Opini--Catatan Milad Muhammadiyah ke 111 Tahun | Daan Yahya/Republika

Opini

Gerakan Muhammadiyah

Catatan Miad Muhammadiyah ke 111 Tahun, 18 November 2023.

Oleh MUKHAER PAKKANNA, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta 2018-2023

Muhammadiyah lahir 111 tahun lampau, tepatnya 8 Zulhijjah 1330 H atau 18 November 1912.

Menyitir keterangan Kiai Syudja, murid Kiai Ahmad Dahlan, bahwa ide inti pendirian Muhammadiyah merujuk pada QS al-Anfal: 24, "Wahai orang-orang beriman, sambutlah panggilan Allah dan Rasul-Nya apabila kamu telah dipanggil kepada apa yang dapat menghidupkan kamu..."

Apa makna diktum dari pesan ayat tersebut? Kiai Dahlan menafsirkan, Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin bukan sekadar agama pemuas spiritualitas, tapi Islam adalah agama amalan, agama praksis.

Islam harus kompatibel dengan modernitas. Islam harus aktual dalam proses perubahan.

Ajaran Islam menurut Muhammadiyah harus senantiasa ditafsir ulang sesuai perubahan. Pola berpikir Dahlan, Islam ditafsir dalam konteks praktis, maka Islam harus memiliki implikasi jauh ke depan.

 
Ajaran Islam menurut Muhammadiyah harus senantiasa ditafsir ulang sesuai perubahan. Pola berpikir Dahlan, Islam ditafsir dalam konteks praktis, maka Islam harus memiliki implikasi jauh ke depan.
 
 

Karena itu, Dahlan sejatinya berani melakukan pembumian ajaran Islam dalam konteks sosiohistoris. Dengan demikian, Dahlan melakukan modernisasi dan institusionalisasi ajaran Islam.

Konon, Kiai Dahlan dalam membahas dan mengkaji surah al-Ma'un ayat 1-7 hingga 50 kali. Salah seorang jamaah beliau memprotes, mengapa Kiai berulang kali membahas hingga jamaah menjadi bosan.

Kata Kiai Dahlan, kita tidak akan membahas ayat lain jikalau kita (jamaah) belum melakukan tindakan aksi.

Aksi pembumian ajaran Islam yang dilakukan Dahlan, tidak sebatas pada persoalan tindakan nyata. Tetapi beliau juga membuat framework terinstitusionalisasi secara sistematis, terprogram, dan terukur. Manajemen institusi digerakkan secara modern, bahkan mengikuti pola-pola Barat.

Rahmatan lil 'alamin

Makna modernisasi adalah pembumian. Konsekuensinya, perlu dilakukan desakralisasi, yakni upaya mentransformasikan ihwal yang tabu dan sakral dari objek-objek yang mestinya tidak tabu dan tidak sakral menjadi hal-hal yang empirik dan operasional.

Hal yang normatif dan konseptual menjadi hal yang konkret dan aktual. Dalam bahasa Cak Nur, modernisasi mirip dengan sekulerisasi dalam sosiologi, yang mengandung makna pembebasan (liberasi).

Dengan demikian, pembumian ajaran Islam berorientasi pada sofistikasi (sophisticated). Dalam konteks ini, ajaran Islam dalam Alquran tidak saja berhenti pada kisaran konsepsional, apalagi pada kisaran sakralitas, tapi ia harus beroperasi dalam tataran praksis universal (rahmatan lil ’alamin).

Operasionalisasi ajaran Islam dalam konteks sosio-historis-kultural hanya bisa dilakukan jika umat mampu menangkap roh universalisme dan kosmopolitanisme Islam.

 
Muhammadiyah hadir di tengah masyarakat Indonesia yang sangat terbelakang dan miskin di awal abad 20. Keterbelakangan dan kemiskinan ini semakin diperparah oleh imprealisme dan kolonialisme asing serta drakula komparadornya, yang terus menghisap kekayaan alam.
 
 

Muhammadiyah hadir di tengah masyarakat Indonesia yang sangat terbelakang dan miskin di awal abad 20. Keterbelakangan dan kemiskinan ini semakin diperparah oleh imprealisme dan kolonialisme asing serta drakula komparadornya, yang terus menghisap kekayaan alam.

Sumber-sumber produksi masyarakat yang potensial dilumat kaum imperialis. Masyarakat Indonesia hanya memperoleh ampas kekayaan alam.

Konsekuensinya, tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah. Hanya 1,8 persen masyarakat Indonesia yang mencicipi pendidikan.

Bertalian dengan itu, tingkat pemahaman keagamaan masyarakat sangat primitif dan lebih banyak berorientasi mitos (Kuntowijoyo, 1992). Kondisi kompleksitas persoalan dan psikologi umat Islam yang sangat terbelakang, "sekulerisasi" yang digerakkan Kiai Dahlan pada zaman itu tentu menemui kendala yang luar biasa.

Ada dua kendala, pertama, kendala internal, berkaitan dengan serangan terhadap kaum tradisional yang menggugah kemapanan keberagamaan mereka yang sarat dengan mitos. Malah, pada banyak hal, Muhammadiyah sudah dianggap kafir karena telah meniru pola laku dan gaya hidup Barat.

Kedua, kendala eksternal terutama berkaitan dengan kaum imprealis. Kendati Muhammadiyah pada beberapa sisi telah meniru pola Barat dalam ihwal metode pendidikan dan pengajaran serta pemberdayaan masyarakat, imperialis sesungguhnya merasa terusik.

Menurut Van der Plas, seorang ahli Islam Belanda yang pernah melakukan riset ke masjid-masjid di beberapa daerah pada saat itu, sangat mafhum karena mengetahui umat Islam yang membaca Alquran di masjid-masjid kurang mengetahui isinya. Kondisi seperti ini tentu sangat menguntungkan imperialis, karena itu perlu dibiarkan saja.

Keberadaan Muhammadiyah di tengah masyarakat telah membuat imperialis semakin khawatir. Karena mereka paham bahwa jika Alquran dibaca dan ditafsirkan secara empirikal dan sophisticated akan menjadi psycological striking force, sehingga umat Islam semakin sadar dan bangkit melakukan perlawanan.

 
Keberadaan Muhammadiyah di tengah masyarakat telah membuat imperialis semakin khawatir. Karena mereka paham bahwa jika Alquran dibaca dan ditafsirkan secara empirikal dan sophisticated akan menjadi psycological striking force, sehingga umat Islam semakin sadar dan bangkit melakukan perlawanan.
 
 

Dalam kondisi seperti itu, imperialis kerapkali melakukan siasat politik divide et impera antara kaum tradisionalis dengan Muhammadiyah.

Kendala di atas oleh Dahlan, setidaknya dapat diatasi dengan menunjukkan kemandirian dan kewibawaan warga Muhammadiyah dalam berdakwah.

Pada awal berdirinya, the founding fathers Muhammadiyah berasal dari para saudagar (entrepreneur). Kiai Dahlan sendiri adalah pedagang batik dan kerap berdagang di berbagai kota di Jawa.

Dalam perjalanan dagangnya, Kiai Dahlan selalu bersilaturahim kepada para alim setempat, membicarakan perkembangan Islam dan masyarakat. Selain itu, fakta sejarah juga berbicara, banyak warga Muhammadiyah berprofesi sebagai saudagar.

Redefinisi ajaran

Untuk mengembalikan elan vital gerakan sosial Muhammadiyah, diperlukan Dahlan-Dahlan baru yang memiliki visi tajdid dan keberanian melakukan pembumian dan sofistikasi yang terlembaga.

Hanya persoalannya, warga Muhammadiyah dalam beberapa dasawarsa terakhir ini mulai kehilangan ghirah tadjid. Bahkan amal-amal usaha yang ada sekarang banyak yang merupakan duplikasi sehingga tidak ada kreativitas yang genuine.

Dalam spektrum tadjid, Muhammadiyah sudah jauh tertinggal dibanding beberapa lembaga sosial keagamaan. Wawasan keagamaan dan kemanusiaan warga Muhammadiyah selain kering, juga hampa perspektif.

Kurang memiliki keberanian intelektual melakukan sofistikasi tafsir ajaran agama. Sehingga yang muncul adalah nostalgia dan duplikasi.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ayat yang Dibaca Pejuang Palestina Sebelum Hancurkan Tank Israel

Sekitar 183 kendaraan tempur Israel dihancurkan di Gaza.

SELENGKAPNYA

Nasri, Sang Palestina

Belum cukup ada tanda-tanda tentang terwujudnya sebuah negara Palestina.

SELENGKAPNYA

Kemunafikan Struktural

Kemunafikan struktural adalah segala bentuk pengkhianatan, pembohongan, dan penipuan.

SELENGKAPNYA

Pesona Masjid Termegah di Bahrain

Masjid Raya al-Fatih di al-Manama, Bahrain, memiliki kubah fiberglass terbesar di dunia.

SELENGKAPNYA