalir dari bak utama ke ke bak kedua sampai penuh.
Setelah jeda lagi dengan durasi yang sama, air kemudian dipompa untuk mengisi bak ketiga dan seterusnya hingga memenuhi bak keempat.
Jadi, air dari sumur utama secara estafet disalurkan dari satu bak penampungan ke bak penampungan berikutnya selama seharian pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya, aliran air dari keempat bak penampungan akan melalui selang pipa karet hingga sampai kepada tangki-tangki air di rumah masing-masing warga kampung dan fasilitas umum.
Jarak antara titik sumur utama dan permukiman warga kampung cukup jauh; bisa mencapai 1 hingga 2 km. Kontur jalannya juga berbukit-bukit sehingga amat sukar bila ditempuh dengan berjalan kaki.

Yamin mengatakan, MPM PP Muhammadiyah telah mengirimkan bantuan berupa sepeda motor trail untuk memudahkan pekerjaan petugas pompa sumur utama. Belakangan, manfaat kendaraan roda dua tersebut tidak hanya untuk keperluan teknis tiap dua pekan itu.
Kadang kala, warga juga menggunakan sepeda motor trail dari MPM PP Muhammadiyah ini untuk semisal mengantarkan orang ke rumah sakit atau bahkan ibu yang mau melahirkan. Maklum, jarak dari Kampung Mnelabesa ke fasilitas layanan kesehatan yang memadai amat jauh bila ditempuh dengan jalan kaki.
Bukan hanya orang Islam, kaum non-Muslimin pun merasakan manfaat pemberdayaan sosial yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah. Terlebih lagi, dari total 246 KK di Desa Tli'u, sekira 86 persen di antaranya adalah non-Muslim, baik yang beragama Kristen Katolik maupun Protestan.
Republika menyambangi rumah Harlenci Fallo, seorang tokoh gereja di Kampung Mnelabesa, Desa Tli'u. Menurut dia, MPM Muhammadiyah melalui berbagai program pemberdayaan sosial di tempatnya telah menyemai banyak kebajikan.
"Terima kasih, Muhammadiyah. Masyarakat kami sangat terbantu dengan hadirnya program-program (pemberdayaan) Muhammadiyah," ujar ibu satu orang anak itu.

Lawan stunting
Kedatangan Ketua MPM PP Muhammadiyah Nurul Yamin dan rombongan di Kampung Mnelabesa pada Sabtu (7/12/2024) turut meresmikan salah satu program pemberdayaan masyarakat setempat, yakni peternakan ayam kedu. Ia menuturkan, timnya sejak beberapa bulan lalu telah mempelajari lokasi area kampung tersebut yang akan dibangun kawasan peternakan ayam petelur.
Bersama-sama warga setempat, tim tersebut membangun kandang ayam seluas 60 meter persegi. Dengan memanfaatkan bahan kayu dan bambu dari daerah lokal, MPM Muhammadiyah juga mendesain tempat ini agar ideal untuk beternak ayam.
Yamin mengatakan, pihaknya sengaja mendatangkan 50 ekor ayam petelur jenis Kedu. Ini merupakan ras ayam yang unggul untuk dimanfaatkan bukan hanya telurnya, melainkan juga dagingnya. Seluruhnya diharapkan dapat dikembangbiakkan dengan baik dan terukur sehingga peternakan ini akan selalu berkelanjutan.
Sebelumnya, MPM PP Muhammadiyah telah memfasilitasi dua orang pemuda lokal dari daerah ini untuk pergi ke DI Yogyakarta. Selama dua pekan di Kota Gudeg, keduanya belajar langsung dari para ahli tentang tata cara beternak dan berkebun yang baik. Begitu kembali ke Kampung Mnelabesa, mereka dapat mengajarkan pengetahuan yang telah diperoleh kepada orang-orang sekitar.
MPM PP Muhammadiyah juga mendatangkan seratusan bibit chicory ke Mnelabesa. Tanaman sayur dari Selandia Baru ini, begitu dipanen, akan menjadi bahan tambahan untuk pakan unggas di peternakan ayam kedu tersebut. Proses tanam dan tuai chicory tentunya didukung irigasi air dari "sumur zamzam" di kampung tersebut.

"Mengapa kami pilih (program) peternakan ayam petelur? Sebab, dengan jenis ayam ini (ras kedu) terbukti efektif untuk menghasilkan telur dengan gizi omega yang tinggi. Pada akhirnya, konsumsi telur itu akan membantu mengatasi persoalan stunting (kekerdilan) atau kurang gizi pada anak-anak kita di Mnelabesa ini," ujar Yamin.
Ayam ras kedu berbeda dengan jenis ayam petelur lainnya. Bila pada umumnya ayam menghasilkan 21 atau 23 butir telur dalam satu kali siklus masa produksi, ayam kedu dapat bertelur hingga 50 butir dalam satu kurun siklus yang sama.
Dari puluhan telur yang dihasilkan, tidak semuanya dialokasikan untuk konsumsi. Sebagian akan diletakkan ke dalam mesin pengeram, yang didesain oleh tim MPM PP Muhammadiyah. Dari telur-telur yang menetas, anak ayam ras kedu lalu dipelihara dan dikembang-biakkan. Sehingga, jumlah telur yang dapat dihasilkan untuk masa-masa berikutnya dapat lebih banyak lagi.
"Semakin banyak jumlah telur, berarti semakin baik untuk program perbaikan gizi anak-anak di kampung atau desa ini. Jadi, bukan hanya untuk mengatasi stunting, tetapi sudah pada penyediaan makanan bergizi untuk semua (anak)," ujar Yamin.
Pendidikan untuk semua
Kehadiran Muhammadiyah di Kampung Mnelabesa, Desa Tli'u, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten TTS memberikan dampak menyeluruh, yakni mulai dari aspek lingkungan, kesehatan, hingga pendidikan masyarakat. Terbukti, beberapa tahun sejak Persyarikatan hadir di sana, berdirilah Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah.
SD Muhammadiyah Mnelabesa berdiri sejak 2018 di atas lahan sumbangan sejumlah warga setempat. Pihak penyumbang tak hanya berasal dari kalangan Muslimin setempat, melainkan juga non-Muslim. Bahkan, Komite Sekolah pun dipimpin seorang tokoh Kristen, yakni Maksi Sau.
Kepada Republika, Maksi Sau mengungkapkan, sebelum adanya SD Muhammadiyah ini, kebanyakan warga Mnelabesa kesulitan untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Sebab, SD terdekat berada cukup jauh dari kampung tersebut.
"Kami ucapkan terima kasih kepada Muhammadiyah, yang sudah membantu mendirikan SD dekat dari sini. Awalnya (jumlah peserta didik) tujuh orang saja. Kini, sudah ada puluhan murid," ujar Maksi.
Selain itu, Muhammadiyah juga membangun panti asuhan. Letaknya berdekatan dengan SD Muhammadiyah tersebut. Fasilitas untuk menolong anak-anak yatim piatu itu diasuh Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Amanuban Timur, Haji Abdul Qadir.

Saat ini, ada sekira 40 anak yang diasuh oleh panti asuhan tersebut. Mereka bukan hanya dari kalangan yatim atau piatu. Sebagian juga ditinggal orang tua yang bekerja di luar Pulau Timor.
Namun, kini panti asuhan belum memiliki donatur tetap. Karena itu, sebagian besar anak yatim-piatu atau anak terlantar bertempat tinggal dan diasuh sejumlah KK setempat.
Misalnya, keluarga Muhammad Aminuddin---sosok penemu "sumur zamzam"---mengasuh delapan orang anak. Tidak semua mereka Muslim.
Menurut Haji Abdul Qadir, perbedaan agama tidak pernah menjadi soal di sini. Sebab, masyarakat NTT pada umumnya sangat menerapkan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antarumat.
"Anak-anak asuh diberi makan, tempat tinggal, dan juga sekolah. Mereka gratis (tak dipungut biaya saat menempuh pendidikan) di SD Muhammadiyah," ujar Abdul Qadir.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kejutan Raja Faisal yang Sulit Terulang Kembali
Embargo ini kemudian dikenal sebagai kejutan Raja Faisal bin Abdul Aziz.
SELENGKAPNYAKeistimewaan Sujud
Keistimewaan sujud ini yang juga membuat ibadah shalat menjadi istimewa.
SELENGKAPNYAKPU DKI Menangkan Pramono-Rano, Tim RK-Suswono Walkout
Pramono-Rano menyapu semua kemenangan di wilayah administratif DKI.
SELENGKAPNYA