Boneka maskot berbentuk rumah adat Balla Lompoa (rumah besar) beraksi saat peluncuran maskot pilkada Gowa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/2/2020). | ANTARA FOTO

Opini

Opsi Penundaan Pilkada

 

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Indonesia dalam status darurat nasional pandemi korona berdasarkan penetapan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan akan berlangsung hingga 29 Mei 2020.

Semua pihak diminta berupaya mencegah penyebaran wabah Covid-19. Ini tentu bukan perkara enteng. Pemerintah membentuk gugus tugas penanganan Covid-19 yang diikuti imbauan Presiden Joko Widodo agar masyarakat menghindari kerumunan.

Selain itu, meminta mereka lebih mengutamakan bekerja dari rumah. Banyak pemda, misal DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur meliburkan sekolah setidaknya selama 14 hari sejak 16 Maret.

Pada saat yang sama, penyelenggara pemilu juga tengah berjibaku melaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) serentak 2020. Sesuai kerangka waktu tahapan, program, dan jadwal yang telah ditetapkan KPU.

 
Bila tak ada aral melintang, 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota akan ikut dalam perhelatan demokrasi lokal terbesar tahun ini. 270 daerah itu tersebar di 32 provinsi, menyisakan Aceh dan DKI Jakarta yang tidak ikut berpilkada.
   

Meskipun pemungutan suara baru berlangsung 23 September 2020, tahapan pilkada sudah dieksekusi sejak 23 September 2019. Lantas, bagaimana KPU merespons keberlanjutan tahapan pilkada sehubungan darurat nasional korona ini?

Ternyata, KPU belum berpikir menjadikan penundaan tahapan pilkada sebagai opsi. KPU sebatas menunda selama dua pekan pelaksanaan pelatihan internal dan peluncuran pilkada yang melibatkan pengumpulan massa skala besar.

Bimtek, pelatihan, dan launching pilkada diminta dijadwalkan ulang mulai 1 April 2020. KPU juga mengeluarkan surat edaran yang mengatur pola kerja pegawai di berbagai tingkatan serta meminta jajaran daerah menyediakan sarana proteksi diri bagi petugas KPU.

Selain itu, dalam rilis persnya, KPU menyebut tahapan pada Maret-April tetap dilakukan dengan pengaturan khusus. Pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) oleh KPU kabupaten/kota dilakukan di kecamatan secara bergelombang, menghindari pengumpulan massa.

Verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan tetap dilaksanakan petugas KPU dengan menghindari kontak langsung. Petugas akan menggunakan cairan pembersih, masker, dan melakukan pembersihan pada alat yang digunakan.

Tahap pemutakhiran data pemilih menggunakan skema proteksi yang serupa dengan verifikasi faktual bakal calon perseorangan.

Konstitusi dan undang-undang pilkada mengatur pilkada dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Asas tersebut selama ini seolah hanya melekat pada proses kompetisi dan kontestan.

Padahal, secara utuh, asas pilkada juga mengikat, baik peserta, pemilih, maupun penyelenggara pilkada. Terkait pandemi korona, penting bagi kita melihat implementasi asas adil terhadap semua pihak, baik peserta, pemilih, maupun penyelenggara.

Dalam pilkada, banyak orang yag terlibat menggerakkan. Mulai dari komisioner, pegawai sekretariat KPU/Bawaslu, sampai petugas pemilihan di tingkat kecamatan, kelurahan, dan tempat pemungutan suara. Mereka ingin aman tanpa khawatir terpapar Covid-19.

Meskipun ada sejumlah proteksi yang dipersiapkan untuk melindungi, tentu tak menghilangkan gangguan psikologis karena melakukan interaksi dengan sejumlah pihak guna tetap melaksanakan tahapan pilkada.

Padahal bila kita cermati, UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sama sekali tidak menabukan penundaan pilkada.

Rujuk saja Pasal 120 UU dimaksud, yang secara eksplisit menyebutkan, ?Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan?.

Pelaksanaan pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan pemilihan yang terhenti. Artinya, pembuat undang-undang sudah memperhitungkan potensi risiko saat KPU dan jajarannya mengeksekusi tahapan pilkada.

Maka itu, merupakan tindakan profesional bila KPU bisa menyiapkan strategi antisipasi yang komprehensif, termasuk untuk merespons kondisi terburuk sekaligus.

Jangan ragu

KPU jangan ragu mengikuti anjuran pemerintah untuk menunda kegiatan yang melibatkan banyak orang. Presiden tentu bukan tanpa alasan meminta sebagian ASN bisa bekerja di rumah menggunakan interaksi daring dengan tetap mengutamakan pelayanan yang prima.

Sehingga, merespons tahapan terdekat, bisa dimengerti bila KPU memutuskan menunda implementasi sejumlah aktivitas pilkada yang mengakibatkan berkumpulnya banyak orang. Serta tidak melakukan seremoni berupa pelantikan, rapat kerja, rapat koordinasi, seminar.

Sebagai dampak korona, sejumlah negara menunda pemilunya, di antaranya penundaan putaran kedua pemilu lokal Prancis, penundaan pemilu lokal Inggris selama setahun, ataupun penundaan pemilihan pendahuluan Pilpres AS di sejumlah negara bagian.

Penundaan pilkada bisa berkonsekuensi pemilihan lanjutan sesuai klausul Pasal 120 UU No 1 Tahun 2015. Para pemangku kepentingan tentu bisa memahami keputusan ini. Sebab, pilkada bukan untuk membawa bahaya bagi orang-orang yang bertugas di dalamnya.

Pilkada adalah instrumen demokrasi, yang mestinya diimplementasikan secara damai, dengan perlakuan yang adil, dan tanpa ada rasa takut. Karena itu, KPU harus susun mitigasi dampak Covid-19 secara holistik.

Agar masyarakat tidak gagap, setiap langkah KPU mesti diimbangi komunikasi publik yang sigap, responsif, dan terukur. Sehingga apa yang diputuskan KPU bisa dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku kepentingan.

Cukup sudah korban jiwa jatuh di Pemilu 2019, kita tak boleh ulangi hal yang sama di Pilkada 2020. Apalagi, saat kita sudah tahu bahaya apa yang ada di depan mata. Wallahualam. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat