
Kitab
Mereka yang Menyakiti Rasulullah
Buku ini merangkum biografi tokoh-tokoh yang memusuhi Nabi Muhammad SAW pada masa kehidupan beliau.
Sungguh beruntung orang-orang yang pernah berjumpa langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Keberuntungan itu tentu hanya berlaku bagi mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun yang menolak atau menentang dakwah Islam jelas tidak termasuk dalam kategori demikian.
Kita banyak menjumpai buku-buku yang membicarakan sosok Rasulullah SAW dan para sahabat, tetapi barang kali jarang adanya buku yang secara khusus memaparkan musuh-musuh beliau. Di sinilah keunikan karya kolaboratif Misran Jusan dan Armansyah yang berjudul Para Penentang Muhammad SAW. Buku setebal 336 halaman tersebut diklaim para penulisnya sebagai “satu-satunya buku yang mengulas para penentang dakwah Muhammad SAW.”
Secara keseluruhan, terdapat 23 figur yang dibicarakan kedua penulis. Mereka semua adalah yang selalu memusuhi Islam walaupun hidup sezaman dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Buku ini membicarakan banyak sosok, mulai dari Abu Lahab hingga Zainab binti al-Harits, orang yang nekat meracuni Rasulullah SAW.
Misran dan Armansyah mengatakan dalam kata pengantar buku ini, para musuh Rasul SAW tampil dari berbagai kalangan. Mulai dari keluarga terdekat, pembesar kota, bangsawan, hingga kaum munafik dan ahlul kitab yang sesungguhnya sudah mengetahui nubuat tentang utusan-Nya yang terakhir. Dengan merujuk pada berbagai kitab sirah nabawiyah, kedua penulis tersebut menyuguhkan rupa-rupa kisah para musuh Islam.

Di antara para figur pembenci Islam, ada pula yang memiliki kisah cukup unik. Misalnya, al-‘Ash bin Wa’il yang disebut oleh kedua penulis sebagai “pencela kehidupan akhirat.” Tokoh ini berasal dari Bani Sahm. Dalam bahasa kekinian, argumentasi yang kerap dilontarkan Ibnu Wa’il mirip dengan sekulerisme. Ia mengingkari adanya kehidupan setelah mati. Baginya, kehidupan hanyalah di dunia ini sehingga ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW tak lebih dari sekadar “khayalan.”
Uniknya, anak-anak al-‘Ash bin Wa’il memutuskan untuk menjadi Muslim. Mereka adalah Hisyam dan ‘Amr. Si bapak tentunya tak menerima kenyataan ini. “Hampir setiap hari, dia (Hisyam) didera sang ayah dengan cemeti dan dikurung tanpa makan dan minum. Hal ini menimbulkan rasa kasihan dari iparnya (istri ‘Amr bin al-‘Ash) yang mengirimkannya makanan secara diam-diam,” tulis Misran dan Armansyah (2018: 127).
Sementara itu, ‘Amr bin al-‘Ash masuk Islam lebih Hisyam. Akan tetapi, pada akhirnya dia dikenal sebagai salah seorang pahlawan umat. Pada mulanya, ‘Amr mendatangi Rasul SAW di Madinah dengan diiringi sejumlah pemuda Makkah, termasuk Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah.
Saat itu, antara kubu Makkah dan Madinah sedang menyepakati gencatan senjata sehingga orang-orang Quraisy cukup leluasa untuk berinteraksi dengan para pengikut Nabi SAW. Begitu melihat kedatangan tiga pemuda itu, Rasul SAW bersabda, “ Kota Makkah telah mencampakkan kalian, padahal kalian adalah jantung hati kesayangannya.” Begitu 'Amr menjadi seorang Muslim, Nabi SAW menjulukinya sebagai “seorang yang berpikiran cerdas dalam Islam.”
Suatu ketika, al-‘Ash bin Wa’il didatangi Khabbab bin al-Arat, rekan bisnisnya yang ternyata sudah menjadi seorang Muslim. Saat itu, al-‘Ash masih berutang kepadanya. “Tidak! Aku tidak akan memberikan kepadamu (membayar utang) hingga engkau keluar dari agama Muhammad!” ujar al-‘Ash sewaktu ditagih.
“Tidak, aku takkan kufur sampai engkau mati dan dibangkitkan kembali pada Hari Kiamat,” jawab Khabbab.
“Apakah engkau percaya bahwa Allah akan membangkitkan manusia pada Hari Kiamat?”
“Ya!” tegas Khabbab.
Al-‘Ash lantas tertawa mengejek. “Kalau begitu, akan kubayar utangku kepadamu ketika nanti di surga,” katanya meledek.
Percakapan itu kemudian diketahui Rasulullah SAW. Kemudian, turunlah wahyu dari sisi Allah SWT, yakni surah Maryam ayat 77-80 yang berkenaan dengan ejekan al-‘Ash bin Wa’il itu. Ayat tersebut diterjemahkan sebagai berikut.
“Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, ‘Pasti aku akan diberi harta dan anak.’ Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali, tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.”

Bukan sekali itu saja al-‘Ash mencerca Islam. Turunnya surah al-Kautsar juga dilatari kata-kata kasar sosok musyrik itu. Suatu ketika, Nabi SAW dan kaum Muslimin bersedih lantaran Ibrahim bin Muhammad SAW meninggal dunia.
Saat Rasulullah SAW lewat, al-‘Ash dengan lantang berkata kepada kaumnya, “Lihat, itu Muhammad. Orang yang pupus keturunannya. Kalian tenang saja, tak lama lagi dia akan mati, lalu tamat riwayatnya. Namanya tak disebut-sebut lagi karena keturunannya sudah terputus. Setelah itu, kalian bisa tenang.”
Maka, turunlah wahyu dari sisi Allah Ta’ala, yakni surah al-Kautsar ayat ketiga. Artinya, “Sesungguhnya orang-prang yang membencimu (Muhammad), dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” Sejak saat itu, al-‘Ash lebih dikenal oleh umat Islam sebagai al-syani’ (sang pencela).
Riwayat al-‘Ash bin Wa’il merupakan satu dari beragam kisah yang dirangkum Misran dan Armansyah dalam karyanya ini. Bagaimanapun, cerita tentang al-‘Ash dapat menunjukkan hikmah, betapa kebencian itu bermula dari kesombongan.
Kebencian yang dipendam seorang individu terhadap Islam tak lantas "menurun" kepada anak-anak atau keluarganya. Dalam kasus ini, kedua putra al-‘Ash akhirnya menjadi Muslimin yang tangguh. Nama mereka tercatat dengan tinta emas dalam sejarah perkembangan dakwah Islam.
Nasib serupa juga dialami figur pembenci lainnya, yakni al-Aswad bin ‘Abd Yaghuts. Dia sesungguhnya masih tergolong kerabat Rasulullah SAW, yakni sebagai sepupu dari Bani Zuhrah. Akan tetapi, hasrat kebencian membuatnya nekat memfitnah Nabi SAW. Seperti Ibnu Wa’il, dua orang anaknya—Abdurrahman dan Khalidah—justru menjadi pejuang Muslimin yang dikenang sepanjang sejarah.
Kebencian yang dipendam seorang individu terhadap Islam tak lantas "menurun" kepada anak-anak atau keluarganya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pesona dan Sejarah Masjid Air Tiris
Berusia lebih dari 100 tahun, Masjid Jami Air Tiris merupakan salah satu masjid tertua di Riau.
SELENGKAPNYAPengakuan Mantan KSAD: Ditekan untuk Menangkan Capres 2019
Isu netralitas TNI terus bergulir seiring pergantian panglima.
SELENGKAPNYA