Nasabah melakukan tarik tunai secara cardless atau tanpa kartu melalui mobile banking BCA Syariah di ATM BCA di Jakarta, Kamis (11/5/2023). | Republika/Edwin Dwi Putranto

Ekonomi

Inklusi Keuangan 2024 Ditargetkan Capai 90 Persen

Tingkat inklusi keuangan terus mengalami peningkatan sejak Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) ditetapkan pada 2016.

JAKARTA -- Pemerintah menargetkan inklusi keuangan mencapai 90 persen pada 2024. Sebelumnya pada 2023, inklusi keuangan menembus 88,7 persen atau lebih tinggi dari target yang sebesar 88 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peningkatan inklusi pada tahun lalu didorong oleh 53,9 juta rekening pelajar. Ditambah sebanyak 150,7 juta akun uang elektronik.

"Ada (juga) 30 juta merchant QRIS, kemudian 1,11 juta penyaluran Kartu Prakerja dan pembiayaan bersubsidi kepada 4,64 juta debitur KUR (kredit usaha rakyat)," ujar Airlangga kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

photo
Petugas teller melayani nasabah saat peresmian kantor kas Bank DKI Pasar Ujung Menteng di Jakarta, Senin (8/5/2017). - (ANTARA)

Berikutnya, lanjut dia, terdapat 1,18 juta agen Laku Pandai yang menjangkau masyarakat di perdesaan, serta 932 ribu layanan keuangan digital. Capaian tersebut, sambungnya, merupakan kolaborasi dan sinergi kuat antara kementerian dan lembaga, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta mitra pembangunan pemerintah.

Ke depan, kata Airlangga, ada beberapa tantangan inklusi keuangan. Tantangan pertama adalah harus mengurangi kesenjangan dengan tingkat literasinya. Kedua, adanya disparitas antardaerah dan antarkelompok berbasis sosial ekonomi.

"Pemerintah sedang menyiapkan RPP Komite Nasional Inklusi dan Literasi Keuangan. Ini sebagai amanah UU P2SK," katanya.

Pemerintah, lanjut dia, juga terus melibatkan industri sektor keuangan dengan berbagai inisiatif. Tujuannya agar target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024 bisa tercapai. 

Menurut Airlangga, tingkat inklusi keuangan terus mengalami peningkatan sejak ditetapkannya Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) pada 2016. Dia menyebutkan, peningkatan rata ratanya per tahun sebesar tiga poin persentase. 

"Tentunya tiga indikator utama dari keuangan inklusif, diukur dari indikator jangkauan akses, penggunaan produk keuangan, kualitas secara umum juga meningkat secara signifikan," katanya.

Ia menambahkan, tingkat kepemilikan akun telah mencapai 76,3 persen pada 2023, lebih tinggi 0,3 poin daripada target sebesar 76 persen. Walau tingkat inklusi sudah mencapai target, tapi masih ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Di antaranya kesenjangan atau gap antara tingkat inklusi dan literasi sebesar 35,4 persen.

photo
Stiker QRIS untuk transaksi pembayaran yang terpasang pada salah satu kios di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (3/7/2023). - (Republika/Putra M. Akbar)

Ada pula disparitas tingkat inklusi dan literasi keuangan antardaerah, antarkelompok sosial masyarakat, serta masyarakat pedesaan yang belum sepenuhnya terlayani keuangan formal sebesar 29,3 persen. "Kita juga perlu dorong optimalisasi kepemilikan rekening di berbagai kelompok masyarakat, masyarakat usia dewasa yang belum memiliki akun di lembaga formal ini besarnya sebesar 23,7 persen," tutur Airlangga.

Ia melanjutkan, tingkat literasi keuangan yang masih rendah dan belum meratanya penggunaan layanan keuangan digital turut menjadi masalah. Disebutkan, sebanyak 50,32 persen masyarakat belum memiliki literasi terhadap keuangan digital. 

Menurut dia, perlindungan hukum bagi konsumen juga perlu ditingkatkan. Diperlukan pula pengukuran data dan pengukuran keuangan inklusif di berbagai kelompok masyarakat termasuk masyarakat difabel di daerah tertinggal serta pekerja migran Indonesia.

"Juga perlu data keuangan inklusif untuk kelompok-kelompok intervensi seperti masyarakat difabel di daerah tertinggal dan pekerja migran."

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, target inklusi keuangan sebesar 90 persen tersebut cukup baik. Itu karena, pada 2000-an inklusi keuangan masih di level 60 persen.

Juda mengungkapkan, Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) tidak menargetkan tingkat inklusi keuangan sebesar 100 persen. Alasannya karena masih ada permasalahan buta huruf di Indonesia, juga masih ada masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan. 

“Untuk jadi 100 persen, orang dewasa tidak semua punya akun karena mungkin dia hidup di garis kemiskinan, masih buta huruf dan lainnya. 90 persen sudah luar biasa. Dulu 40 persenan pada 90-an atau 2000-an,” jelas Juda.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat