Bullying (Ilustrasi) | Rick Bowmer/AP Photo

Kabar Utama

Jauhkan Anak dari Kekerasan!

JAKARTA – NF, seorang anak berusia 15 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, menyerahkan diri ke kepolisian dan mengaku melakukan pembunuhan terhadap bocah lain berusia enam tahun. Psikolog dan lembaga pegiat perlindungan anak menilai kasus itu menjadi momentum untuk mengawasi kondisi kejiwaan sekaligus materi yang anak-anak tonton.

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, mengatakan, film yang dikabarkan menjadi inspirasi pelaku dalam melakukan aksi pembunuhan perlu diperdalam lagi. “Bagaimanapun, film-film sadis kalau itu banyak sekali, bahkan menjadi hobi, itu tuh meningkatkan toleransi terhadap kekerasan. Artinya, dia jadi lebih bertoleransi kalau ada kekerasan. Suatu kekerasan menjadi dianggap biasa saja,” ujar Anna kepada Republika, Ahad (8/3).

Terlebih, bila tontonan itu didukung faktor-faktor lain. “Misalnya di rumahnya dia atau di lingkungan tempat tinggal dia cukup banyak kekerasan yang dia alami, dipukul, ditendang, dan tidak ada penanganan khusus (akan) hal tersebut, maka itu bisa juga meningkatkan toleransi terhadap kekerasan,” kata Anna. 

Artinya, para orang dewasa juga harus mewawas diri untuk tak membiasakan budaya kekerasan. “Itu yang perlu kita kurangi bersama-sama,” katanya lagi.

Sebelumnya, pada Jumat (6/3), NF (15 tahun) menyerahkan diri ke Polsek Taman Sari, Jakarta Barat. Ia mengaku telah melakukan pembunuhan terhadap seorang anak berusia enam tahun dengan inisial APA di kediamannya di Sawah Besar, Jakarta Barat. 

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto mengungkapkan, pada Kamis (5/3), APA bermain ke rumah NF. NF kemudian membunuh korban dengan menenggelamkannya ke dalam bak mandi selama lima menit. "Jadi, si anak (korban) diajak ke kamar mandi, kemudian disuruh mengambil mainan yang ada di dalam (bak mandi). Anak itu diangkat dan dimasukkan ke dalam bak, baru ditenggelamkan," ungkap Heru.

Setelah lemas, korban diikat dan dimasukkan ke dalam lemari. Kepada polisi, tersangka mengaku memiliki niat untuk membuang jenazah korban. Namun, ia mengurungkan niatnya itu dan memilih untuk menyimpan jenazah korban dalam lemari di kamarnya.

Setelah melakukan perbuatan keji itu, tersangka tetap melakukan aktivitas seperti biasa pada keesokan harinya. Namun, saat dalam perjalanan menuju sekolah, NF memutuskan menyerahkan diri.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, NF mengaku sudah sering memiliki hasrat untuk membunuh. "Saat kita tanya pernah, enggak, sebelumnya memiliki rasa seperti itu (membunuh seseorang), tersangka jawab, ‘Pernah, tapi saya masih tahan, sekarang saya //enggak// bisa,’" ujar Yusri menirukan kalimat NF. Yusri menuturkan, NF tampak tenang saat diinterogasi dan tak ragu menggambarkan detail-detail kejadian.

Yusri mengungkapkan, tersangka sejak kecil sudah sering menganiaya sejumlah hewan, termasuk kucing peliharaan miliknya. "Kodok hidup bisa dia bunuh, tusuk-tusuk pakai garpu. Dia punya binatang peliharaan kucing, tapi kalau lagi kesal bisa juga dilempar dari lantai dua," tutur Yusri.

 
Dia menambahkan, tersangka juga memiliki hobi menonton film-film yang mengandung kekerasan, seperti film-film Hollywood yang menampilkan karakter Chucky, sebuah boneka sadis. Rangkaian film-filmnya dimulai dengan film Child’s Play pada 1988 silam. 
   

Selain itu, kata Yusri, tersangka juga mengidolakan tokoh fiksi misterius Slender Man yang pernah dibuatkan filmnya pada 2018. Sosok itu diceritakan sering menculik dan membunuh para remaja. "Slender Man favoritnya dia. Film tentang penculikan remaja," ujar Yusri.

Polisi juga menemukan beberapa gambar buatan NF yang cukup membuat tercengang. Beberapa gambar memperlihatkan wajah wanita dari samping yang lehernya diikat oleh ikat pinggang. Selain gambar, polisi juga memperlihatkan kata-kata bahasa Inggris di sekitar gambar, seperti "Keep calm and give me torture" berarti “Tetap tenang dan beri aku siksaan”, dan banyak pesan berbahasa Inggris lain.

Kepada polisi, NF mengaku puas setelah melakukan pembunuhan terhadap APA. "Kita tanya bagaimana perasaan dia setelah kejadian. Satu kata, dia katakan puas," papar Yusri.

Selain itu, kepolisian masih menyelidiki faktor pendorong lainnya. Sebab, orang tua NF diketahui telah bercerai dan saat ini ia tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya di wilayah Sawah Besar, Jakarta Pusat. "Memang kondisi saat ini dia tinggal dengan bapak kandungnya dan juga ibu tirinya," kata Yusri.

Meski telah mengakui perbuatannya itu, polisi tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sebab, NF masih di bawah umur. Yusri menyebutkan, pihak kepolisian menitipkan tersangka untuk sementara ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Cinere, Jakarta. Polisi juga akan melibatkan psikolog untuk mengetahui kondisi kejiwaan tersangka.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengatakan, butuh langkah //assessment// oleh para ahli, dalam hal ini psikolog anak, untuk melihat dan mengetahui lebih dalam kepribadian NF. "Karena itu, kemarin saya sudah meminta kepada polisi agar NF didampingi oleh psikiater atau psikolog anak untuk mengetahui lebih jauh kepribadiannya," kata Putu Elvina, Ahad (8/3).

 
Menurut dia, motivasi dan latar belakang dari seseorang melakukan pembunuhan itu bermacam-macam. Apakah itu bagian dari gangguan mental ataukah itu murni karena pengaruh dari akumulasi tontonan dan keinginan bereksperimen. 
   

Menurut dia, terlalu dangkal dan sederhana bila menyebut faktor tontonan bisa memengaruhi seorang remaja sampai membunuh, kemudian menyimpulkannya sebagai seorang psikopat. "Karena kalau dia dilabelkan psikopat dan ternyata tidak, jadi menyesatkan. Sedangkan, masa depan anak ini masih panjang," ujarnya. Oleh karena itu, polisi harus meminta //assessment// ke psikolog anak dan psikiater.

Di sisi lain, ia menambahkan, ada konsekuensi hukum bila tersangka ditetapkan memiliki penyakit jiwa atau tidak. Kalau ternyata memang memiliki penyakit mental itu, tersangka harus diobati dan direhabilitasi. Namun, kalau ternyata tidak, tindakan NF akan berkonsekuensi hukum. 

Putu mengakui, tontonan memang sangat berpengaruh pada perilaku anak. Namun, sejauh mana hingga anak tersebut bisa mengekspresikan perilaku tersebut seperti yang dilakukan NF, itu masih membutuhkan kajian lebih dalam.

KPAI sepakat, peran orang tua sangat penting untuk memantau hal yang ditonton anak sesuai dengan batas usianya. Hal inilah yang selama ini menjadi perhatian KPAI kepada masyarakat, khususnya pihak keluarga dan orang tua, agar menjaga dan mengawasi tontonan anak. Sebab, baik secara sadar atau tidak sadar, tontonan akan sangat mempengaruhi kepribadian anak kelak. n amri amrullah ed: fitriyan

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat