
Hikmah
Kemunafikan Struktural
Kemunafikan struktural adalah segala bentuk pengkhianatan, pembohongan, dan penipuan.
Oleh HASAN BASRI TANJUNG
Sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Hurairah RA, meriwayatkan suatu kejadian ketika Nabi Muhammad SAW tengah berpetuah kepada suatu kaum dalam sebuah majelis.
Tiba-tiba datang seorang Arab Badui lalu bertanya lantang, “Kapan hari kiamat tiba?" Namun, Nabi SAW tetap melanjutkan pembicaraanya.
Sebagaian orang ada yang mengatakan, ‘Beliau mendengar perkataannya, tetapi beliau tidak menyukainya’. Sebagian lagi mengatakan, ‘Beliau tidak mendengar perkataannya’.
Ketika selesai memberi nasihat, Nabi SAW bertanya, "Di manakah orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?"
"Aku yaa Rasulullah," jawab orang tersebut. Lalu, Nabi SAW bersabda, "Apabila sudah hilang amanah, maka tunggulah saat kehancuran (hari kiamat)."
Orang itu kembali bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah itu?" Nabi SAW menjawab, "Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran." (HR Bukhari).
Pengkhianatan terhadap amanah adalah kemunafikan yang sangat berbahaya, sehingga dikaitkan secara langsung dengan hari kiamat atau kehancuran pada suatu masyarakat, bangsa, dan negara.
Pesan ini hendak mengajarkan kepada kita bahwa pengkhianatan terhadap amanah adalah kemunafikan yang sangat berbahaya, sehingga dikaitkan secara langsung dengan hari kiamat atau kehancuran pada suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Juga, amanah akan diselewengkan manakala tidak berada di tangan ahlinya, bukan semata-mata atas keilmuan, tetapi juga dengan sengaja memanfaatkan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan diri, keluarga atau kelompok (kolusi, korupsi, dan nepotisme).
Hakikat kemunafikan adalah khianat, dusta, tipu daya, dan merugikan. Artinya, dalam setiap kemunafikan selalu ada dusta yang dikemas indah dan halus, sehingga menimbulkan kerugian, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Dampak kerugian akan berbeda dan bertingkat sesuai kedudukan yang dimiliki. Semakin tinggi pangkat dan jabatan, maka semakin besar pula akibat buruk yang melanda masyarakat, sebab dilakukan secara sistematis dan masif.
Tepatlah, kandungan surah al-Munafiquun 63: 1-8 mengenai perilaku (karakter) orang-orang munafik, yakni pendusta, sombong, fasik, tidak paham dan mengetahui.
Kemunafikan struktural (an-nifaaq al-munadz-dzamah) adalah segala bentuk pengkhianatan, pembohongan, dan penipuan yang dilakukan oleh seorang pejabat negara atau pemerintah, baik direncanakan ataupun dikondisikan yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat.
Tidak sedikit orang yang ambisi kekuasaan atau jabatan dengan menghalalkan segala cara demi menumpuk kekayaan dan penghormatan, tanpa peduli nasib orang lain yang teraniaya. Bahkan, dengan segala tipu daya mempertahankan kekuasaan walaupun menabrak etika, norma, dan hukum.
Setidaknya, kemunafikan struktural dapat dilihat dari tiga indikator.
Pertama, kurang komitmen. Menjadi seorang pemimpin dituntut tekad yang kuat bak batu karang di dasar lautan. Sebab, akan banyak persoalan dan tantangan yang akan mengadang.
Jika layar sudah terbentang, angin sudah bertiup kencang, gendang sudah ditabuh, ombak sudah menderu, maka perahu pantang mundur ke tepian. Namun, ketika memangku jabatan publik dengan komitmen yang lemah dan tidak berpihak kepada kaum tertindas, itulah kemunafikan struktural (QS an-Nisa: 58).
Kedua, kurang kompeten. Menjadi seorang pemimpin tidak cukup dengan komitmen, tapi juga memiliki kompetensi di bidangnya. Memang, tidak seorang pun yang mampu menguasi segala hal, tapi untuk bidang yang diamanahi wajib punya keahlian, kecakapan, sinergi, dan kolaborasi dengan pihak lain.
Ketika menduduki jabatan kurang kompeten apalagi diraih dengan kolusi dan nepotisme, itulah kemunafikan struktural (QS Yusuf 12: 55).
Ketiga, kurang konsisten. Selain komitmen dan kompeten, untuk menjadi seorang pemimpin harus mennjaga konsistensi (istiqamah) di jalan kebenaran dan kebaikan.
Sudah maklum, setiap jabatan punya risiko dan godaan yang mengiurkan. Setan dari golongan jin dan manusia selalu berkamuflase dalam membujuk rayu agar waswas, bimbang, dan putus asa dalam melakukan perubahan kehidupan.
Jika kepemimpinan tidak teguh memegang prinsip kebenaran dan kebaikan, itulah kemunafikan struktural (QS Fushshilat 41: 30-31).
Amanah kepemimpinan hanya patut bagi mereka yang memiliki mentalitas, integritas, moralitas, dan spiritualitas yang tinggi sebagai teladan dalam keseharian.
Setiap pemimpin negara atau masyarakat, mulai dari tingkat paling rendah hingga tertinggi punya tanggung jawab besar di dunia dan akhirat. Amanah kepemimpinan hanya patut bagi mereka yang memiliki mentalitas, integritas, moralitas, dan spiritualitas yang tinggi sebagai teladan dalam keseharian.
Nabi SAW berpesan, ”Ada dua golongan manusia yang apabila baik maka akan baik pula manusia lainnya, dan apabila keduanya rusak maka akan rusak pula manusia lainya, yaitu ulama dan umara.” (HR Abdullah Ibn Mubarak).
Guru kehidupan kita, Prof KH Didin Hafidhuddin dalam buku Membangun Kemandirian Umat (hal 389) menegaskan betapa penting akhlak kepemimpinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang hanya akan terwujud jika syarat-syaratnya terpenuhi, yakni luas ilmu pengetahuan dan sehat jasmani (QS al-Baqarah 2: 247), amanah, dan memiliki kecakapan (QS Yusuf 12: 55), beriman kepada Allah SWT, dan senang berjamaah (QS al-Maidah 5: 55).
Untuk itu, kewajiban dakwah menjadi mutlak untuk menyiapkan pemimpin yang baik. Sebab jika abai, maka Allah SWT akan menjadikan orang jahat berkuasa, sehingga ketika orang saleh berdoa agar membinasakannya, maka doa mereka tidak dikabulkan lagi (HR Bazzar).
Akhirnya, tidak seorang pun yang akan terbebas dari sifat kemunafikan, baik individual, sosial, intelektual, struktural maupun spiritual. Sekiranya, kita tidak mampu menghindari sepenuhnya, maka berusaha menjauhi mulai dari hal yang kecil saja.
Seraya berdoa kepada Allah, ”Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perpecahan, kemunafikan dan akhlak yang buruk” (HR Abu Daud).
Allahu a’lam bis-shawab.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kiai Chudlori dan Opsi 'Gamelan atau Masjid'
Sang pendiri ponpes API Tegalrejo menyarankan orang-orang agar membeli gamelan terlebih dahulu daripada membangun sebuah masjid besar.
SELENGKAPNYAMelihat Panorama Sejarah Islam
Secara umum, buku ini cocok untuk mereka yang masih pada tahap awal menggemari bacaan sejarah Islam.
SELENGKAPNYAKemenag: Kewajiban Haji Gugur Bila tak Mampu Finansial
Kemenag mengundang sejumlah ormas Islam untuk mengulas masalah istithaah keuangan haji
SELENGKAPNYA