Tersangka kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nz | ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nz

Nasional

Kejakgung: Kasus Jiwasraya Bukan Risiko Bisnis

 

JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengakui adanya kemiripan antara kasus mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan dan penyidikan dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Namun, Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) di Kejakgung Febrie Adriansyah mengatakan, kasus Jiwasraya, bukan sekadar risiko bisnis seperti yang terjadi dalam kasus Karen di Pertamina.

"Sebenarnya hampir sama (kasus Karen, dan Jiwasraya)," kata Febrie pada Selasa (10/3).

Febrie menerangkan, sama bukan berarti dua kasus tersebut berangkat dari konstruksi peristiwa hukum yang serupa. Meskipun, kata Febrie, tampak selintas dua kasus tersebut, berdimensi risiko bisnis yang dialami perusahaan milik negara atau BUMN. "Cuma risiko bisnis itu, bisa dilakukan berulang-ulang? Salah itu," kata Febrie.

Ia menerangkan, dalam kasus Jiwasraya, penyidikan menemukan kegiatan transaksi yang sengaja merugikan perusahaan asuransi milik negara itu, dengan cara masif dan bertubi-tubi. Pun dalam rentang waktu yang panjang selama satu dasawarsa, sejak 2008 sampai 2018. "Masa rugi terus bisnis Jiwasraya. Ah? bukan risiko bisnis itu kalau (merugi) berkali-kali," kata Febrie.

Dasar pikir itu, yang membuat Febrie, bersama 64 penyidik gabungan di Dirpidsus Kejakgung meyakini, adanya skema "perampokan" uang Jiwasraya yang dilakukan dengan cara sengaja dan sistematis. Yang ujungnya, mengutip audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 16,81 triliun.

"Pembobolan itu. Ya kan, berkali-kali (merugi). Itu bukan risiko bisnis," kata Febrie. Ia menerangkan, dalam satu peristiwa hukum yang berujung pada risiko bisnis, ada patokannya.

Febrie mengacu pada penjelasan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait pembebasan Karen dalam dugaan korupsi di Pertamina, yaitu dengan menebalkan prinsip Bussines Judgment Rule (BJR). Istilah yang mampu memberikan imunitas bagi direksi dan pejabat perusahaan negara dalam setiap pengambilan kebijakan yang berujung risiko merugi. "Kalau patokannya BJR, itu melakukannya sudah dengan prinsip kehati-hatian, ketaatan pada prosedural, dan tidak melawan hukum. Ketika melakukan transaksi, dia rugi. Itu (bisa dikatakan) risiko bisnis," kata Febrie.

Sementara itu, Kejakgung sudah menetapkan enam tersangka dalam penyidikan Jiwasraya. Dari keenam tersangka tersebut, penyidik telah menyiata aset yang nilainya ditaksir mencapai Rp 13,1 triliun. Penyitaan aset itu untuk menambal klaim nasabah Jiwasraya dan kerugian negara.

Pembayaran

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, keputusan mengenai skema pembayaran nasabah Jiwasraya akan disampaikan usai rapat dengan panitia kerja (panja) Komisi VI DPR. Pemerintah, Kartika mengatakan, masih menunggu anggota DPR yang saat ini ini masih menjalani masa reses hingga 22 Maret atau 23 Maret.

"Setelah reses, akan ada raker dengan DPR," ujar Kartika, Rabu (11/3).

Kartika menjelaskan, rapat panja juga akan menentukan secara detail terkait skema pembayaran, termasuk nasabah yang mendapat prioritas dalam pembayaran. Kartika mengatakan, pada prinsipnya, pemerintah akan memprioritaskan nasabah tradisional untuk mendapat pembayaran terlebih dahulu.

"Intinya kita akan bayar yang tradisional polis karena kita memang utamakan para pensiunan. Itu yang kita lakukan, memang nilainya masih kita godok," ucap Kartika. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat