
Nasional
Nyamuk Berwolbachia ‘Musuh’ DBD Disebar di Jakarta
Penyebaran nyamuk berwolbachia tersebut diharapkan mampu menekan kasus DBD.
JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengonfirmasi pelepasan jentik nyamuk aedes aegypti mengandung Wolbachia di Bali ditunda. Uji coba pelepasan nyamuk berwolbachia akan dilakukan di lima kota, yaitu Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, dan Kupang.
Langkah tersebut tertuang melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Proyek Percontohan (Pilot Project) Implementasi Wolbachia Sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue. Penyebaran nyamuk berwolbachia tersebut diharapkan mampu menekan kasus demam berdarah (DBD).
"Sekarang sedang kita bahas dengan Pemerintah Provinsi Bali untuk menunda dulu pelepasan Wolbachia, dan melakukan sosialisasi sampai masyarakat siap," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi, kemarin.

Nadia menjelaskan, inovasi nyamuk aedes aegypti berwolbachia merupakan strategi baru untuk mengatasi penularan kasus dengue di Indonesia, melengkapi intervensi yang kini berjalan berupa pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Provinsi Bali awalnya menjadi salah satu wilayah uji coba penerapan inovasi nyamuk aedes aegypti mengandung wolbachia melalui kerja sama dengan World Mosquito Program (WMP).
WMP merupakan organisasi nonpemerintah yang dimiliki oleh Monash University, Australia, yang bekerja untuk melindungi masyarakat global dari penyakit yang ditularkan nyamuk seperti demam berdarah, zika, demam kuning, dan chikungunya. WMP di Indonesia merupakan kolaborasi penelitian yang dipimpin oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui pendanaan Yayasan Tahija.
Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya di Denpasar pekan lalu mengatakan, penyebaran nyamuk berwolbachia masih menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat Bali. "Kalau masih ada masyarakat yang tidak menerima, berarti kita tunda dulu," katanya.
Menurut dia, metode penyebaran nyamuk wolbachia untuk menekan dengue masih perlu sosialisasi dari pemrakarsa sehingga semua masyarakat bisa menerima. "Perlu sosialisasi, ada penolakan dari masyarakat, kan kita tidak ingin masyarakat terbelah. Yang pro dan kontra ini harus dibagusin dulu," katanya.

Lantas seperti apa sebenarnya nyamuk bioknik wolbachia ini?
Selain di Indonesia, pemanfaatan teknologi wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue. Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Mengutip situs Sehat Negeriku Kemenkes RI, teknologi wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional). Sebagai proyek percontohan di Indonesia, dilaksanakan di lima kota yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang, berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia Sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.
Efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta, dengan dukungan filantropi yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).

Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti penyebab DBD. Sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.
Sebelumnya, uji coba penyebaran nyamuk berwolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, juga menegaskan adanya penurunan penyebaran DBD yang signifikan setelah adanya penerapan wolbachia. “Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di tujuh tahun sebelumnya (2015 hingga 2022) berada di bawah garis minimum,” kata Emma.
“Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” papar Lurah Patangpuluhan Yogyakarta, Sigit Hartobudiono.
Ada penurunan penyebaran DBD yang signifikan setelah adanya penerapan wolbachia.EMMA RAHMI ARYANI, Kepala Dinkes Kota Yogyakarta.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes, RA Adaninggar Primadia Nariswari mengimbau masyarakat tak perlu khawatir soal penyebaran nyamuk berbakteri wolbachia yang dilakukan untuk menekan angka DBD di sejumlah wilayah di Indonesia. "Apa benar nyamuk ini hasil rekayasa genetik? Kalau sudah mikir genetik pasti sudah mikir macam-macam, padahal sebenarnya nyamuk ini atau yang nanti disebarkan nggak ada rekayasa genetik," katanya.
Dokter Ningz, sapaan akrabnya menyebutkan bakteri wolbachia yang dapat mengurangi virus dengue merupakan bakteri alami yang terdapat pada 60 persen jenis serangga seperti lalat, ngengat, capung, dan kupu-kupu. "Ini adalah bakteri yang alami ada, jadi nggak dibuat-buat," tambahnya.
Melalui beberapa generasi, diharapkan seluruh nyamuk aedes aegypti akan mengandung bakteri wolbachia, sehingga bisa mengurangi penyebaran virus dengue. "Sebetulnya nggak ada yang rekayasa genetik, baik dari nyamuknya maupun wolbachia-nya, karena semua prosesnya alami, baik dari wolbachia-nya maupun proses regenerasi atau perkembangbiakan nyamuknya juga alami," ucapnya.
Kemudian, Ningz juga memastikan bahwa penyebaran nyamuk berwolbachia bukan merupakan uji coba yang belum terbukti, karena uji coba dan penelitian tentang bakteri ini telah dilakukan sejak 2011. "Meskipun teknologi wolbachia bermanfaat dan efektif, pencegahan DBD harus dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, dan jangan lupa 3M plus, menutup, menguras, dan mengubur," tutur dokter Ningz.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Dinkes Kota Bandung Sebarkan Telur Nyamuk DBD Terinfeksi Wolbachia
Keberadaan bakteri dalam nyamuk ini menyulitkan virus DBD memperbanyak diri.
SELENGKAPNYAPerubahan Iklim dan Mengganasnya Nyamuk Demam Berdarah
Vaksinasi kini direkomendasikan oleh asosiasi medis dalam mencegah demam berdarah dengue.
SELENGKAPNYAPerubahan Iklim dan Nyamuk yang Kian Hidup Makmur
Nyamuk bisa menjadi satu-satunya spesies yang mendapat manfaat dari perubahan iklim
SELENGKAPNYA