Irfan Syauqi Beik | REPUBLIKA/Daan Yahya

Iqtishodia

Konsolidasi Politik Ekonomi Syariah

Ketiga paslon telah memiliki program terkait dengan pengembangan ekonomi syariah.

OLEH Dr Irfan Syauqi Beik (Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University; Deputi Sekretaris Jenderal World Zakat and Waqf Forum)

 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berkompetisi pada Pilpres 2024. Tentu kita berharap agar pilpres dan pileg tahun depan ini berjalan dengan baik, adil, jujur, bersih dan bebas dari berbagai bentuk kecurangan, fitnah dan intimidasi.

Pemilu yang baik akan menghasilkan kualitas pemimpin yang baik pula. Karena itu, tugas kita sebagai rakyat adalah bagaimana memastikan partisipasi kita sebagai pemilih sekaligus mengawal proses pelaksanaan pemilu agar berjalan luber dan jurdil. Kita pun berharap agar kampanye pilpres dan pileg ini bisa kaya dengan gagasan dan ide inovatif yang ditawarkan oleh para capres-cawapres maupun para caleg.

Salah satu implikasi penting dari kontestasi politik ini adalah terkait dengan masa depan ekonomi syariah di Indonesia. Jika melihat dokumen visi misi ketiga paslon yang ada, terlihat bahwa ketiga paslon telah memiliki program terkait dengan pengembangan ekonomi syariah. Tinggal bagaimana proses eksekusi kebijakan dan programnya setelah mereka terpilih.

Kita berharap agar program ekonomi syariah tersebut bukan hanya sekedar menjadi pelengkap, namun menjadi bagian penting dari kebijakan perekonomian nasional ke depan, paling tidak hingga tahun 2029.

 

 
Salah satu alasan mengapa ekonomi syariah harus terus menerus dikembangkan di negara kita adalah karena potensi pasarnya yang sangat besar
   

 

Salah satu alasan mengapa ekonomi syariah harus terus menerus dikembangkan di negara kita adalah karena potensi pasarnya yang sangat besar, khususnya pada industri halal. Secara global, menurut data OIC Halal Economy Report (2022), yang banyak menikmati kemajuan dan perkembangan industri halal justru adalah negara-negara muslim minoritas. Sementara negara-negara muslim mayoritas kebanyakan masih menjadi konsumen dibandingkan dengan produsen.

Sebagai contoh, dari volume industri makanan dan minuman halal global yang mencapai angka 1,07 triliun dolar AS (Rp 16,5 ribu triliun) dengan pertembuhan rata-rata 7 persen setiap tahunnya, ternyata 78 persen dari kebutuhan tersebut dipenuhi oleh negara-negara minoritas Muslim. India, Brazil, dan Amerika Serikat tercatat sebagai tiga negara teratas sebagai produsen makanan minuman halal terbesar dunia, dengan pangsa pasar masing-masing mencapai angka 9 persen, 8 persen dan 6 persen.

Hanya 22 persen suplai kebutuhan makanan minuman halal yang berasal dari negara mayoritas Muslim, yang mana Indonesia dan Turki masing-masing berkontribusi 5 persen dan 4 persen.

 

 

India, Brazil, dan Amerika Serikat tercatat sebagai tiga negara teratas sebagai produsen makanan minuman halal terbesar dunia

 

Contoh lainnya, pada industri farmasi dan obat-obatan halal, dari total volume perdagangan global yang mencapai angka 56,93 miliar dolar AS (Rp 877,7 triliun), ternyata 95 persennya dipenuhi oleh negara-negara minoritas Muslim. China, Belgia, dan Jerman tercatat menjadi tiga negara terbesar yang memproduksi farmasi dan obat-obatan halal dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 19 persen, 10 persen dan 10 persen.

Sementara, kemampuan negara-negara mayoritas Muslim hanya mampu berkontribusi 5 persen saja dalam memproduksi farmasi dan obat-obatan halal. Padahal, pertumbuhan industri farmasi dan obat-obatan halal secara global ini mencapai angka rata-rata 14 persen setiap tahunnya.

Contoh terakhir adalah pada industri kosmetika halal. Dengan volume sebesar 47 miliar dolar AS (Rp 724,6 triliun) dan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya yang mencapai angka 8,2 persen, ternyata suplai kosmetika halal didominasi negara-negara minoritas Muslim, yang berkontribusi sebesar 87 persen dari keseluruhan produksi yang ada. Hanya 13 persen yang disumbang oleh negara-negara minoritas Muslim.

Amerika Serikat tercatat sebagai produsen terbesar dengan pangsa pasar mencapai angka 6 persen, disusul oleh empat negara lainnya yang masing-masing memiliki pangsa yang sama sebesar 5 persen, yaitu China, Italia, Spanyol dan India.

Produksi di tiga sektor industri halal masih didominasi negara minoritas Muslim

 

 

Ini adalah contoh tiga sektor industri halal yang perkembangannya sangat pesat, namun dari sisi produksinya masih didominasi negara minoritas Muslim. Tentu ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, agar Indonesia bisa menjadi produsen halal terkemuka dunia.

Disinilah peran kepemimpinan nasional menjadi sangat penting. Bagaimana kepemimpinan nasional yang ada, dapat secara serius mengembangkan seluruh sektor dalam industri halal, termasuk juga industri keuangan syariah dan sektor ZISWAF.

Tujuannya agar manfaat multiplier ekonomi tersebut dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia, seperti manfaat pada penyerapan pengangguran, pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan.

Secara kebijakan, saat ini Indonesia telah memilik KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) dan KDEKS (Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah) yang telah ada di 24 provinsi seluruh Indonesia. Keberadaan KNEKS dan KDEKS beserta program-programnya, harus diakui, telah berhasil mengangkat peringkat Indonesia pada percaturan perekonomian syariah global.

Namun demikian, naiknya peringkat Indonesia tidak otomatis berkorelasi dengan semakin dominannya posisi Indonesia dalam konteks menjadi produsen halal, karena ada banyak variabel yang diperhitungkan dalam penilaian peringkat tersebut.

 

 

Naiknya peringkat Indonesia tidak otomatis berkorelasi dengan semakin dominannya posisi Indonesia dalam konteks menjadi produsen halal

 

Penguatan ranking ini tentu perlu disyukuri. Namun kedepannya, fokus kita sudah saatnya tidak lagi pada aspek peringkat ekonomi syariah global semata, akan tetapi harus diarahkan pada aspek yang lebih substantif, yaitu memperbesar pangsa pasar Indonesia pada industri halal global. Apalagi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, seperti potensi sumber daya alam yang bisa dioptimalkan dengan baik.

Disinilah peran politik ekonomi syariah menjadi sangat penting, yang mana interaksi antara ide-ide dan gagasan ekonomi syariah dengan institusi-institusi kekuasaan harus didesain agar bisa semakin intensif. Politik ekonomi syariah menjadi fase yang sangat penting dalam mempertemukan pendekatan bottom up dengan pendekatan top down.

Bottom up adalah pendekatan yang mana ekonomi syariah selama ini sangat bergantung pada inisiasi dan kekuatan masyarakat. Sementara top down adalah pendekatan kekuasaan yang menjadikan ekonomi syariah sebagai instrumen penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

 

 

Segenap pegiat dan aktivis ekonomi syariah harus terus menerus melakukan konsolidasi gerakan

 

Pendekatan bottom up telah menjadikan ekonomi syariah semakin kuat di akar rumput. Terbukti dari perjalanan ekonomi syariah yang telah melewati berbagai rezim kekuasaan, mulai dari zaman Soeharto hingga zaman Joko Widodo. Ini menjadikan ekonomi syariah menjadi instrumen yang tangguh, resilien, dan mengakar di tengah masyarakat.

Namun, proses akselerasi hanya akan terjadi ketika pendekatan top down yang menyentuh substansi pengembangan ekonomi syariah, bisa direalisasikan dengan baik. Untuk itu, segenap pegiat dan aktivis ekonomi syariah harus terus menerus melakukan konsolidasi gerakan, agar ide-ide dan pemikiran ekonomi syariah bisa semakin menghiasi perjalanan kebijakan perekonomian bangsa ke depan. Wallaahu a’lam.    

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat