Peta Andalusia pada masa kejayaan Islam di Semenanjung Iberia | DOK WIKIPEDIA

Dunia Islam

Puncak Peradaban Islam di Andalusia

Daulah Islam berkuasa di Andalusia (Spanyol) antara abad kedelapan dan 15 Masehi.

Kekuasaan Islam atas Andalusia di Semenanjung Iberia dapat dibagi dalam lima periode. Pertama, ketika masih dalam kendali Damaskus, Ibu kota Kekhalifahan Umayyah (711-756). Kedua, sebagai wilayah yang independen (756-929). Ketiga, mendirikan kekhilafahan sendiri (929-1031). Keempat, dalam masa kekuasaan Almoravid (1031-1130). Kelima, masa keruntuhan pengaruh Islam di Andalusia (1031-1492).

Andalusia mencapai masa keemasannya dalam periode wilayah yang independen dari Damaskus hingga terbentuknya kekhilafahan baru. Puncak peradaban terjadi ketika Abdul Rahman berkuasa dan mendirikan Emirat Kordoba. Baik Muslim maupun non-Muslim saling mengisi peran untuk kemajuan kawasan ini tepat ketika sebagian besar penduduk Benua Eropa masih diliputi abad kegelapan.

Hal inilah yang menjadikan Andalusia atau Semenanjung Iberia pada umumnya sumber cahaya peradaban. Sebagai contoh, komunitas Yahudi dan Kristen mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara yang dilindungi hukum Islam. Seperti diperinci BBC, setidaknya sebelum tahun 1050, perlindungan otoritas Andalusia terhadap kaum Yahudi dan Kristen meliputi sejumlah poin.

Di antaranya adalah bahwa kedua komunitas itu tidak tinggal di kawasan eksklusif atau tertutup, melainkan berbaur sewajarnya di dalam kota. Tidak ada dari mereka yang dijadikan budak. Orang Yahudi dan Kristen bebas memeluk dan menjalankan keyakinan agama masing-masing. Kedua kaum non-Muslim itu bebas mendirikan gereja atau asrama biarawan. Tingkat toleransi begitu tinggi menjaga harmoni sosial.

photo
Sisa-sisa bangunan Madinah az-Zahra di Kordoba, Spanyol. Dahulu, istana ini merupakan tempat tinggal para khalifah Umayyah Andalusia. - (DOK WIKIPEDIA)

Tidak ada pemaksaan Islam terhadap komunitas mana pun. Semua orang bebas bermata pencaharian dan berpindah dari satu kota ke kota lain. Pada akhir abad ke-15, ada sekitar 100 ribu Yahudi yang menetap di Andalusia. Di antara mereka, ada yang bekerja sebagai dokter, saudagar, atau bahkan duta besar. Baik orang Kristen maupun Yahudi juga dapat bekerja di dalam birokrasi pemerintahan.

Bahkan, kebangkitan kembali peradaban Yahudi justru terjadi di Andalusia. Sosok yang ikonik untuk itu adalah Rabbi Moses bin Maimon (Maimonides). Dia merupakan filsuf asal Yahudi Sephardik yang lahir di Kordoba pada 1135 Masehi. Sebagai pakar Taurat, dia berupaya menghubungkan antara wahyu dan akal. Pengaruhnya sampai ke filsuf-filsuf abad berikutnya yang non-Yahudi, antara lain, Santo Thomas Aquinas dan Leibniz. Karyanya, Mishneh Torah, merupakan kodifikasi hukum Yahudi yang sampai sekarang masih terus menjadi rujukan.

Kegemilangan peradaban Islam di Andalusia sesungguhnya mendahului Renaissance yang terjadi dalam rentang abad ke-14 hingga ke-17 Masehi. Hal ini ditegaskan filsuf Prancis modern, Roger Garaudy dalam Janji-janji Islam. Menurut Garaudy, kebesaran peradaban Islam sejak permulaan sampai puncak kejayaannya terjadi lantaran dapat memadukan kebudayaan-kebudayaan pra-Islam atau non-Islam dengan prinsip-prinsip tauhid. Peradaban Eropa modern berutang banyak bukan pada Roma, melainkan Andalusia dan Islam pada umumnya.

photo
ILUSTRASI Corak seni bangunan Islam era Umayyah di Andalusia. Bani Umayyah sejak abad kedelapan mengalami pasang surut kekuasaan di Spanyol. - (DOK WIKIPEDIA)

Pilar cahaya peradaban Islam sudah terjadi di Baghdad di bawah kekuasaan Khalifah Harun al-Rasyid. Penggantinya, Khalifah al-Makmun mendirikan sebuah pusat penerjemahan karya-karya klasik warisan Yunani Kuno dan peradaban-peradaban Timur, semisal India. Islam juga memanfaatkan perkembangan teknologi literasi dari Cina, utamanya penemuan kertas. Pabrik kertas pertama berdiri di Baghdad pada tahun 800. Sejak saat itu, perpustakaan-perpustakaan tumbuh pesat di kota-kota Islam. Pada 891, tercatat 100 perpustakaan umum ada di Baghdad.

“Demam” mendirikan perpustakaan juga menjalar ke wilayah Barat, termasuk Andalusia. Dalam upaya memperbanyak perpustakaan di Andalusia, utamanya Kordoba, ada politik hegemoni kekhalifahan Umayyah. Saat itu, Umayyah bersaing dengan kekhalifahan Abbasiyah yang memiliki Baghdad sebagai mercusuar peradaban.

Dalam abad ke-10, Khalifah al-Hakim dari Kordoba mempunyai perpustakaan dengan koleksi 400 ribu buku. Ini merupakan tanda bahwa kekuasaan politik berdampingan dengan kebijaksanaan ilmu. Sebagai informasi, ungkap Garaudy, raja Prancis Charles yang Bijaksana hanya punya koleksi 900 buku. Universitas Paris pada abad ke-14 masih memiliki dua ribu buku.

Peradaban Islam juga menjejak dalam bidang seni arsitektur. Memasuki abad ke-10, Kordoba sudah memiliki sebanyak 700 masjid, 60 ribu bangunan kerajaan, 70 unit perpustakaan—yang terbesar di antaranya berkoleksi 500 ribu buku. Dalam lingkungan yang demikian dan juga didukung situasi politik yang stabil, dunia pemikiran Islam tumbuh dengan pesat. Sebagai contoh, Ibn Rusyd (1126-1198), Abu-Hayyan al-Gharnati (1256-1344), dan Ibn Hazm al-Andalusi (994-1064).

photo
Ibnu Hazm - (DOK WIKIPEDIA)

Ibnu Rusyd lahir di Kordoba. Dunia Barat mengenalnya sebagai Averroes, sosok yang menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan, mulai dari medis, astronomi, geografi, matematika, hukum, dan filsafat. Dalam bidang yang tersebut terakhir itu, ia terkenal sebagai filsuf yang berpolemik dengan Imam Ghazali, sehingga melahirkan karya Tahafut al-tahafut sebagai balasan atas karya Imam Ghazali, Tahafut al-Falasifa.

Berkat kepakarannya mengenai filsafat Aristoteles, Dunia Barat-Kristen sejak abad ke-13 memiliki cabang gerakan filsafat atas namanya, Averroisme. Sebelumnya, Ibn Rusyd tampil di antara jajaran intelektual Islam berkat pertolongan Ibnu Tufail (1105-1185), ilmuwan jenius keturunan Moor. Sepanjang hayatnya, Ibnu Rusyd telah menulis sedikitnya 80 buku. Di bidang medis, karya Ibnu Rusyd, Kulliyah, menjadi buku rujukan bagi kampus-kampus Eropa.

Abu-Hayyan al-Gharnati berasal dari Granada, Spanyol. Dia dikenal luas sebagai pakar tata bahasa Arab terkemuka pada zaman keemasan Islam. Lebih dari itu, al-Gharnati juga melakukan studi perbandingan gramatika bahasa Arab dengan bahasa-bahasa lain. Sebagaimana ilmuwan Muslim klasik, al-Gharnati kerap mengadakan perjalanan ke sejumlah wilayah untuk mencari ilmu.

Dia mengunjungi antara lain Iskandariah, Makkah serta Madinah. Karyanya, Sibawayh, merupakan buku pertama yang khusus mengenai tata bahasa Arab. Ia merupakan murid Ibnu al-Nafis (wafat 1288), pakar medis dan filsafat. Selain tata bahasa Arab, al-Gharnati juga menguasai ilmu hadits.

Ibnu Hazm al-Andalusi merupakan sosok jenius kelahiran Andalusia. Kepakarannya meliputi bidang sastra, sejarah, dan filsafat. Dia dikenal sebagai pelopor ilmu modern perbandingan agama. Ibnu Hazm bekerja di lingkungan birokrasi istana, khususnya di bawah Khalifah al-Mansur, penguasa Kordoba. Selain bidang keagamaan, Ibnu Hazam juga menulis beberapa buku mengenai ilmu medis. Sebagai pakar sejarah, Ibnu Hazam menggemari diskusi atau bahkan polemik dengan pakar-pakar lain.

photo
Ibnu Rusyd merupakan seorang sarjana Muslim yang terkemuka pada era keemasan Islam. Bangsa-bangsa Barat menggelarinya sebagai Aristoteles II. - (DOK PIXABAY)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mengenang dr Mueen, Dokter Lulusan Indonesia yang Syahid di Gaza

Mueen menjadi dokter spesialis asal Gaza pertama yang lulus berkat beasiswa BSMI

SELENGKAPNYA

Rekomendasi Destinasi Kembang Api untuk Tahun Baru 2024

Di Tokyo, terdapat beberapa tempat yang terkenal untuk menyaksikan kembang api saat perayaan Tahun Baru.

SELENGKAPNYA

Panduan Lengkap Menonton Konser Coldplay 15 November Mendatang

Sebelum datang ke konser, penting bagi penonton untuk membaca panduan dengan seksama.

SELENGKAPNYA