Gangguan ADHD pada orang dewasa (ilustrasi) | Pixabay/Chen

Gaya Hidup

Ketika Gampang Terdistraksi Kini Menjadi Epidemi

Memeriksa notifikasi yang muncul di layar dapat memberikan sedikit dopamin.

Tampaknya semua orang sedang mengkhawatirkan konsentrasi mereka akhir-akhir ini. Termasuk komika Bintang Emon yang mencurahkan apa yang dirasakannya lewat Instastory, ketika dirinya merasa terlalu banyak informasi kilat di media sosial yang membuat pikirannya sulit fokus.

Seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Fakultas Kedokteran Universitas Washington, Margaret Sibley, mengkhususkan diri dalam menangani remaja dan orang dewasa yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD). “Tetapi, baru-baru ini, saya dan rekan-rekan saya ‘dibanjiri’ dengan klien yang sebenarnya tidak menderita ADHD, tapi mereka khawatir akan menderita ADHD,” kata Sibley, melansir dari Time.

Sulit untuk menyalahkan mereka akan kekhawatirannya tersebut, apalagi tingkat diagnosis ADHD sedang meningkat di Amerika Serikat (AS) dan unggahan Tiktok maupun platform media sosial lainnya. Semuanya diyakini menjadi penyebab lebih banyak orang merasa memiliki masalah pada konsentrasi mereka.

ADHD Pada Orang Dewasa - (Republika)

Sebuah survei di Inggris baru-baru ini menemukan, sekitar separuh orang dewasa merasa attention span (rentang perhatian) mereka semakin pendek. Dan banyak guru mengatakan hal yang sama juga terjadi pada anak-anak.

Salah satu direktur Pusat Perhatian, Pembelajaran, dan Memori di Universitas St Bonaventure New York, Adam Brown mengatakan, ada alasan kuat untuk khawatir akan hal ini. Dalam pandangannya, kurangnya perhatian telah mencapai tingkat ‘epidemi’. Tapi kabar baiknya, ini adalah epidemi yang bisa ditumbangkan.

“Pada tingkat neurologis, saya tidak menduga ada hal besar yang terjadi, sehingga attention span seseorang menjadi lebih pendek. Ini adalah lingkungan tempat kita tinggal. Ini adalah smartphone,” kata Brown. 

photo
KARANGANYAR, 3/12 - BAKAT PENYANDANG AUTISME. Ivan Ufuq Isfahan (12), anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) melukis di rumahnya, di Gawanan, Colomadu, Karanganyar, Jateng, Senin (3/12). Sejak berusia 3 tahun setiap hari Ivan menggambar 15 sketsa hingga terkumpul seribuan karya. Dari sebagian sketsa yang diselesaikan menjadi lukisan, beberapa telah dipesan untuk dijadikan sampul buku karya penulis Ayu Utami dan Okky Madasari. FOTO ANTARA/Andika Betha/ss/mes/12 - (ANTARA)

Pandangan modern terhadap masalah lama menyoal distraksi, bukanlah hal baru. Fokus, secara alami bisa naik dan turun tergantung pada berbagai faktor, mulai dari seberapa lama seseorang tidur pada malam sebelumnya, hingga seberapa tertariknya mereka pada tugas yang ada.

Namun ‘campuran’ kecemasan yang melekat dalam kehidupan, dapat menyebabkan hilangnya perhatian. Kebanyakan orang yang tidak memiliki masalah perhatian kronis, mungkin dapat fokus dengan cukup baik jika diberi tugas di ruangan yang sunyi dan kosong.

Tapi, kinerja mereka mungkin akan lebih buruk jika melakukan tugas yang sama di ruangan tempat orang-orang berbicara dan penuh musik. “Dalam kehidupan modern, pada dasarnya kita hidup di ruangan yang penuh dengan gangguan sepanjang waktu. Akibat persaingan antara tuntutan pekerjaan dan kehidupan rumah tangga, pemicu stres masyarakat, seperti pandemi dan godaan terus-menerus terhadap ponsel, media sosial, dan internet,” ujar Sibley.

Layar kini menghadirkan ladang ranjau unik yang dapat mengalihkan perhatian, dengan aliran notifikasi dan informasi yang konstan. “Dan itu memang disengaja,” kata profesor informatika di University of California, Irvine, dan penulis buku “Attention Span: A Groundbreaking Way to Restore Balance, Happiness and Productivity, Gloria Mark.

Pada intinya, internet dirancang untuk memanfaatkan cara berpikir manusia, jadi tidak mengherankan jika orang-orang tertarik padanya. “Bukan hanya fakta bahwa ada algoritma yang menarik perhatian kita. Kita juga akan merasa bahwa kita harus merespons, harus memeriksanya,” ujar Mark melanjutkan.

photo
FILE - Notifikasi pada smartphone dan kesehatan mental (ilustrasi) - (AP Photo/Jenny Kane)

Otak manusia biasanya terus menginginkan hal baru, kegembiraan, dan hubungan sosial, dan perangkat berperan dalam keinginan tersebut. Memeriksa notifikasi yang muncul di layar dapat memberikan sedikit dopamin.

Kegiatan ini juga dapat menciptakan rasa penghargaan yang membuat orang terus melakukannya untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Ketika seseorang ingin berhenti dari godaan notifikasi ponsel, otak juga harus mengubah cara untuk menghentikan apa yang sebelumnya rutin dilakukan, misalnya, dengan beralih ke tugas baru.

Seperti yang dilakukan Bintang Emon, ia mencoba untuk membaca buku agar tidak hanya fokus pada ponselnya. Proses tersebut berdampak negatif terhadap kecepatan dan kualitas pekerjaan secara keseluruhan dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. “Semakin sering melakukan peralihan tugas, semakin besar keinginan otak untuk mengembara dan mencari hal baru,” kata Brown.

Mengukur Perhatian

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ADHDoers (@adhdoers)

Salah satu artikel jurnal pada 2016 mempertanyakan asumsi umum tentang ‘perhatian’, seperti siswa hanya dapat fokus pada perkuliahan selama 10 hingga 15 menit. Setelah meninjau literatur, penulis yang juga seorang profesor di Universitas Kedokteran dan Sains Rosalind Franklin Illinois, Neil Bradbury menemukan beberapa penelitian yang secara objektif menunjukkan, bahwa siswa memiliki kemampuan fokus yang terbatas.

Banyak penelitian yang menggunakan ‘perilaku’ (seperti mencatat atau gelisah) sebagai representasi dari ‘perhatian’, namun perilaku tidak selalu sama dengan fokus itu sendiri. “Sebenarnya tidak ada definisi yang benar tentang makna attention (perhatian). Kecuali Anda memiliki definisi bagus yang disetujui semua orang. Tapi, akan sangat sulit untuk mengukurnya, karena Anda benar-benar tidak tahu apa yang Anda ukur,” kata Bradbury.

Dalam banyak kasus, kemampuan siswa untuk ‘memperhatikan’ tampaknya bergantung pada seberapa menarik mereka menemukan materi yang mereka pelajari dan seberapa baik materi tersebut disajikan. Sehingga mengukur attention span bawaan mereka menjadi sulit dan dirasa tidak penting.

Layar kini menghadirkan ladang ranjau unik yang dapat mengalihkan perhatian.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat