Membangun mental anak yang kuat dimulai dari didikan orang tua. | Unsplash/Kelly Sikkema

Gaya Hidup

Membangun Mental Anak Dimulai dari Rumah

Hargai sekecil apapun usaha yang anak lakukan.

Mendidik anak memang bukan perkara mudah. Kesalahan dalam mendidik anak bisa jadi pemicu berbagai kasus pada anak, mulai dari kekerasan, perundungan bahkan hingga nekat bunuh diri. Lalu, bagaimana cara yang tepat mendidik anak agar memiliki mental yang kuat. 

Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum memberikan beberapa saran cara mendidik anak anak agar bermental kuat, di antaranya adalah: 

1. Tanamkan nilai spiritual. Tidak hanya ritual agama, tetapi barengi juga dengan pemaknaan dari apa yang mereka kerjakan

2. Penuhi hati mereka dengan kasih sayang dan cinta. Jangan menukar cinta dan kasih sayang dengan materi dan fasilitas, tetapi ciptakanlah hubungan yang hangat dalam keluarga. 

Kesehatan Mental Bukan Perkara Asal - (Republika)

  ​

3. Hadirlah lebih sering untuk anak. Dengarkan cerita mereka dengan penuh perhatian. Hindari terlalu banyak mengomel dan mengomentari hidup anak

4. Hargai anak, hargai kemampuan mereka, hargai usaha mereka, hargai sekecil apa pun yang mereka lakukan.

Melansir laman CNBC, Sabtu (14/10/2023), ada lima hal yang dilakukan orang tua cerdas untuk membesarkan anak yang sukses dan kuat secara mental:

 

1. Mereka membenarkan perasaannya

Tanggapan anak-anak sering kali tampak tidak proporsional dengan keadaan. Namun, mengatakan, "Tenang! Ini bukan masalah besar," atau "Jangan takut. Segalanya akan baik-baik saja," justru merugikan mereka.

Perasaan mereka, tidak peduli seberapa dramatis kelihatannya, adalah nyata. Orang tua yang cerdas mengajari anak-anak bahwa perasaan mereka baik-baik saja dan yang penting adalah apa yang mereka lakukan terhadap perasaan itu. Mereka mengatakan hal-hal seperti "Merasa marah boleh saja, tapi memukul adikmu tidak boleh."

2. Mereka melatih anak-anak tentang cara mengelola emosi

Orang tua yang sukses tidak bertanggung jawab atas emosi anak-anaknya. Daripada menenangkan anak ketika sedang kesal atau menyemangati anak ketika sedang sedih, mereka memberikan alat yang dibutuhkan anak untuk mengatur emosinya sendiri.

Mereka secara proaktif membantu mereka mengidentifikasi keterampilan mengatasi masalah yang cocok untuk mereka. Meskipun mewarnai mungkin merupakan cara yang baik bagi seorang anak untuk mengatasi perasaan sedih, anak lain mungkin merasa lebih baik dengan mendengarkan musik.

Serba-Serbi Kesehatan Mental - (Republika)

  ​

3. Mereka membiarkan anak-anak melakukan kesalahan

Meskipun sulit melihat seorang anak melakukan kesalahan, orang tua yang cerdas mengubah kesalahan menjadi kesempatan belajar. Kesalahan dan konsekuensi wajar yang diakibatkannya, dapat menjadi guru terbesar dalam kehidupan.

Entah seorang anak lupa mengemas botol airnya, atau dia menunggu hingga menit terakhir untuk mengerjakan proyek pameran sainsnya, orang tua yang cerdas tidak akan memberikan jaminan kepada anak-anak mereka. Sebaliknya, mereka membantu anak-anak mereka belajar bagaimana menjadi lebih baik pada masa depan.

4. Memecahkan masalah bersama-sama

Entah anak-anak mereka lupa mengerjakan tugas atau kesulitan dengan nilai mereka, orang tua yang cerdas melibatkan anak-anak dalam pemecahan masalah. Mereka mengajukan pertanyaan seperti, "Apa yang bisa membantu kamu menjadi lebih bertanggung jawab?" dan mereka mengembangkan rencana bersama.

Hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak memberikan konsekuensi, mereka tentu saja memberikan konsekuensi. Namun, kedisiplinan mereka terfokus pada pengajaran agar mereka berbuat lebih baik di lain waktu, daripada mempermalukan mereka karena gagal mencapai tujuan mereka.

5. Mereka membiarkan anak-anaknya merasa tidak nyaman

Orang tua yang cerdas memberi anak mereka kesempatan untuk melatih keterampilan mereka dengan membiarkan mereka merasa tidak nyaman. Hal ini tidak berarti mereka memaparkan anak-anak mereka pada keadaan yang sulit hanya untuk menguatkan mereka, tapi itu berarti mereka membiarkan anak-anak mereka merasa bosan, kecewa, dan frustrasi kadang-kadang. 

Dan bukannya membantu mereka “tidak merasa takut,” mereka mendorong anak-anak mereka untuk “menjadi berani.” Anak-anak mereka semakin percaya diri akan kemampuan mereka untuk menoleransi rasa tidak nyaman, dan mereka belajar bahwa mereka dapat melakukan hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan.

 

Tak Pandang Usia 

photo
Remaja dan Kesehatan Mental - (Republika)

Bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia setiap 10 Oktober, ekosistem layanan kesehatan digital Halodoc, mengingatkan bahwa masalah kesehatan mental bisa dialami oleh siapapun, baik remaja maupun dewasa.

"Gejala ataupun gangguan kesehatan mental dapat terjadi di berbagai kalangan dengan beberapa faktor, misalnya yang umum dialami, seperti perasaan tertekan, cemas, hingga tegang yang membuat seseorang menjadi stres dan menuntut tubuh mereka untuk melakukan penyesuaian," ucap Medical Manager Halodoc dr. Monica C. Dewi melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Data World Health Organization (WHO) pada 2019 menyebutkan secara global, satu dari delapan orang di dunia mengalami masalah kesehatan mental dan hal ini dialami oleh rentang usia dari remaja hingga dewasa. Isu kesehatan mental saat ini, kian menjadi perhatian publik dan ragam istilah kondisi kesehatan mental pun semakin menjadi familiar di masyarakat.


Monica mengatakan, ketika gejala tersebut mulai mengganggu produktivitas, maka sebaiknya segera melakukan konsultasi kepada tenaga medis profesional, seperti psikolog atau psikiater guna mendapatkan penanganan yang tepat. Konsultasi dengan ahli juga diperlukan agar seseorang terhindar dari self-diagnose atau diagnosis mandiri, yang dapat membahayakan diri.

photo
Negara Pemuncak Tingkat Bunuh Diri - (statista)



Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Gangguan kesehatan mental memiliki gejala-gejala awal yang perlu sama-sama disadari dan ditindaklanjuti untuk deteksi dini.

Adapun masyarakat dari berbagai rentang usia dapat menghadapi masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental seperti pada remaja, rata-rata dapat mengalami stres dan kecemasan berlebih yang dipicu oleh pola asuh orang tua yang keras dan pernah mengalami bullying atau perundungan.

Demikian juga pada usia dewasa muda, dapat mengalami depresi, rasa cemas dan diikuti dengan serangan panik serta sulit tidur. Gejala-gejala itu cenderung banyak dialami oleh wanita dibandingkan pria dan perasaan stres yang muncul karena berbagai masalah seperti karier dan keuangan.

Sementara pada para ibu ataupun orang tua berisiko mengalami postpartum depression dan merasa bingung atau resah mengenai tumbuh kembang anak mereka. Orang tua juga biasanya dapat mengalami stres karena tuntutan sosial ekonomi.


Masyarakat dapat mulai menerapkan tujuh langkah sederhana untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental, di antaranya melakukan olahraga secara teratur, mengonsumsi makanan sehat, berkata positif pada diri sendiri, dan menulis hal-hal yang patut disyukuri.

Istirahat dan tidur tepat waktu, tentukan prioritas dan fokus terhadap satu hal pada satu waktu, belajar terbuka terhadap orang lain, dan melakukan deteksi dini dan skrining konseling juga menjadi cara untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental.

Edukasi gejala kesehatan mental dan pentingnya deteksi dini menjadi penting dilakukan, sebab diagnosis dan penanganan secara dini oleh ahlinya seperti psikolog atau psikiater, dapat membantu seseorang mengatasi permasalahannya dengan cepat. Sehingga mereka dapat terhindar dari risiko gangguan kesehatan mental yang serius dan berbahaya. "Kami berharap bahwa kehadiran telehealth ini mampu menjadi solusi dan pertolongan pertama bagi masyarakat yang memiliki keluhan terkait kesehatan mental," kata Monica.

 

 
Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat