Opini
Urgensi Ketahanan Pangan
Dalam ketahanan pangan pemerintah harus mampu menyediakan infrastruktur pangan.
Oleh JUSUF IRIANTO, Guru Besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga
Indonesia dikejutkan berita kematian akibat kelaparan di Papua. Meskipun fenomena kelaparan sebelumnya pernah terjadi beberapa kali di Papua, tetapi kasus kali ini merupakan peringatan bagi pemerintah tentang urgensi ketahanan pangan.
Katahanan pangan penting dibangun lebih kuat untuk mencegah agar kasus serupa tak berulang. Isu kelaparan akibat kelangkaan pangan tak hanya mengancam Papua, tetapi juga daerah lain. Beberapa kota/kabupaten juga rawan dan sangat rentan pangan.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) terlihat dari total 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia, 74 di antaranya (14,34 persen) masuk kategori prioritas 1-3 atau kondisi rawan pangan. Bapanas mengembangkan berbagai upaya mengatasi masalah tersebut.
Katahanan pangan penting dibangun lebih kuat untuk mencegah agar kasus serupa tak berulang.
Salah satu upaya Bapanas adalah mengembangkan sistem pengendalian rawan pangan didukung sistem informasi pangan. Berdasarkan sistem ini, Bapanas berinovasi dan melakukan transformasi penambahan sistem informasi pangan terintegrasi memperkuat ketahanan pangan.
Sistem informasi terintegrasi menghasilkan susunan peta atau atlas ketahanan dan kerentanan pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA). Atlas pangan ini dirilis Bapanas pada 2022.
Dari FSVA dapat diidentifikasi jumlah daerah rentan masalah pangan, yakni sebanyak 74 kabupaten/kota (14 persen). Selain itu, FSVA menunjukkan 440 kabupaten/kota (86 persen) secara relatif memiliki ketahanan pangan yang masuk kategori baik.
Kabupaten/kota rentan rawan pangan diindikasikan dengan tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap ketersediaan beras per kapita. Ditandai pula tingginya prevalensi balita stunting, rumah tangga tanpa akses air bersih, dan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dengan berbagai indikasi tersebut, kerawanan dan kerentanan pangan merupakan masalah kompleks. Untuk mengatasinya perlu langkah strategis dan operatable melibatkan semua stakeholders. Semua langkah tersebut pada galibnya bertujuan mewujudkan ketahanan pangan yang lebih kuat.
Sesuai UU 18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan merupakan wujud kapasitas atau kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan bagi warga. Kemampuan ini diwujudkan dalam penyediaan pangan baik jumlah maupun kualitas sesuai kebutuhan.
Dengan ketersediaan pangan yang cukup, pemerintah mewujudkan ketahanan pangan menjamin kemanan, keanekaragaman, dan gizi lebih merata. Ketahanan pangan menjangkau setiap wilayah agar semua warga secara berkelanjutan dapat hidup lebih sehat dan produktif.
Ketahanan pangan menjangkau setiap wilayah agar semua warga secara berkelanjutan dapat hidup lebih sehat dan produktif.
Pemerintah melalui Bapanas dengan dukungan semua pemangku kepentingan harus konsisten melaksanakan program peningkatan ketahanan pangan. Program yang berfokus pada pengentasan kerentanan pangan diarahkan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.
Stabilitas pasokan pangan merupakan isu yang rutin terjadi di hampir semua wilayah akibat berbagai faktor alam dan non-alam. Faktor alam akibat kekeringan atau banjir. Faktor non-alam adalah tingginya permintaan akibat momen hari besar atau peristiwa lainnya.
Instabilitas pasokan pangan dapat menyebabkan lonjakan harga yang amat memberatkan masyarakat. Terganggunya pasokan dan tingginya harga jual pangan merupakan salah satu indikator lemahnya ketahanan pangan suatu negara.
Karena itu, program ketahanan pangan harus menghasilkan output yang terukur dengan jelas. Pemerintah harus mampu merumuskan output yang dihasilkan program ketahanan pangan dengan indikator terukur.
Tanpa indikator pengukuran yang jelas, output yang dihasilkan tak pernah dapat mencegah berulangnya kasus kelaparan seperti terjadi di Papua dan daerah lain.
Penguatan program ketahanan pangan menghasilkan output, misalnya, berupa peningkatan penyediaan pangan melalui pengembangan cadangan pangan daerah dan penguatan lumbung masyarakat.
Output lain berupa peningkatan jumlah dan mutu konsumsi pangan dengan pola “beragam, bergizi, seimbang dan aman”, populer disingkat B2SA.
Dalam Pasal 60 UU 18/2012 tentang Pangan disebutkan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, wajib mewujudkan penganekaragaman pangan melalui budaya konsumsi B2SA. Penganekaragaman sebagai upaya menyediakan pangan berbasis potensi sumber daya lokal.
Masyarakat juga didorong mengonsumsi pangan berpola B2SA. Sebab itu, peningkatan literasi berupa pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap keanekaragaman pangan pun harus terus digelorakan sesuai prinsip konsumsi pangan dengan gizi seimbang.
Peningkatan literasi berupa pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap keanekaragaman pangan pun harus terus digelorakan sesuai prinsip konsumsi pangan dengan gizi seimbang.
Selain literasi, program untuk ketahanan pangan diarahkan pula untuk tujuan peningkatan skills, yakni terampil dalam pengembangan olahan pangan lokal. Pemerintah dapat memfasilitasi penyediaan teknologi tepat guna mendukung proses produksi pangan lokal oleh masyarakat.
Ketahahan pangan akhirnya menyasar upaya memberdayakan masyarakat dengan penyediaan lapangan kerja di bidang olahan pangan. Lapangan kerja bersifat padat karya mampu menyerap tanaga kerja. Ujungnya, masyarakat memiliki penghasilan guna peningkatan daya beli.
Sebagai kemampuan sistemis, dalam ketahanan pangan pemerintah harus mampu menyediakan infrastruktur pangan. Infrastruktur ini misalnya berupa penyimpanan atau gudang stok beras atau pangan lain di berbagai wilayah rentan sebagai penanganan jangka pendek.
Untuk penanganan ketahanan pangan dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah diharapkan segera membangun atau memperpanjang landasan pacu bandar udara di daerah pegunungan atau wilayah yang sulit dijangkau moda transportasi darat maupun laut. Tujuan pengembangan landas pacu agar berbagai jenis pesawat khususnya yang berbadan besar dapat mendarat tanpa hambatan.
Tak sekadar pangan, material pendukung pembangunan infrastruktur pun dapat diangkut sehingga mampu menekan ongkos logistik. Penerbangan yang butuh ongkos puluhan juta rupiah bisa dipangkas lebih murah.
Jika memungkinkan, logistik pangan juga diperkuat melalui pembangunan infrastruktur darat agar logistik lebih efisien. Pembangunan infrastruktur jalan Trans-Papua misalnya, digadang bisa memasok pangan lebih efektif yang menjangkau semua wilayah di Papua.
Penguatan ketahanan pangan merupakan kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah seperti terjadi di Papua saat ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Krisis Gaza dan Boikot Israel
Indonesia dapat melakukan inisiatif strategis di sini, dengan katakan mendirikan central boycott office.
SELENGKAPNYARobohnya Kampus Kami
Obrolan khayali dengan seorang kawan terpelajar tentang kegelisahan panjang yang belum menemukan jawaban.
SELENGKAPNYAGeopolitik Perdamaian Palestina-Israel
Menjadi pertanyaan adalah apakah generasi pemimpin Israel saat ini mau belajar dari prinsip Shimon Peres?
SELENGKAPNYA