Petugas Dompet Dhuafa saat akan melakukan penyemprotan cairan disinfektan di lingkungan kantor Republika, Jakarta, Selasa (7/3). | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Zakat Hadapi Pandemi

 

Khuzaifah Hanum, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan Baznas RI

Pandemi Corona virus disease 2019 (Covid-19) mulai menerpa. Ibu kota dan beberapa daerah lainnya bersiaga. Pemerintah sudah menganjurkan untuk mengurangi kegiatan di ruang publik dan sebanyak mungkin berdiam diri di rumah.

Sejumlah perkantoran dan sekolah membatasi aktivitas mereka. Wacana penguncian wilayah (lockdown) menjadi opsi yang terus bergulir. Sampai dengan antivirus ditemukan, upaya penanganan yang paling mungkin adalah mencegah penyebaran infeksi virus.

Di Indonesia, virus begitu cepat menyerang manusia. Per 18 Maret 2020, pemerintah menyatakan, 227 orang positif terinfeksi dan 19 di antaranya meninggal. Data ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan rasio kematian tertinggi akibat pandemi ini.

Selain menyerang manusia, Covid-19 menggoyang stabilitas ekonomi. Lagi-lagi, masyarakat kelas menengah-bawah merupakan korban paling menderita. Pada kelompok inilah proteksi terhadap dampak bencana pandemi selayaknya menjadi prioritas.

Bagi keluarga miskin dan rentan-miskin, musibah dan penyakit menjadi determinan yang kian menjerumuskan mereka ke dalam kemiskinan. Anggota keluarga yang sakit, secara otomatis menambah biaya belanja keluarga.

Meski pemerintah menjamin pembiayaan bagi suspect Covid-19, biaya operasional selama pengobatan menjadi komponen beban baru dalam keluarga. Kondisi semakin parah jika suspect tersebut penanggung nafkah.

Seketika itu, keluarga kehilangan sumber nafkah dan jatuh pada kefakiran. Pandemi ternyata juga memberikan dampak lebih luas. Tidak hanya bagi suspect dan keluarganya, tetapi juga kepada pekerja di sektor informal.

Kebijakan work from home di sejumlah perkantoran dan sekolah diperkirakan berdampak pada pekerja informal. Pedagang kaki lima serta sopir angkutan dan ojek paling terpapar atas kondisi ini. Nilai transaksi usaha mereka berpeluang besar turun dan bisa jadi nihil.

Berkurang dan hilangnya pendapatan harian tentu meningkatkan derajat kemiskinan mereka. Dalam kondisi ini, negara seharusnya hadir, memberikan perlindungan dan rasa aman. Sudah benar gugus tugas percepatan penanganan dibentuk, tetapi itu tidak cukup.

Ada eksternalitas dari pandemi, memiskinkan mereka yang sudah miskin dan rentan miskin. Menyadari ini, Presiden melalui medsos mendorong pengalihan APBN untuk membantu masyarakat di sektor usaha informal.

Niat baik ini bagus, tapi bisa jadi hanya retoris. Penggunaan keuangan negara tidak fleksibel. Diperlukan penetapan APBN-P untuk relokasi anggaran. Di tengah gelombang pandemi, zakat sebenarnya dapat berperan lebih untuk menghadapi situasi ini.

Zakat, selama ini, diyakini menjadi instrumen alternatif dalam penanggulangan kemiskinan, termasuk kemiskinan akibat wabah penyakit. Tahun lalu, pengelolaan zakat secara nasional diprediksi mencapai Rp 10,4 triliun (Baznas, 2020).

Angka ini dapat menjadi referensi bagi Baznas dan LAZ untuk mengalokasikan program penanganan dan pemulihan dampak sosio-ekonomi dari pandemi Covid-19. Aktivisme zakat tidak perlu masuk terlalu jauh ke dalam upaya pengobatan bagi suspect virus.

Biarkan itu menjadi amanah bagi tenaga medik dan paramedik. Untuk itu, peran zakat dalam menghadapi pandemi ini cukup diarahkan pada fungsi zakat itu sendiri, sebagai instrumen redistribusi kesejahteraan dan dakwah.

Pertama, program bantuan operasional pengobatan bagi keluarga suspect. Pemerintah dan pemda umumnya fokus pada pembiayaan pengobatan suspect, tidak meliputi bantuan transportasi dan konsumsi selama pengobatan.

Pun demikian, perubahan anggaran keuangan negara dan daerah harus melalui mekanisme tak sederhana. Bagi keluarga miskin dan rentan-miskin, bantuan zakat pada sisi ini menjadi terasa lebih signifikan.

Dengan bantuan zakat ini, satu lubang beban belanja keluarga tertutupi. Kedua, bantuan desinfektan bagi masyarakat miskin dan rentan-miskin di wilayah berisiko tinggi. Meski ini agenda pemerintah, di tingkat operasional selalu ada keterbatasan teknis.

Bantuan gerak cepat dari Baznas dan LAZ dengan sumber daya zakat, akan sangat membantu menghambat penyebarluasan virus. Menekan angka keterpaparan virus, membantu tim medis dalam proses penanggulangan bencana di sisi pengobatan korban.

Ketiga, sosialisasi pencegahan penyebaran pandemi. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam sosialisasi pencegahan penyebaran pandemi.

Pegiat zakat bisa berperan aktif dengan mengedukasi muzaki dan mustahik mengenai potensi dan risiko pandemi Covid-19. Mengingat, Baznas dan LAZ memiliki akses langsung kepada masyarakat melalui basis data donatur dan penerima manfaat.

Dengan program ini, zakat membantu seseorang tidak berpotensi jatuh dalam kemiskinan dan kefakiran akibat pandemi.

Keempat, ketahanan pangan pada keluarga miskin dan rentan-miskin. Kenaikan harga dan kelangkaan persediaan barang, terutama pangan, menjadi problem derivatif dari pandemi. Dampak terbesar menimpa masyarakat miskin dan rentan-miskin.

Akses mereka terhadap pemenuhan pangan dan kebutuhan pokok menjadi sulit, di samping pendapatan yang turun mengakibatkan penurunan daya beli mereka. Zakat dapat disalurkan sebagai bantuan ketahanan dan barang kebutuhan pokok.

Kelima, dakwah keimanan. Hingga ditemukannya antivirus, masyarakat dunia masih buta mengenai yang akan terjadi dpada masa depan. Pada titik ini, dalam konteks keimanan, manusia perlu disadarkan pada posisinya sebagai makhluk.

Tidak ada daya upaya di luar kehendak Sang Khalik. Untuk itu, zakat sebagai rukun dalam Islam seharusnya juga menginsyafi fenomena ini. Lantas mendakwahkan zakat juga sebagai dakwah kepada keimanan.

Mengajak manusia tidak hanya untuk semangat berbagi, tetapi juga mengevaluasi dan berpasrah diri kepada Tuhan. Sebagian upaya itu tampaknya mulai dilakukan Baznas dan LAZ.

Namun, perlu napas panjang bagi seluruh elemen bangsa ini untuk dapat melalui pandemi ini. Dengan upaya tersebut, zakat dapat memainkan perannya lebih optimal dalam menghadapi pandemi yang kian mengglobal ini. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat