Hikmah
Budi Pekerti Nabi
Sungguh, terpujinya budi pekerti Nabi SAW menjadi keniscayaan untuk diteladani.
Oleh ALEXANDER ZULKARNAEN
Nabi Muhammad SAW sebelum dan sesudah diangkat menjadi utusan Allah SWT senantiasa berbudi pekerti terpuji. Al-Amin adalah gelar yang disandangkan kepada beliau oleh masyarakat Arab ketika itu, telah diterimanya jauh sebelum diangkat menjadi Rasul.
Muhammad SAW memang dikenal tak pernah berdusta. Pada saat yang sama, siapa saja akan merasa aman dan damai jika bersamanya.
Setelah menjadi utusan Allah SWT, budi pekerti Nabi adalah Alquran. Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah RA tentang budi pekerti Rasulullah SAW.
Aisyah menjawab, “Budi pekerti Rasulullah SAW adalah Alquran.” (HR Muslim).
Pertanyaannya, seperti apa budi pekerti Nabi SAW yang menjadi teladan kehidupan umat manusia?
Dalam Alquran surah at-Taubah: 128, dirangkum kesempurnaan budi pekerti Nabi SAW dalam tiga poin. “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”
Pertama, ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum (merasakan penderitaan orang lain). Dalam istilah modern, sikap ini disebut sense of crisis, yaitu rasa peka atas kesulitan umat atau masyarakat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada orang yang kurang beruntung.
Dalam perspektif psikologi, empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Rasa empati pada gilirannya akan mendorong lahirnya sikap simpati, yaitu ketulusan memberi bantuan, baik moral maupun material, untuk meringankan penderitaan orang yang mengalami kesulitan.
Apa yang membuat Rasulullah SAW mengasingkan diri kemudian ber-tahannus di gua Hira?
Tidak lain karena beliau ikut merasakan penderitaan akibat kebobrokan moral masyarakat Jahiliyah ketika itu untuk kemudian ia mengadukan kepada Rabb Pencipta Alam dan berharap ada solusi terbaik buat perbaikan umatnya.
Abu Hurairah meriwayatkan sabda Nabi, “Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR Baihaqi dan Al-Hakim).
Kedua, haritsun ‘alaikum (sangat berharap kebaikan kepada orang lain). Sikap ini disebut juga dengan istilah sense of achievement, yaitu semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh agar seluruh manusia yang dipimpinnya dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan.
Rasulullah SAW adalah sosok pribadi mulia yang begitu mencintai umatnya. Bahkan saat ajal menjemput, Nabi SAW pun yang diingatnya adalah umatnya.
Saat sekarat, Rasul berkata kepada Jibril AS yang mendampingi Izrail untuk mencabut ruh Rasulullah. “Segala puji bagi Allah wahai Jibril, berilah aku kabar gembira mengenai umatku kelak di hari kiamat!” Jibril menjawab, “Aku beritahukan kepadamu wahai Rasulullah bahwa Allah SWT telah berfirman, 'Sesungguhnya sudah Aku larang semua nabi masuk ke surga sebelum engkau memasuki lebih dulu. Dan Aku larang semua umat sebelum umatmu masuk lebih dulu'.”
Dengan tersenyum Rasulullah SAW berkata, “Sekarang sudah tenang hatiku dan hilanglah kekhawatiranku.” Beliau melanjutkan, ”Wahai malaikat maut, mendekatlah.” Lalu Izrail mencabut ruh Rasulullah.
Ketiga, bil mu’minina ra’ufur rahim (penyantun dan penyayang). Tiada nabi dan rasul yang menyandang dua sifat Allah SWT sekaligus kecuali hanya ada pada diri Rasulullah SAW. Itulah sifat ra’uf dan rahim.
Kesantuanan Rasulullah menyentuh semua orang. Jangankan kepada orang yang beriman, kepada pengemis wanita Yahudi yang selalu menghina dan memfitnahnya pun beliau tetap berlaku santun dan sayang.
Sungguh, terpujinya budi pekerti Nabi SAW menjadi keniscayaan untuk diteladani. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab: 21).
Allahua’lam bishshawab.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pandangan Gus Dur Ihwal Islam dan Keislaman
Gus Dur sampai pada suatu kesimpulan, Islam yang dipikirkan dan dialami seseorang adalah sesuatu yang khas.
SELENGKAPNYAWajibnya Muslimah Menuntut Ilmu
Yang paling pertama dipelajari adalah tentang bagaimana ia lebih mengenal posisinya dalam agama dan siapa Tuhannya
SELENGKAPNYAPenggagas Dua Kalimat Penutup Ceramah
Ia memperkenalkan dan populerkan "billahit taufiq wal hidayah” dan “wallahul muwaffiq ilaa aqwamit thariq.”
SELENGKAPNYA