Komunitas Tasawuf Underground. | Thoudy Badai/Republika

Laporan Utama

Suara Tobat dari Balik Bui

Linda justru merasa Allah SWT memberi banyak hidayah, ilmu, dan teman seperjuangan.

Di dalam Masjid al-Irsyad, belasan warga binaan duduk berkelompok. Mereka khusyuk mendengarkan ustazah tentang tata cara membaca Alquran. Mengenakan mukena, para tahanan itu serius mengikuti setiap lantunan ayat suci. 

Warga binaan pemasyarakatan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II-A Pondok Bambu, Jakarta Timur, duduk berkelompok di masjid yang baru diresmikan pada Mei 2018 lalu. Mereka termotivasi untuk lebih jauh mengenal Tuhan. 

Mereka memang kerap menghabiskan waktu untuk mengikuti beragam kegiatan di masjid. Shalat berjamaah setiap Zuhur dan Ashar hingga pengajian dua kali sehari. Mereka pun masih menunggu izin untuk menggelar shalat Maghrib berjamaah. 

Roro Fitria menjadi salah satu jamaah Masjid al-Irsyad. Dia lebih menyibukkan diri dengan agama. Lewat agama, dia kian mengenal diri sebagai hamba dan  mendekat kepada Sang Pencipta.

photo
Warga binaan bersama petugas melaksanakan shalat Idul Fitri di Lapas Klas IIB Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/6/2019). - (ANTARA FOTO)

Roro didakwa empat tahun penjara atas kasus narkoba pada 2018 silam. Selama di balik jeruji besi, ia menyesali perbuatannya. Didampingi mantan menteri kesehatan Siti Fadilah Supari yang juga berada di rutan tersebut, ia menuju ke jalan hijrah dengan bertobat.

“Saya merasa ujian yang ditimpakan kepada saya sangat banyak. Mulai dari dipenjara, mama saya meninggal, lalu rumah saya juga kebobolan. Hanya Allah SWT yang bisa menguatkan saya,” ujarnya saat ditemui Republika di Rutan Kelas II-A Pondok Bambu, Jakarta, Senin (9/3). 

Pada 2020 ini, Roro akan menjalani Ramadhan ketiga di dalam rutan. Ada banyak perbedaan yang ia rasakan sebelum dan sesudah berdirinya Masjid al-Irsyad. Dia merasa keberadaan masjid bisa membantunya untuk mempertebal iman dan memperbanyak ibadah. “Karena ada kegiatan di masjid dan saya hijrah kembali kepada Allah, dengan cobaan-cobaan yang saya terima, saya merasa Allah masih sayang dengan saya,” ujar dia.

 
Dari dipenjara, mama saya meninggal, lalu rumah saya juga kebobolan. Hanya Allah SWT yang bisa menguatkan saya.
   

Dalam kesehariannya di dalam bui, ia mengaku rutin mengikuti pengajian pagi dan siang. Shalat pun tidak pernah ketinggalan, baik wajib maupun sunah. Tahajud, Witir, dan Dhuha menjadi rutinitas barunya. Setiap malam Jumat, Roro kerap menggelar pengajian taklim atau Yasinan di dalam kamarnya.

Di dalam rutan, Roro merasa seperti terlahir kembali. Dengan penuh kesadaran, ia mendekat dan kembali kepada Allah SWT. Roro juga akan menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk “naik kelas”. 

Warga binaan lainnya, Linda, juga kerap beraktivitas di Masjid al-Irsyad. Menjalani tahun ketiga sebagai tahanan, Linda justru merasa Allah SWT memberi banyak hidayah, ilmu, dan teman seperjuangan. “Di sini, ibadah bisa full. Subhanallah, dengan adanya masjid ini Allah memudahkan kami, WBP, untuk beribadah," ujar dia.

Dengan mata berkaca-kaca, Linda mengisahkan bahwa dulu belum ada tempat shalat berjamaah di rutan. Tahanan Muslimah yang ingin belajar agama harus menggunakan ruangan milik Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi). Dengan adanya masjid, kini semua fasilitas menjadi terpenuhi.

Keberadaan masjid tidak disiakan Linda. Setiap kegiatan selalu dihadirinya demi mempertebal ilmu agama. “Saya berharapnya di bulan Ramadhan nanti semua yang aktif di masjid dapat menerima rahmat dari Allah SWT, tobatnya diterima,” ucap dia. 

Ketua PB Wanita al-Irsyad Fahimah Askar menyebutkan, berbagai kegiatan dan program digagas untuk memancing ketertarikan warga binaan mengikuti kegiatan keagamaan di masjid tersebut. Tanpa program-program yang menarik dan bermanfaat, akan susah mengajak mereka mengenal Allah SWT.

