Teknologi Hujan Buatan Atasi Polusi Jakarta. Sejumlah gedung bertingkat terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Selasa (3/7). | Republika

Opini

BRIN: Merger atau Holding?

Carunia Mulya Firdausy, Deputi Dinamika Masyarakat Kementerian Riset dan Teknologi 2005-2010 dan Profesor Riset Puslit Ekonomi-LIPI

 

Di tengah-tengah kecemasan global menyangkut virus korona (Covid-19) yang telah menewaskan 2.014 orang dan menjangkitkan di lebih dari 50 negara, berbagai masalah nasional nyaris kurang mendapat perhatian publik. 

Salah satunya terkait visi, misi, dan target riset dan inovasi kita kini dan ke depan dengan hadirnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Presiden Joko Widodo dalam pidato di rakornas tentang integrasi riset dan inovasi Indonesia yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN pada akhir bulan Januari lalu menantang BRIN. 

Menurut Presiden, kita memiliki masalah bangsa. Kita ingin segera memecahkan persoalan itu. Defisit neraca perdagangan, khususnya energi, mengganggu kita bertahun-tahun. Daya saing kita rendah. Produk industri nasional berbasis riset dan inovasi tak maksimal.

Di sinilah, menurut Presiden, peran BRIN, harus bisa mengorkestrasi pengembangan proyek strategis yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memecahkan masalah bangsa, dan memanfaatkan peluang global bagi kemajuan negara.

Karena itu, BRIN agar mendeteksi dan mengindentifikasi topik-topik riset yang strategis dan inovatif, serta sesuai kebutuhan bangsa. Dalam mencapai keinginan Presiden itu tentu tidak semudah membalik telapak tangan. 

Bahkan jujur, arahan dan keinginan Presiden itu bukan barang baru. Karena selain alasan klasik masih relatif rendahnya dana riset dan inovasi nasional juga susunan kelembagaan BRIN dalam melaksanakan arahan itu masih menunggu peraturan presiden. 

Untuk yang disebut terakhir ini, keikutsertaan publik, khususnya akademisi dan pihak bisnis sebagai pengguna hasil riset dan inovasi, secara luas dan terbuka dalam memutuskan format kelembagaan BRIN, belum dimanfaatkan secara optimal.

Dari berbagai media, nyaring terdengar pilihan format kelembagaan BRIN yang akan ditetapkan dalam peraturan presiden, yakni antara format merger atau holding terhadap seluruh atau sebagian badan litbang yang ada di kementerian/lembaga (K/L). 

Jika merger, berarti lembaga penelitian, seperti LIPI atau BPPT atau Badan Penelitian Kementerian Pertanian, Perdagangan sebagian atau seluruhnya dilebur di dalam BRIN. Sebaliknya, holding berarti sebagian atau seluruh badan litbang di K/L tetap seperti apa adanya. 

Sayangnya, seperti diungkapkan di atas rasionalitas dan latar belakang menjatuhkan pilihan format BRIN  nyaris tidak banyak diketahui atau didiskusikan dengan melibatkan publik.

Informasi yang diperoleh publik menyangkut alasan pentingnya perubahan kelembagaan badan Litbang K/L yang tersebar selama ini hanya sebatas bahwa dunia riset dan inovasi yang ada saat ini tumpang tindih, berkualitas rendah baik hasil maupun SDM-nya. 

Juga karena alasan infrastruktur dan anggaran terbatas dan tersebar di mana-mana serta banyaknya institusi litbang K/L.

Faktor lainnya yang juga bukan menjadi rahasia umum, yakni menyangkut koordinasi, sinergi, manajemen kerja, kepemimpinan, alokasi dana, serta penetapan program riset dan inovasi yang dinilai belum atau bahkan tidak profesional.

Pertanyaannya, apakah permasalahan buruk dunia riset dan inovasi nasional harus dibayar khususnya dengan melakukan peleburan (merger) sebagian atau seluruhnya terhadap badan litbang yang ada di K/L ke dalam BRIN?  

Jika ya, apakah kalkulasi biaya dan manfaat, baik psikologis, budaya organisasi, sosial ekonomi, maupun administrasi telah diperhitungkan secara matang, berjangka waktu panjang, dan berkesinambungan? 

Sebaliknya, pertanyaan yang sama juga harus dipertimbangkan jika holding dipilih atau kombinasi keduanya dalam pembentukan kelembagaan BRIN. Juga bagaimana kriteria pengambilan keputusan, manajemen kerja?

Belajar dari pengalaman

Belajar dari pengalaman, misalnya, peleburan Ditjen Pendidikan Tinggi ke dalam Kementerian Riset dan Teknologi pada kabinet kerja lalu menjadi Kemenristek-Dikti dan kini dipisahkan lagi masing-masing menjadi Kemendikbud dan Kemenristek, rasanya menarik publik ketahui mudharat dan manfaat dari peleburan itu. 

Bukankah salah satu novelty dari peleburan menjadi Kemenristek-Dikti telah mengangkat Indonesia, tidak lagi berada pada papan bawah dalam konteks jumlah artikel yang ditulis dalam jurnal bereputasi internasional (Scopus) di ASEAN? 

Juga, bukankah hadirnya Kemenristek-Dikti berdampak positif menggairahkan semangat dosen melakukan penelitian yang tidak pernah terjadi sebelumnya?

Untuk awal diskusi publik ini, sebagai peneliti dan dosen perguruan tinggi, penulis berpikir format merger badan litbang K/L ke dalam BRIN tidak saja akan menimbulkan lebih banyak kerugian, baik dana, waktu, kerusakan sistem maupun budaya organisasi, melainkan juga dampak sosial dan psikologis dengan segala turunan lainnya. 

Peleburan badan litbang K/L juga akan memakan waktu dan menimbulkan dampak kolateral dan unforeseen damages lebih besar, sementara manfaat yang dipikirkan dan didiskusikan di atas meja oleh segelintir 'ahli' yang tak tersosialisasikan belum dapat dipastikan manfaatnya bagi negara, bangsa, dan umat manusia. 

Jika demikian, peleburan badan litbang K/L hanya akan menjadi kuburan hidup bagi BRIN dan dunia riset inovasi nasional kini dan ke depan.

Kehadiran BRIN seharusnya lebih ditekankan pada upaya menggalang dan menetapkan program prioritas riset dan inovasi nasional (P-PRIN) berbasis pendekatan interdisipliner dan multidisiplin, bukan monodisiplin seperti selama ini. 

Untuk mengoptimalkan hasil dan kemanfaatan P-PRIN, BRIN wajib aktif berperan sebagai lembaga yang memimpin, mengoordinasi, serta mengatur manajemen kerja, alokasi dana, serta komersialisasi hasil riset dan inovasi seluruh badan litbang K/L.

Peran ini penting dengan terbatasnya waktu dan keinginan politik Presiden Jokowi agar BRIN bisa mengorkestrasi pengembangan proyek strategis, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memecahkan masalah bangsa, dan memanfaatkan peluang global bagi kemajuan negara kita. 

Singkatnya, peleburan badan litbang K/L bukan merupakan jawaban atas arahan dan tantangan yang diungkapkan Presiden Jokowi.

Namun, untuk lebih adil sekaligus menjadi komitmen, tanggung jawab, ataupun tanggung gugat para pihak dalam pembangunan dunia riset dan inovasi, pengambilan keputusan menyangkut format kelembagaan apa dan lembaga litbang mana yang harus dilebur atau tidak dalam BRIN perlu melalui diskusi publik.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat