
Oase
'Islam Mengajarkan Perdamaian'
Susan Carland memeluk Islam usai menyadari, betapa kelirunya stigma-stigma yang selama ini dilekatkan pada agama tersebut.
Stigma terhadap Islam bisa berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi berikutnya. Hal inilah yang dirasakan Susan Carland saat berusia 17 tahun. Perempuan Australia kelahiran 1980 ini mulai tertarik untuk mempelajari agama-agama. Namun, ibunya memberikan catatan keras terhadap Islam.
“Susan, aku tidak ingin kamu mendekati Islam. Saya tidak peduli bila nanti kamu bahkan menikah dengan seorang pengedar narkoba, asalkan jangan sampai jodohmu seorang Muslim,” kata Susan Carland menirukan kata-kata ibunya seperti dikutip About Islam.
Susan mengaku terkejut begitu mendengar langsung stigma Islam dari ibunya sendiri. Betapa tidak? Seorang pengedar narkoba dianggap lebih baik untuk menjadi menantu ketimbang seorang Muslim? Bagaimanapun, rasa ingin tahu Susan justru semakin besar terhadap agama Islam.
Sejauh ini, ia hanya mendengar selentingan negatif tentang Islam. Misalnya, bahwa ajaran kitab suci Islam, Alquran, mendukung kekerasan terhadap orang yang beda iman atau menindas kaum perempuan. Bagi Susan, agaknya tidak masuk akal bila Islam pada hakikatnya mengajarkan kekerasan. Apa jadinya dunia bila 1,5 miliar Muslim menjalankan aksi kekerasan? Bila demikian, bukankah sudah dari dahulu planet bumi mengalami kerusuhan skala masif?
Keluarga Susan merupakan penganut Nasrani yang cukup taat. Sejak kanak-kanak, Susan tumbuh sebagai pribadi yang cerdas dan berani mengaktualisasi diri. Ia senang menemukan hal-hal baru. Uniknya, ketika menginjak masa remaja, intuisi spiritualnya justru tumbuh, alih-alih ikut dalam arus populer anak-anak sebayanya. Ia merasa, agama menyediakan tujuan bagi eksistensi dirinya dan manusia pada umumnya.
Antara tahun 1996 dan 1998, Susan mulai giat mengumpulkan pelbagai informasi tentang agama-agama besar dunia, termasuk Islam. Untuk itu, dia cenderung mengandalkan jejaring internet untuk memperluas pergaulannya. Pada era 1990-an, di Australia cukup populer ruang-ruang obrolan (chatrooms) daring.

Di sanalah Susan berkenalan dengan beberapa perempuan Muslim yang sedang berlajar di universitas yang sama dengan Susan di Australia. Di sela-sela kesibukan para kawan barunya itu dan Susan sendiri, pertemuan berlangsung dalam suasana hangat meski diselingi diskusi-diskusi tajam soal Islam.
Mulai dari sana, Susan membanding-bandingkan antara pelbagai stigma yang melekat pada Islam di satu sisi dan ajaran serta tradisi Islam sendiri di sisi lain. Hasilnya, menurut Susan, cukup mengejutkan.
“Saya menemukan bahwa Islam mengajarkan perdamaian, persamaan, keadilan di tengah masyarakat. Agama ini juga menghendaki keseimbangan antara nalar dan kepekaan spiritual,” ujarnya.
Selain itu, pergaulannya dengan lingkaran diskusi Muslim semakin memperluas cakrawala berpikir. Islam tidak menghendaki umatnya hidup dalam selubung-selubung eksklusif. Seseorang atau suatu kelompok dapat menjadi Muslim tanpa harus meninggalkan komunitas atau budaya asalnya.
Di dalam Alquran, Allah juga menegaskan bahwa keberagaman adalah fakta agar antarmanusia dapat saling mengenal satu sama lain. Susan merasa, menjadi pemeluk Islam tidak menghalangi orang untuk menjadi seorang Australia, seorang terpelajar, atau identitas-identitas lainnya yang ikut berkontribusi dalam membangun kemanusiaan.
Agama ini juga menghendaki keseimbangan antara nalar dan kepekaan spiritual.Susan Carland
Akhirnya, saat berusia 19 tahun, Susan mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun, keislamannya ini masih disembunyikan di hadapan keluarga dekat, terutama ibunya. Susan tidak ingin mengejutkan orang tuanya atau ia merasa belum siap menyampaikan hal ini.
Sampai suatu saat, Susan dan ibunya akan menyantap makan malam. Kegiatan rutin ini tampak biasa saja hingga ibunya menghidangkan sajian yang mengandung daging babi. Susan merasa enggan. Ibunya tidak mengira macam-macam sampai Susan mengucapkan bahwa kini dirinya adalah seorang Muslim.
“Ibu cepat-cepat memelukku. Tapi beliau juga menangis,” kenang Susan.
Sang ibu rupanya begitu tersentak dan bercampur aduk emosinya ketika itu. Satu hal yang ingin disampaikannya, Susan yang kini bukanlah kanak-kanak lagi, melainkan gadis dewasa yang mulai menata arah hidupnya sendiri.
Beberapa hari setelah pengakuan itu, Susan mulai mengenakan hijab. Delapan tahun lamanya ada semacam jarak komunikasi antara Susan dan ibunya. Namun, sebagai putri yang baik Susan terus berupaya menunjukkan rasa sayang dan cintanya yang tulus. Islam sendiri tidak mengajarkan seorang anak untuk menyakiti orang tua hanya lantaran perbedaan iman.
Pada 2007, Susan lulus dengan dua gelar sarjana sekaligus, yakni dalam bidang Humaniora dan Ilmu Eksakta. Namun, titik penting dalam hidup Susan terjadi ketika usianya 23 tahun. Pada 2002, Susan menikah dengan Waleed Aly, pria Muslim keturunan Mesir sekaligus warga Australia. Aly merupakan lulusan sekolah tinggi hukum dan termasuk salah satu pemuda berprestasi nasional di Australia. Ia juga menulis buku yang mengkritik cara Barat memandang Islam.
Meskipun sempat bersikap dingin terhadap pernikahan ini, pada akhirnya hati ibunda Susan luluh. Sekarang, menurut Susan, ibunya termasuk yang selalu mendukung diri dan keluarganya. Baru-baru ini, lanjut dia, sang ibu memberikan hadiah kepadanya berupa hijab dengan mode terkini.
Selama menjadi mahasiswi, Susan juga menjalani peran sebagai aktivis perempuan Australia. Dia mendukung nilai-nilai keberagaman agar dihormati di Negeri Kangguru. Pada 2003, Susan tampil untuk berpidato memperingati Hari Perempuan Internasional di Gedung Parlemen Victoria. Bahkan, pada 2004 Susan didaulat menjadi Australian Muslim of the Year atas peran dan kontribusinya dalam membangun kesadaran multikulturalisme yang menghormati keberagaman.
Kini, pasangan Aly dan Susan dikaruniai dua orang anak, yakni Aisha dan Zayd. Di sela-sela kesibukannya sebagai dosen pada Monash University, ia juga kerap mengisi acara diskusi ihwal emansipasi perempuan dalam persepktif Islam. Terkait ini, Susan menilai bahwa Islam pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai feminisme. Termasuk dalam soal kewajiban menutup aurat.
“Menurut saya, mengenakan hijab itu tidak berarti terkekang. Saya, misalnya, mengajar di kampus, menonton TV, berenang, dan sebagainya. Jadi, satu-satunya yang mengekang menurut saya adalah pelbagai stereotipe negatif yang disematkan orang-orang (kepada Islam).”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Rudal dari Gaza, Lebanon, Yaman, Kepung Israel
Israel terpaksa mengerahkan rudal lintas atmosfer.
SELENGKAPNYAAnwar Usman Mengkritik Putusan MKMK, Melawan?
Anwar Usman memberi sinyal perlawanan terhadap putusan MKMK.
SELENGKAPNYAApel Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi
Apel untuk mengantisipasi bencana seperti banjir, gempa dan longsor. saat musim hujan di Provinsi Jawa Barat.
SELENGKAPNYA