
Kabar Utama
Pupusnya Mimpi Atlet Behijab di Prancis
Federasi olahraga OKI mengecam larangan hijab atlet Prancis.
Pada Januari 2023 ini, Salimata Sylla (25 tahun) dipaksa berhenti mengejar mimpinya. "Maaf, Sali, kamu tak boleh bermain memakai hijab," begitu kata pelatihnya menjelang pertandingan basket putri Liga 3 Prancis di Escaudain.
Sylla kemudian berbicara dengan wasit, dan mencoba membela diri. Jawabannya sama. "Aksesori apa pun yang menutupi kepala dianggap tidak nyaman untuk permainan tersebut," sebagaimana dinyatakan dalam peraturan Federasi Bola Basket Prancis (FFBB).
Dilansir Anadolu Agency, sejak 14 tahun lalu Sylla mulai bermain di kompetisi basket di Prancis. Ia saat itu membela klub Aubervilliers. Sudah tiga tahun Sylla bermain mengenakan hijab.
Tak pernah jadi masalah hingga keluar regulasi sekuler ekstrem yang melarang hijab di helatan publik oleh Pemerintah Prancis pada 2021. Aturan FFBB dan Federasi Bola Basket Internasional (FIBA) yang membolehkan atlet perempuan berhijab sejak 2017 tak berlaku lagi di Prancis.
Basketball means everything to Salimata Sylla.
Wearing a hijab on the court hadn't been a problem in her 14 years playing ball — until now. pic.twitter.com/eZ1F8biCcK — DW Sports (dw_sports) February 17, 2023
Pada Juni, para Muslimah berjilbab yang merupakan atlet sepak bola mencoba melawan dengan menggugat larangan atlet berjilbab itu ke pengadilan. Federasi sepak bola Prancis saat itu melarang pemainnya mengenakan jilbab dan simbol keagamaan lainnya dalam pertandingan resmi, serta di kompetisi yang diselenggarakannya. Hal ini tak sejalan dengan rekomendasi badan sepak bola FIFA, yang mengizinkan pemain berkompetisi di tingkat internasional dengan mengenakan jilbab.
Namun, menurut ESPN, pengadilan administratif tertinggi Perancis menegaskan bahwa federasi sepak bola negara tersebut berhak melarang jilbab di kompetisi meskipun tindakan tersebut dapat membatasi kebebasan berekspresi.
Dewan Negara mengeluarkan keputusannya setelah sekelompok pemain sepak bola berjilbab yang disebut "Les Hijabeuses" berkampanye menentang larangan tersebut dan melancarkan tindakan hukum.
Kebijakan-kebijakan itu diluaskan belakangan, setelah Prancis sebelumnya melarang pengenaan abaya di sekolah-sekolah mulai September 2023. Pemerintah Prancis memutuskan melarang atlet perempuan Muslim asal negaranya berhijab saat berlaga di Olimpiade Paris 2024.

Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera mengatakan, tidak akan ada anggota delegasi Prancis yang diizinkan mengenakan hijab dalam Olimpiade Paris. Dia menegaskan, sekularisme yang dianut Prancis harus turut diterapkan di bidang olahraga.
“Kami setuju dengan keputusan sistem peradilan baru-baru ini yang juga diungkapkan dengan jelas oleh Perdana Menteri, mendukung sekularisme yang ketat dalam olahraga. Artinya pelarangan segala bentuk dakwah dan netralitas sektor publik. Artinya, anggota delegasi kami, di tim olahraga kami, tidak akan mengenakan hijab,” kata Oudea-Castera saat berbicara dalam acara “Sunday In Politics” yang ditayangkan France 3 TV, Selasa (26/9/2023).
Pernyataan Oudea-Castera seketika memantik perdebatan di media sosial. Masyarakat Prancis terbelah ke dalam dua kubu, yakni penentang dan pendukung keputusan tersebut. Mereka yang menentang memandang pelarangan hijab di gelaran Olimpiade merupakan bentuk Islamofobia. Sementara kubu pendukung menilai, pelarangan itu adalah realisasi dari sekularisme yang dijunjung tinggi Prancis.
Sementara badan-badan internasional serentak mengecam. Kantor Hak Asasi Manusia PBB (UNHCHR) menilai aturan itu kebablasan."Menurut standar hak asasi manusia internasional, pembatasan ekspresi agama atau kepercayaan seperti pilihan pakaian hanya dapat diterima dalam keadaan yang benar-benar spesifik, yang mengatasi kekhawatiran yang sah untuk keselamatan publik, ketertiban umum atau kesehatan masyarakat atau moral dengan cara yang diperlukan dan proporsional," kata Marta Hurtado, juru bicara kantor tersebut.
Yang terkini, Federasi Olahraga Solidaritas Islam (ISSF) menyuarakan keprihatinan mendalam atas keputusan Prancis. Federasi yang beranggotakan 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan berbasis di Riyadh ini menyebut, kebijakan ini sejalan dengan aturan ketat negara tersebut mengenai sekularisme.
Dalam sebuah pernyataan, ISSF mengatakan jilbab adalah sebuah aspek dari identitas banyak Muslimah, yang mana harus dihormati. Mereka juga menambahkan, larangan Perancis dapat mencegah beberapa atlet Muslimah Perancis untuk berkompetisi. “Olimpiade secara historis merayakan keberagaman, persatuan dan keunggulan atletik,” kata pernyataan itu.
Tidak hanya itu, mereka menyebut dengan Prancis menerapkan larangan hijab bagi atletnya, tuan rumah akan mengirimkan pesan pengucilan, intoleransi dan diskriminasi, yang bertentangan dengan semangat Olimpiade.

Dalam pernyataan tersebut, ISSF lantas mendesak pihak berwenang Perancis untuk mempertimbangkan kembali larangan ini. Mereka menyerukan agar otoritas terkait menjalin keterlibatan yang berarti, dengan komunitas olahraga Muslim di Perancis.
ISSF didirikan pada 1985 untuk melayani anggota OKI. Mereka menjadi payung bagi semua aspek kegiatan olahraga. Setidaknya, mereka telah menyelenggarakan lima edisi Permainan Solidaritas Islam, yang terakhir berlangsung tahun lalu di Turki.
Hijab pada atlet, sejauh ini belum terbukti menimbulkan halangan yang berarti pada atlet. Di Olimpiade Rio de Janeiro pada 2016, atlet anggar asal Amerika Serikat Ibtihaj Muhammad, berhasil meraih medali perunggu sembari bertarung mengenakan hijab. Sedangkan pada Piala Dunia 2023 di Australia, bintang timnas sepak bola putri Maroko Nouhaila Benzina jadi fenomena bukan hanya karena berhijab, tetapi juga membuat sejarah membawa tim negaranya lolos dari fase grup.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Upaya Melawan Pelarangan Abaya di Prancis Kandas Lagi
Pengadilan Tinggi Prancis menolak banding gugatan pelarangan abaya.
SELENGKAPNYAKisah Manal A Rostom Lawan Larangan Jilbab
Rostom sudah menjadi simbol kekuatan bagi wanita Muslim di seluruh dunia
SELENGKAPNYAPuluhan Muslimah Berabaya Diusir dari Sekolah di Prancis
Ratusan gadis Muslimah dengan berani mengenakan abaya ke sekolah.
SELENGKAPNYA