Warga menggunakan sarana mandi cuci kakus (MCK) yang kondisinya tidak layak di Kampung Pondok Buah Batu, Cimenyan, Kabupaten Bandung. | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Teraju

Mari Bicara Kakus

Satu dari 10 orang di dunia tak ada pilihan untuk membuang hajat di alam terbuka.

Oleh SIWI TRI PUJI B

Tak banyak yang tahu, di bulan ini, tanggal 19 November adalah Hari Toilet Sedunia. Tanggal ini ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia WHO untuk meningkatkan kesadaran bahwa masih ada 2,5 miliar orang di seluruh dunia yang hidup tanpa sanitasi yang layak.

Tak perlu bertanya mengapa kakus perlu diingat setiap tahun. Tampak remeh, tapi sejatinya persoalan kakus ini bukan persoalan sederhana. Menurut catatan WHO, satu dari 10 orang di dunia tak ada pilihan untuk membuang hajat di alam terbuka, sehingga menyebabkan lingkungan yang tak sehat bagi masyarakat di sekitarnya dan memicu munculnya penyakit diare. Penyakit ini membunuh setidaknya 315 ribu anak-anak setiap tahun.

Selain itu, sanitasi yang buruk juga menyebabkan 17 persen kematian di tempat kerja, menurut catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Menurunnya produktivitas akibat kesakitan yang disebabkan sanitasi yang buruk juga merenggut biaya hingga 5 persen dari pendapatan domestik bruto di banyak negara.

photo
Sejumlah warga mencuci pakaian menggunakan air dari aliran Kali Cileungsi di Desa Gunung Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/9/2023). Warga setempat memanfaatkan aliran Kali Cileungsi untuk kegiatan mandi, cuci, dan kakus (MCK). - (Republika/Putra M Akbar)

Cerita tak sederhana tentang kakus tak berhenti sampai di situ. Harus buang air besar di tempat terbuka kerap kali membutuhkan banyak perjuangan, karena mempertaruhkan keselamatan dan martabat manusia. Hal ini terutama berlaku terutama bagi perempuan dan anak perempuan di negara-negara berkembang, yang kehilangan privasi karena harus buang air besar di tempat terbuka.

Penyerangan atau pemerkosaan kerap terjadi saat mereka meninggalkan rumah untuk menggunakan toilet. Laporan tentang serangan atau pelecehan di dekat atau di fasilitas toilet terus meningkat sepanjang tahun. Selain itu mereka berisiko diserang infeksi kandung kemih dan usus akibat kebiasaan tak sehat ini.

Ini sebabnya, persoalan toilet menjadi salah satu sasaran banyak program Perserikatan Bangsa-Bangsa. Targetnya, adalah untuk memastikan semua orang di seluruh belahan dunia memiliki akses ke toilet pada tahun 2030.

 
Harus buang air besar di tempat terbuka kerap kali membutuhkan banyak perjuangan, karena mempertaruhkan keselamatan dan martabat manusia.
 
 

Bermula di Skotlandia

Tidak jelas siapa yang pertama kali menemukan toilet. Bangsa Skotlandia dan Yunani sering disebut-sebut sebagai pengguna toilet modern pertama seperti yang kita kenal saat ini. Skara Brae, sebuah pemukiman Neolitik di daratan Skotlandia pada abad 3.000 SM, dilengkapi dengan saluran pembuangan yang membentang berupa ceruk di dinding rumah. Fitur ini diyakini para sejarawan sebagai bagian dari kamar mandi mereka.

Istana Knossos di Creta, yang dibangun sekitar 1.700 SM, memiliki jamban yang berbentuk seperti panci dari gerabah yang besar dan terhubung dengan persediaan air yang mengalir melalui pipa terakota. Namun teori ini agak diragukan, karena bangsa Eropa tidak memiliki kecanggihan yang sebanding sampai abad ke-16.

Sedang Romawi kuno disebut-sebut karena memiliki rumah pemandian umum, disebut Kamar Mandi Caracalla, yang ukurannya enam kali lebih besar dari Katedral St Paul dan dapat melayani 1.600 orang sekaligus. Komitmen bangsa Romawi terhadap kebersihan tidak berhenti hanya dengan mandi. Pada satu titik Roma membuat 144 WC umum. Namun toilet raksasa itu, lengkap dengan kursi panjang dan bangku, tidak digunakan setiap hari. Sebagian besar bangsa Romawi membuang hajatnya begitu saja di jalanan. Di Inggris, toilet baru dikenal pada Abad Pertengahan, yaitu dengan ditemukannya teknik penambahan ruangan dalam sebuah istana yang dinamakan ‘garderobe’.

photo
Warga beraktivitas di toilet umum Shelter Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, (6/4). - (Republika/Putra M. Akbar)

Nama ini, yang berasal dari akar bahasa Prancis wardrobe, adalah sebuah ruangan yang seperti ditambahkan begitu saja, sehingga terlihat menonjol di salah satu sisi bangunan. Bagian dalam ruang sempit ini dilengkapi dengan sebuah lubang kecil di mana keluarga kerajaan bisa membuang hajat di sana. Ruangan ini biasanya didirikan di atas parit, sehingga kotoran bisa langsung masuk ke dalam aliran airnya.

Sebetulnya, garderobe tak sepenuhnya bisa disebut sebagai toilet. Kamus Bahasa Inggris Oxford memberi arti pertama istilah ini sebagai ruang penyimpanan barang berharga, namun juga mengakui merupakan "ruang tambahan, ruang pribadi, kamar tidur, juga tempat tinggal". Penggunaannya yang paling umum sekarang adalah sebagai istilah untuk toilet istana.

Menurut ahli arsitektur abad pertengahan Frank Bottomley, garderobe awalnya tak ditujukan sebagai jamban, tapi untuk tujuan lain. Ruangan kecil atau kerap disebut lemari besar, biasanya berdampingan dengan kamar tidur atau ruang tamu untuk menyimpan pakaian dan barang berharga mulai dari kain, permata, rempah-rempah, piring, dan uang.

Nah toilet, biasanya berupa lubang sederhana berada di pojokan ruang sempit ini. Tersembunyi di antara lemari-lemari penyimpanan. Tradisi Inggris ini diikuti banyak negara lain di Eropa. Misalnya di Istana Bürre sheim di Jerman, tiga garderobe masih terpelihara hingga kini.

 
Toilet, biasanya berupa lubang sederhana berada di pojokan ruang sempit ini. Tersembunyi di antara lemari-lemari penyimpanan.
 
 

Pada perkembangannya, garderobe sedikit dibuat lebih beradab: dibuatkan semacam penutup. Louis XI dari Perancis menyembunyikan toiletnya di balik tirai dan menggunakan ramuan tumbuhan agar kamarnya tetap beraroma wangi. Ratu Elizabeth dari Inggris menutupinya dengan jubah merah tua dari kain semacam linen dan kadang sutera yang diikat dengan renda.

Pada tahun 1596, Inggris masuk ke era sanitasi modern ketika Sir John Harrington, anak baptis Elizabeth I, menerbitkan Metamorphosis of Ajax. Di dalamnya berisi antara lain temuannya berupa alat serupa lemari sebagai kotak penampungan air, lengkap dengan tangki kecil dan pipa untuk mengalirkan air begitu katup dilepas. Alat ini dipasang dekat toilet yang ada di garderobe.

Ratu memasang penemuan Harrington di istananya di Richmond, tapi butuh waktu 200 tahun lagi sebelum seorang pria bernama Alexander Cummings mengembangkan pipa berbentuk S di bawah baskom dengan dudukan untuk mencegah bau busuk kotoran tercium. Pada akhir abad ke-18, toilet berpenyentor menjadi sangat mainstream.

 
photo
Antrean panjang toilet umum terlihat di kawasan wisata Ancol, Jakarta Utara, yang dipadati warga. Sejumlah kawasan wisata dan strategis di Ibu Kota dipenuhi warga yang ingin menikmati kemeriahan malam pergantian tahun tersebut. - (Republika/Aditya)

Pada tahun 1880-an, Pangeran Edward dari Inggris (kemudian menjadi Raja Edward VII) menyewa tukang ledeng terkemuka di London bernama Thomas Crapper untuk membangun WC di beberapa istana kerajaan. Walau Crapper mematenkan sejumlah penemuan terkait kamar mandi, dia sebetulnya tidak benar-benar menemukan toilet modern. Namun bagaimanapun, dia adalah orang pertama yang menampilkan barang-barang kamar mandi buatannya dalam sebuah ruang pamer, sehingga ketika pelanggan membutuhkan perlengkapan baru, mereka akan langsung memikirkan namanya.

Teknologi kamar mandi benar-benar lepas landas di abad ke-20. Katup penyentor, tangki air yang berada di belakang bukan di atas, gulungan kertas toilet (ditemukan pada tahun 1890 namun tidak banyak dipasarkan sampai tahun 1902) ditemukan dan terus dikembangkan hingga hari ini.

Toilet modern menyebar ke Amerika Serikat seiring dengan perkembangan teknologi perkakusan di Inggris. Inovasi bidang sanitasi kemudian banyak lahir di negeri ini, bahkan hingga negara campur tangan mengaturnya. Pada tahun 1994 Kongres mengeluarkan Undang-Undang Kebijakan Energi, yang mengharuskan toilet umum untuk menggunakan hanya 1,6 galon air, kurang dari separuh penggunaan air sebelumnya. Hukum ini membuat banyak konsumen tidak puas, selain banyak toilet jadi tersumbat. Sisi baiknya, banyak perusahaan kini berlomba-lomba mengembangkan model yang lebih baik dan ramah lingkungan.

Disadur dari Harian Republika Edisi Jumat, 3 November 2017.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat