
Kronik
Mengapa Surat Lama Usamah bin Ladin Viral di Tiktok?
Ada kesamaan kekhawatiran antara Usamah dengan anak muda zaman now.
Oleh FITRIYAN ZAMZAMI
Buat para kawula Generasi Z, serangan ke World Trade Center pada 2001 tentunya bukan peristiwa yang diingat dengan skala yang sama oleh generasi sebelum mereka. Kengerian serangan teror itu tak mereka saksikan langsung di televisi, perang membabi buta Amerika Serikat setelahnya juga tak lekat dalam ingatan.
Dunia yang ditinggali generasi tersebut adalah dunia yang sangat berbeda dengan dunia 22 tahun silam. Tak ada lagi narasi maupun propaganda yang bisa dengan leluasa dipaksakan negara-negara atau arus utama setelah media sosial jadi bagian tak terpisahkan dari hidup mereka.
Amerika Serikat sudah terkikis hegemoninya, bukan lagi adidaya tunggal seperti yang diingat Generasi X dan Milenial awal. Israel yang biasanya sangat efektif memainkan hasbara alias propaganda mereka, kelimpungan membenarkan pembantaian terhadap warga Palestina belakangan.
Jutaan anak-anak muda di seluruh penjuru dunia melihat penjajahan apa adanya dan melakukan perlawanan melalui aksi-aksi turun ke jalan. Narasi yang coba dibangun Israel disanggah dengan lekas melalui banjir unggahan di media sosial. “Israel boleh menguasai media, tapi kami dibantu sejuta jurnalis warga,” ujar salah satu pejabat Palestina.

Dalam konteks itu, belakangan muncul ke permukaan surat terbuka yang dilansir pemimpin Alqaidah, Usamah bin Ladin, pada 2002 lalu. Ia jadi unggahan yang disaksikan puluhan juta di Tiktok, salah satu medsos utamanya Generasi Z.
Media Inggris, the Guardian, sampai harus menghapus artikel yang menampilkan lengkap surat itu pada 15 November 2023. Sementara Tiktok berjuang keras mencegah kemunculan lagi dan lagi surat itu.
Pertanyaan sebenarnya, mengapa surat itu mendapat tempat di kalangan Generasi Z?
Usamah menulis surat itu setelah ia dituding mendalangi serangan 11 September 2001 yang menewaskan 3.000 lebih warga AS di New York dan Washington. Isinya semacam manifesto perlawanan kelompok “ekstremis” Islam terhadap Amerika Serikat.
Dalam surat itu, Usamah yang dibunuh dalam penggerebekan AS pada 2011 itu menjelaskan bahwa akar perlawanan mereka adalah serangan terus menerus Amerika dan sekutunya terhadap umat Islam. “Palestina, dengan bantuan dan dukungan kalian kepada umat Yahudi, telah dijajah selama 50 tahun. Tahun-tahun yang dibanjiri penindasan, tirani, kejahatan, pembunuhan, pengusiran, penghancuran dan pemusnahan,” tulis Usamah.

Yang ditulis Usamah tersebut saat ini makin terlihat sebagai fakta. Lampu hijau yang diberikan AS bagi Israel untuk membombardir Gaza, aliran mesin tempur yang dikirimkan negara-negara Barat, dan nelangsa di Gaza, semuanya demikian kentara bagi Generasi Z.
Mereka paham siapa yang dijajah, dan siapa yang harus dibela. Mereka paham bahwa pajak yang dibayarkan warga AS adalah salah satu bahan bakar dari penindasan tersebut, dan mereka keberatan.
Ratusan ribu anak muda melakukan aksi membela Palestina di negara-negara yang para orang tuanya dulu adalah pembela Israel. Di Washington, di New York, di Kalifornia, di San Francisco, di Chicago, di London, di Paris, di Madrid, seantero Eropa, aksi-aksi mendesak gencatan senjata dan membela Palestina terus berjalan.
Dalam suratnya, Usamah kemudian mendaftar berbagai mala Amerika Serikat dan dunia Barat. “Kalian adalah bangsa yang mengizinkan riba yang dilarang semua agama,” tulis Usamah.
Ia kemudian mencela industri obat-obatan di Amerika Serikat, meramalkan krisis opioid yang kini melanda AS.

Usamah juga mengkritik kebebasan seksual di AS yang tanpa batas dengan dalih kebebasan individual. “Kalian adalah bangsa yang mengizinkan perjudian dalam berbagai bentuknya. Perusahaan-perusahaan mempraktikkan hal ini juga, hasilnya adalah investasi yang membuat para penjahat makin kaya.”
“Kalian adalah bangsa yang mengeksploitasi perempuan seperti produk konsumen atau alat promosi. Kalian menggunakan perempuan untuk melayani penumpang, pelanggan, dan orang asing untuk meningkatkan cuan. Setelah itu kalian bicara soal dukungan pembebasan perempuan.”
“Kalian telah menghancurkan Bumi dengan limbah industri kalian dan minyak bumi jauh lebih parah dari bangsa manapun dalam sejarah. Meski begitu, kalian menolak menandatangani Protokol Kyoto agar bisa mengamankan cuan dari perusahaan dan industri kalian yang serakah.”
“Undang-undang kalian adalah undang-undang orang kaya yang memengaruhi partai politik dan mendanai kampanye politik mereka. Di balik itu, ada Yahudi yang mengontrol kebijakan kalian, media, dan perekonomian.”

“Janganlah kita melupakan salah satu karakteristik utama kalian: dualitas kalian dalam perilaku dan nilai; kemunafikanmu dalam sopan santun dan prinsip. Segala perilaku, prinsip, dan nilai memiliki dua skala: satu untuk kalian dan satu untuk orang lain. Kebebasan dan demokrasi yang kalian serukan adalah untuk diri kalian sendiri dan hanya untuk ras kulit putih; sedangkan di seluruh dunia, kalian memaksakan kebijakan dan pemerintahan yang mengerikan dan merusak, yang kalian sebut sebagai 'teman-teman Amerika'. Namun kalian mencegah mereka membangun demokrasi.”
“Kami meminta kalian untuk mengambil sikap jujur terhadap diri sendiri – dan saya ragu akan kalian lakukan – untuk mengetahui bahwa kalian adalah sebuah bangsa yang tidak memiliki prinsip atau tata krama, dan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kalian miliki hanyalah sesuatu yang hanya kalian tuntut dari orang lain, bukan apa yang harus kalian patuhi sendiri.”
Pada masanya, repetan Usamah tersebut barangkali terdengar sebagai rangkaian teori konspirasi. Namun dunia yang lebih terbuka, juga kebijakan luar negeri AS setelah 2001 serta kondisi-kondisi membuat surat itu seperti prediksi yang rasional.
Menariknya, sebagian peringatan yang disampaikan Usamah sejalan dengan asumsi Generasi Z. Di Amerika Serikat, merujuk survei Gallup yang dilansir pada September 2023 lalu, hanya 9 persen yang percaya pada institusi politik yang disebut korup dan dikendalikan korporasi dalam surat Usamah. Setengah dari responden sama sekali tak percaya dengan politikus di AS.

Sedangkan Deloitte Global Millenial dan Gen Z Survey pada 2021 menunjukkan bahwa ketakadilan sosial dan rasisme dianggap generasi itu sebagai sesuatu yang mewabah di masyarakat. Hal ini seiring dengan keberatan Usamah saat mengatakan bahwa "Kebebasan dan demokrasi yang kalian serukan adalah untuk diri kalian sendiri dan hanya untuk ras kulit putih."
Survei yang sama pada 2022 menunjukkan bahwa sekitar 72-77 persen Milenial dan Gen Z menilai ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin kian lebar, hal yang disebut Usamah sebagai akibat investasi spekulatif korporasi.
Tak sampai setengah dari responden yang menilai bahwa korporasi dan perusahaan-perusahaan besar membawa manfaat bagi kemanusiaan. Keserakahan perusahaan-perusahaan begitu menjengkelkan bagi Gen Z dan Milenal yang menganggap mahalnya biaya hidup sebagai kekhawatiran utama mereka.
Di kalangan Gen Z, pelecehan seksual berada di posisi kelima hal yang paling mereka khawatirkan, hal serupa yang diisyaratkan Usamah soal eksploitasi perempuan di Barat. Barangkali, yang paling menyentuh Gen Z dan Milenial dari surat Usamah adalah soal protesnya terkait perusakan alam oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

Patut dicatat, surat Usamah dikirimkan lima tahun setelah Protokol Kyoto yang mensyaratkan upaya pengurangan emisi karbon bagi negara-negara yang meratifikasinya. Seperti yang disinggung Usamah, saat surat ditulis pada 2002, Amerika Serikat belum ikut meratifikasi. Demikian juga Kanada, sementara sejumlah negara seperti Austria, Denmark, Islandia, Jepang, Lichtenstein, Luksemburg, Norwegia, Spanyol dan Swiss; menyepakati meski enggan terikat. Baru pada 2005, tiga tahun setelah surat Usamah, protokol itu diwajibkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Artinya, protes Usamah soal ancaman kerusakan Bumi kala itu bukan isu yang sebegitu populer. Berbeda halnya dengan saat ini. Di berbagai survei, perubahan iklim selalu menduduki papan atas kekhawatiran Gen Z dan Milenial, termasuk dalam survei Deloitte pada 2022.
Artinya, jika tendensi ekstremisme, alasan untuk membunuh, dogma-dogma agama, serta nama Usamah bin Ladin dihapuskan dari surat pada 2002, ia akan sangat mirip dengan manifesto yang dituliskan anak-anak Milenial dan Gen Z masa kini. Hal ini menjelaskan mengapa surat ini kemudian viral di Tiktok.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pejuang Palestina Pukul Mundur Israel, Hancurkan 33 Kendaraan
Pimpinan Hamas menyatakan siap meladeni perang panjang.
SELENGKAPNYAAyat yang Dibaca Pejuang Palestina Sebelum Hancurkan Tank Israel
Sekitar 183 kendaraan tempur Israel dihancurkan di Gaza.
SELENGKAPNYANasri, Sang Palestina
Belum cukup ada tanda-tanda tentang terwujudnya sebuah negara Palestina.
SELENGKAPNYAJejak Diplomasi Indonesia Menghapus Penjajahan di Palestina
Indonesia lahir tidak lepas dari semangat antikolonialisme yang dilahirkan oleh para pendiri bangsa.
SELENGKAPNYA