Warga memotong jerami untuk pakan ternak di persawahan yang mengering di Krincing, Secang, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (22/8/2023). | Antara/Anis Efizudin

Ekonomi

Perubahan Iklim Ancam Produksi Beras dalam Jangka Panjang

Pemerintah harus menggencarkan program diversifikasi pangan.

JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai penurunan produksi beras yang menyebabkan lonjakan harga tak terlepas dari dampak perubahan iklim. Produksi beras dalam jangka panjang pun bisa terancam.

Dewan Komisioner dan Ekonom Senior Indef Bustanul Arifin mengatakan, perubahan iklim global menjadi penyebab awal yang membuat harga beras melonjak. Bustanul mengatakan, kenaikan suhu bumi mencapai 1,5 derajat Celsius dalam 120 tahun terakhir dan diperkirakan terus meningkat hingga dua derajat Celsius. 

"Dampaknya, bumi menyala, es di kutub mencair, dan permukaan air laut sudah naik 3,9 mm per tahun, itu sangat tinggi sekali. Saya ngeri ada beberapa pulau yang tenggelam," ujar Bustanul dalam diskusi publik yang bertajuk "Waspada Bola Panas Harga Beras" di Jakarta, Jumat (22/9/2023).

photo
Buruh tani memisahkan bulir padi yang baru dipanen dengan menggunakan mesin di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung, Selasa (12/9/2023). - (Edi Yusuf/Republika)

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan terjadi kenaikan air laut 60 cm pada tahun 2000-2100. Kondisi ini membuat udara yang kian panas dan siang yang lebih panjang dari biasanya. 

"Hal ini memengaruhi proses pematangan dari padi. Proses pematangan yang terlalu lama siangnya atau panasnya biasanya menghasilkan hampa yang membuat gabahnya jadi kosong, ini sudah pasti mengurangi produksi, lalu suplai berkurang, dan harga tinggi. Itu logikanya," ucap dia.

Bustanul menyampaikan, pemanasan global diperparah dengan adanya dua fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) atau memanasnya suhu muka laut (SML) di atas normal di Pasifik tengah dan timur serta Indian Ocean Dipole (IOD) atau fenomena atmosfer di Samudra Hindia berdasarkan anomali SML di pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatra. 

"Setelah pemanasan global ada dua peristiwa, namanya ENSO dan IOD yang berhubungan dengan air laut yang membawa uap panas," lanjutnya. 

Bustanul menyampaikan, faktor-faktor ini berkontribusi terhadap melonjaknya harga beras. Pasalnya, kekeringan ekstrem yang terjadi pada fase generatif akan mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Menurut Bustanul, hal itu dapat terlihat jelas dalam penurunan luas panen maupun produktivitas pada Januari-September 2023 daripada periode yang sama tahun lalu. 

Dia memerinci, luas panen pada Januari-September 2023 tercatat sebesar 8,62 juta hektare yang turun 0,07 juta hektare atau 0,86 persen dari luas panen 2022 yang sebesar 8,69 juta hektare. Pun dengan produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 44,48 juta ton pada 2023 yang turun 0,95 juta ton atau 2,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 45,43 juta ton.

Dengan begitu, lanjut Bustanul, tak mengherankan jika produksi beras Indonesia hanya 25,63 juta ton pada Januari-September 2023. Jumlah itu turun 0,54 juta ton atau 2,08 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan 26,17 juta ton beras.

"Belum lagi kalau lihat faktor global, di mana terjadi dinamika akibat invasi Rusia dan India yang melarang ekspor beras ikut melonjakkan harga beras," kata Bustanul.

photo
Pergerakan harga beras medium per Senin (11/9/2023) - (Badan Pangan Nasional)

Oleh karena itu, Bustanul menilai pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam menghadapi lonjakan harga beras. Pemerintah harus memiliki solusi jangka pendek dan jangka panjang dalam menyelesaikan persoalan tersebut. 

"Pemerintah perlu melanjutkan bantuan pangan langsung, setidaknya hingga November 2023, syukur-syukur jika panen musim gadu Oktober mulai berkontribusi pada stabilisasi harga beras," ujar Bustanul.
 