Fahimah juga menyebutkan, dengan usia masjid memasuki 1,5 tahun, ada 11 WBP yang menjadi mualaf. Di antaranya ada yang sempat murtad, tetapi kembali memeluk Islam.

“Mereka (WBP) di sini datang dari latar belakang dan lingkungan yang berbeda, kebiasaan yang berbeda. Kami harap mereka keluar dari sini jadi wanita-wanita yang cerdas, yang tidak akan kembali lagi ke pekerjaan yang lalu," ujar dia. n

Taubat ala Anak Punk

Sudah setahun lebih Triyana Nugraha Permana meninggalkan dunia street punk.Kehidupan pria yang akrab disapa Pongky ini berubah drastis. Dia justru lebih sering mengisi waktu dengan memperdalam wawasan keagamaan, rutin membaca Alquran, dan menghafal surah-surah pendek serta doa-doa setelah shalat. 

Perubahan hidup yang dialami pria berusia 31 tahun ini berawal saat mendengar kabar ada sekelompok anak punk yang belajar mengaji bersama Tasawuf Underground. Kelompok bimbingan Ustaz Halim Ambiya ini kerap mengaji di bawah kolong jembatan Tebet, Jakarta. Pongky yang kala itu lebih sering nongkrong di sekitar Tanah Abang merasa penasaran.

photo
Komunitas Tasawuf Underground menggelar pengajian rutin di kolong jembatan flyover Tebet, Jakarta, Jumat (27/9/2019). - (Thoudy Badai/Republika)

"Dulu itu sampai ada pro kontra di antara anak punk, ngapain ngaji? Kalau mau ngaji suruh ke sini saja ustaznya," kata Pongky saat ditemui Republika di sebuah area pertokoan di kawasan Ciputat, Tangerang, beberapa waktu lalu. Meski sempat mengalami penolakan dari komunitas punk, Pongky membulatkan hati untuk bergabung bersama Tasawuf Underground. Perlahan-lahan, dia mulai belajar segala hal tentang apa yang diajarkan Islam. 

 
Saya sudah merasa jenuh, sudah melanglang buana street punk ke mana-mana kok kehidupan begini terus. Setiap hari alkohol saya tenggak, ya kehidupan jalananlah. Saya merasa harus berubah.
Triyana Nugraha Permana
 

Pongky pun bertobat dan hijrah dari masa lalunya yang penuh kezaliman. Ia sangat antusias setiap mengikuti pengajian di kolong jembatan Tebet saban Jumat dan Sabtu. Tak hanya mengaji, Pongky dan beberapa temannya yang memiliki bakat dalam menyablon kaus membuka usaha konveksi di kawasan Ciputat. "Di bulan Rajab ini saya ingin banyak belajar lagi karena sampai ke Ramadhan itu ibadah yang kita lakukan serasa lebih nikmat lagi," katanya. 

Begitu pun dengan Septa Maulana, seorang eks street punk yang berhijrah setelah mengenal Tasawuf Underground. Pria berusia 29 tahun itu menceritakan awal mulanya pengajian di kolong jembatan Tebet. Sekitar empat tahun lalu, Septa mengetahui melalui jejaring media sosial ada beberapa anak punk yang dibina oleh Ustaz Halim di kawasan Gaplek, Tangerang Selatan. 

Banyak perubahan yang dialami Septa setelah memutuskan berhijrah dari dunia street punk. Menurut dia, yang utama kini dirinya lebih mampu menguasai diri sehingga tidak cepat emosi. Lebih dari itu, Septa dan teman-temannya yang mengikuti Tasawuf Underground mampu meninggalkan berbagai hal yang diharamkan oleh agama, seperti minuman keras serta narkoba. Septa merasa bersyukur dengan perubahan hidupnya saat ini. Ia merasakan ketenangan batin setelah bertaubat. "Sekarang enggak tahu kenapa banyak hal yang ngangenin kalau Ramadhan," kata dia.

Menurut pembina Tasawuf Underground, Ustaz Halim Ambiya, sejauh ini telah ada 120 anak binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabotabek. Sementara untuk di kolong jembatan Tebet ada sebanyak 40 anak. Selain mengajarkan mengaji, eks anak punk juga dilatih agar mampu mandiri dalam ekonomi seperti dengan pelatihan sablon, desain grafis, bisnis online, barbershop, barista, dan lainnya. "Tantangan terberat adalah mengubah mental mereka,"kata dia.

Untuk menambah semangat keislaman, Tasawuf Underground mengadakan kegiatan tambahan, seperti manaqib dan zikir khatam, ziarah kubur, puasa, serta muhasabah dan shalat malam berjamaah. Selain itu, Tasawuf Underground juga membuka program hapus tato gratis bagi mereka yang ingin membuang masa lalunya yang kelam. n 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat