
Mujadid
KH Suprapto Ibnu Juraimi, Pantang Menyerah untuk Dakwah
KH Suprapto Ibnu Juraimi adalah seorang dai Muhammadiyah yang inspiratif.
KH Suprapto Ibnu Juraimi merupakan seorang sosok dai yang inspiratif. Seperti dikutip dari buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, Ustaz Prapto--demikian sapaan akrabnya--mencurahkan perhatian sepenuhnya pada dunia dakwah. Di Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, ia mencetuskan program Rihlah Dakwah.
Inspirasinya datang dari kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Thaif. Kedatangan Rasulullah SAW, menurutnya, bukan karena diundang atau ditunggu penduduk setempat. Beliau melakukannya lantaran didorong amanah untuk mensyiarkan tauhid kepada seluruh umat manusia.
Ustaz Prapto berpandangan, seorang mubaligh Muhammadiyah hendaknya meniru ikhtiar dakwah Nabi SAW ke Thaif. Janganlah dai mengambil sikap menunggu saja. Kalau menanti undangan, umpamanya, dari pimpinan wilayah atau daerah Muhammadiyah (PWM/PDM), yang dikhawatirkan terjadi adalah kepasifan mereka. Belum tentu pula undangan itu akan ada.
Janganlah dai mengambil sikap menunggu saja.
Intinya, para dai dalam program Rihlah Dakwah memiliki pola pikir (mind set) jemput bola. Ustaz Prapto mengumumkan gagasannya dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tahun 1996. Ia memulai kegiatan sejak bakda shalat Ashar berjamaah hingga pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Seluruh peserta wajib menginap di area lokasi acara, biasanya di kamar-kamar asrama atau sekitaran masjid.
Materi Risalah Islamiyah, Tadabbur Alquran, Pembajaan Diri, serta Pelajaran dari KH Ahmad Dahlan diberikan kepada mereka. Tentu saja, tidak lupa dengan shalat malam atau qiyamullail. Dalam suasana itulah, ide tentang safari dakwah ke daerah-daerah disampaikan kepada forum pada pagi harinya.
Segala persiapan tuntas. Maka inilah dimulainya Rihlah Dakwah. Perjalanan yang dilakukan Ustaz Prapto ternyata cukup panjang. Waktu tempuhnya rata-rata lebih dari sepekan. Paling lama adalah 23 hari.
Saat masih menjadi guru di Muallimin, biasanya ia menjalani program tersebut ketika anak-anak sekolah sedang menikmati masa liburan. Sampai akhir hayatnya, hampir seluruh PDM di seluruh penjuru Tanah Air telah disambangi oleh Ustaz Prapto.
Ada sebuah kisah yang cukup menarik. Seperti diceritakan oleh Ustaz Mahli Zainuddin Tago, pada suatu kesempatan Rihlah Dakwah menyambangi Sumatra. Pada hari ke-21 sejak keberangkatan, hampir semua daerah sudah dikunjungi. Maka, Ustaz Mahli dan Ustaz Prapto berpisah di Kota Metro, Lampung.
Dalam kondisi fisik yang sudah lelah, Ustadz Mahli kembali menuju Yogyakarta. Wajarlah kiranya apabila Ustaz Prapto nanti juga letih sekembalinya dari Sumatra. Ternyata, penggagas program Rihlah Dakwah itu dari Metro tidak langsung pulang. Ia selama beberapa hari tetap di Lampung.

Padahal, waktu itu sang ustaz sudah divonis mengidap sakit gula. Bahkan, level penyakitnya itu sudah sampai tahap kronis. Maka selama di Lampung, ia menenteng tas bawaan serta termos es yang berisi jarum suntik dan insulin—guna disuntikkan ke dirinya sendiri.
Ustaz Mahli baru mengetahui keadaan mubaligh tersebut setelah diberi tahu seorang menantu Ustaz Prapto, Agus Syamsul Bahri. Tentu saja, kekhawatiran tergambar pada raut wajahnya. Namun, Mas Agus kembali berkata, menyampaikan kesaksiannya tentang sang mertua, “Cita-cita Bapak memang ingin syahid dalam perjalanan dakwah itu.”
Ponpes Budi Mulia
Pada 1981, sejumlah cendekiawan dan aktivis Muslim di Yogyakarta berinisiatif membentuk lembaga pendidikan untuk meningkatkan giat dakwah Islam. Maka mereka pada 24 Januari 1983 mendirikan Yayasan Pendidikan Shalahuddin. Di bawah naungan yayasan itu, dibangunlah sebuah pondok pesantren yang khusus bagi mahasiswa. Namanya, Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM). Lokasinya di Condongcatur, Sleman, DIY.
Salah seorang pengajar di PPBM adalah KH Suprapto Ibnu Juraimi. Ustaz Prapto memberikan pembinaan kepada para mahasantri setempat dalam program yang dinamakan “Universitas Malam Jumat.” Materi perkuliahan yang disediakannya berkaitan dengan tema-tema akidah dan ibadah praktis. Di samping itu, ada pula pokok yang disebutnya “Pembajaan Diri,” yakni motivasi untuk menggembleng mental generasi muda agar siap menjadi mujahid dakwah yang tangguh.
Tiap Ramadhan, PPBM menyelenggarakan Pesantren I’tikaf Ramadhan (PIR). Pesertanya adalah kalangan mahasiswa Muslim dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia. Berangkaian dengan PIR itu, Ustaz Prapto melakukan safari dakwah hingga ke Palu.
Hingga pertengahan Ramadhan, ia berdakwah di ibu kota Sulawesi Tengah itu. Kemudian, ia kembali ke Yogyakarta untuk melaksanakan itikaf di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, kompleks PPBM. Aktivitas ini secara rutin dilakukan alumnus Akademi Tabligh Muhammadiyah itu tiap tahun hingga menjelang dirinya wafat.

Hingga tahun 2002, Ustaz Prapto sudah mengunjungi sebanyak 225 pimpinan daerah Muhammadiyah (PDM) di Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, sebagian Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Bahkan, di sisa usianya dirinya mengalami kondisi mata yang tidak bisa lagi melihat.
Bagaimanapun, api semangat tetap dikobarkannya. Dua bulan sebelum meninggal, ia sempat hadir dalam Rapat Kerja Nasional Majelis Tabligh Muhammadiyah di Semarang.
Pada 21 April 2009, Ustaz Prapto berpulang ke rahmatullah. Ribuan jamaah memenuhi Masjid Besar Kauman Yogyakarta untuk menshalatkannya dan melepas kepergiannya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Biografi Tgk Abd Lathief Rousydiy
Ulama Muhammadiyah ini merupakan seorang dai dan sekaligus pejuang yang masyhur di Aceh dan Sumut.
SELENGKAPNYABukit-bukit Bersejarah di Makkah
Bukit-bukit ini sangat disarankan untuk dikunjungi para peziarah ke Tanah Suci.
SELENGKAPNYASejarah dan Situasi Islam di Hong Kong
Orang Indonesia berperan dalam syiar Islam di Hong Kong.
SELENGKAPNYA