Bustanul menyebut banyak cara yang bisa dilakukan untuk menekan harga beras akibat kurangnya produksi. Beberapa langkah yang bisa ditempuh adalah melalui peningkatan kombinasi kerja sama bisnis dengan skema G to G maupun B to B, contract farming dengan mengikat komitmen petani mengirimkan hasil panen kepada pembeli daerah konsumen, dan percepatan smart farming. Langkah lainnya adalah menyediakan offtaker, meningkatkan kapasitas pergudangan, hingga pendampingan dari universitas, LSM, konsultan, dan koperasi untuk petani. 

"Karena sekarang harga sedang tinggi dan produksi berkurang, saya usul daerah bekerja sama untuk pengendalian kenaikan harga atau inflasi," ucap guru besar Unila tersebut. Caranya, ucap Bustanul, bisa dengan memberikan subsidi ongkos angkut (SOA) kepada petani pangan dan offtaker yang telah memiliki kerja sama hingga penyiapan dan pengembangan pengembangan lahan pangan khusus yang menjadi kontributor laju inflasi.

Bustanul menyampaikan, pemerintah juga harus mengedukasi petani untuk menggunakan pengembangan benih padi yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah harus bekerja sama melakukan percepatan tanam pada lahan rawa, lebak, dan yang mengandalkan irigasi teknis serta perpompaan untuk meningkatkan kapasitas produksi padi di dalam negeri.

"Pemerintah daerah harus mengambil langkah strategis tanpa harus menunggu pengumuman ini bencana nasional. Bisa dengan menyediakan panen air di lahan kering, seperti embung, dan rehabilitasi sarana penampungan air," lanjut Bustanul.

photo
Tanaman padi yang mengalami kerusakan di lingkungan Dusun Krajan, Kelurahan Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jumat (15/9/2023). - (Republika/ Bowo Pribadi)

Selain itu, Bustanul mendorong Perum Bulog untuk segera menyelesaikan sisa kekurangan 800 ribu ton impor beras hingga akhir 2023. Bustanul mengatakan, kepiawaian negosiasi akan menjadi kunci dalam finalisasi importasi beras dengan negara produsen selain India, misalnya Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Pakistan.

"Bulog perlu lebih taktis dalam manajemen stok dan pengadaan dalam negeri. Bulog sedang bersaing dengan industri beras swasta besar yang semakin berani membeli harga beras petani dengan harga cukup tinggi," kata Bustanul.

Peneliti Center of Food Energy and Sustainable Development INDEF Rusli Abdullah mengatakan, pemerintah harus mewaspadai implikasi sosial dalam kenaikan harga beras. Rusli menyebut setidaknya ada tiga dampak besar yang bisa terjadi akibat melonjaknya harga beras, mulai dari inflasi, kemiskinan, dan politik. "Isu politik pada titik ekstrem bisa menimbulkan chaos," ujar Rusli.

Rusli mengatakan, El Nino pada 1997-1998 jauh lebih parah daripada situasi saat ini. Sejumlah ahli, ucap Rusli, menyebut kondisi gagal panen memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang berujung krisis moneter pada 1997-1998. 

"Semoga tidak seperti itu lagi saat ini, kita berharap pemerintah punya perangkat untuk memastikan dampak El Nino tidak berpengaruh besar," ucap Rusli.

photo
Pekerja menata beras di Kompleks Pergudangan Bulog, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/9/2023). Perum Bulog Kantor Cabang Bandung memastikan stok beras untuk pemenuhan kebutuhan beras di wilayah Bandung Raya dan sekitarnya masih aman hingga akhir tahun 2023. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Rusli berharap pemerintah dapat menjaga kekondusifan dan tidak panik dalam menghadapi situasi kurangnya pasokan beras. Pasalnya, Rusli menilai puncak El Nino 2023 diprediksi tidak akan sebesar pada 1997-1998. Terlebih, lanjut Rusli, Indonesia juga masih memiliki panen musim gadu pada Oktober mendatang. 

"Ini agar tidak menimbulkan kepanikan yang lebih jauh, bisa juga dengan meningkatkan siaga satgas pangan dan memastikan tidak ada oknum yang memancing di air keruh," lanjut Rusli.

Untuk jangka panjang, Rusli mendorong pemerintah untuk serius melakukan diversifikasi pangan dengan memperbaiki tata niaga beras serta koordinasi antarkementerian dan lembaga di tengah kompleksitas pangan dan perubahan iklim. "Pemerintah bisa mendorong pengusaha warteg menyediakan menu selain beras, misalnya nasi tiwul atau nasi jagung, jadi ketika ada narasi diversifikasi oleh pemerintah, konsumen di bawah itu punya opsi," kata Rusli.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat