Bagaimana Alquran Dipelihara? | Republika

Khazanah

Kecurigaan Ulama Soal Alquran Dipadukan dengan Konfusianisme

Menafsirkan Alquran tidak bisa sembarangan.

Oleh ANDRIAN SAPUTRA

JAKARTA — Pakar tafsir Alquran Prof KH Ahsin Sakho Muhammad mengkhawatirkan rencana Pemerintah Cina menerbitkan Alquran versi baru yang memadukan penafsirannya dengan konfusianisme. Ia curiga ada agenda-agenda untuk membolak-balikkan pemaknaan Alquran bagi Muslim di Cina.

"Kita tahu bagaimana perilaku Cina terhadap Muslim Uighur sampai tidak boleh shalat dan dipaksa minum khamar. Saya curiga nantinya hal-hal seperti yang berkaitan tentang perjuangan, fi sabilillah, itu dibolak-balikkan. Apalagi itu (gagasannya) oleh partai yang berkuasa, saya sangat curiga sekali, akhirnya nanti (penafsiran Alquran) disesuaikan dengan keinginan mereka," kata Kiai Ahsin saat dihubungi Republika pada Jumat (22/09/2023).

photo
Pakar Ilmu Alquran Muhammad Ahsin Sakho, Dialog Jumat edisi 24 Juni 2011 - (Republika/Agung)

Menurut Kiai Ahsin Sakho, menafsirkan Alquran tidak bisa sembarangan. Ada berbagai macam syarat yang harus terpenuhi untuk menafsirkan Alquran dan menjadi seorang penafsir Alquran (mufasir). Beberapa di antaranya adalah kemampuan dalam kaidah-kaidah bahasa Arab. Seorang mufasir harus betul-betul menguasai gramatika bahasa Arab dari ilmu nahwu dan sharaf.

Selain itu, menurut Kiai Ahsin, seorang mufasir juga harus menguasai ilmu-ilmu tentang sastra Alquran. Tak hanya itu, dalam menafsirkan Alquran, mufasir harus terhubung dengan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Pengertian dan tafsir Alquran tidak boleh bertentangan dengan hadis-hadis Rasulullah. Mufasir pun harus melihat asbabun nuzul ayat-ayat Alquran dan beberapa perangkat lainnya, seperti naskah wal mansukh dan Makkiyah wal Madaniyah, dan lainnya. Oleh karena itu, pihak yang menafsirkan Alquran harus betul-betul orang yang mumpuni dalam bidang tersebut.

 
Saya curiga nantinya hal-hal seperti yang berkaitan tentang perjuangan, fi sabilillah, itu dibolak-balikkan. Apalagi itu (gagasannya) oleh partai yang berkuasa, saya sangat curiga sekali
PROF AHSIN SAKHO
 

"Saya tak tahu siapa yang melakukan penafsiran Alquran di Cina itu, apakah orang Islam? Dan apakah mereka sudah memenuhi persyaratan sebagai seorang mufasir? Kecuali kalau di sananya apakah ada lembaga seperti Kemenagnya atau lembaga keislaman yang diakui oleh ulama di dunia. Kemudian, mana tafsir-tafsir Alquran yang berbahasa Cina yang sudah disetujui penerbitannya oleh para ulama-ulama Suni dunia," kata Kiai Ahsin.

Diketahui bahwa rencana Cina merilis Alquran versi baru dengan terjemahan bahasa Mandarin melalui penerjemahan dan penafsiran yang memadukan dengan konfusianisme merupakan upaya Cina melakukan sinisasi Islam. Pada akhir Juli, sekelompok pejabat pemerintah dan akademisi Cina bertemu di Urumqi membahas rencana nasional untuk “mensinisasi” Islam. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa secara khusus, Cina perlu berbuat lebih banyak untuk menyatukan Islam dengan konfusianisme.

photo
ILUSTRASI Ahlussunah wal Jamaah atau Aswaja berpegang teguh pada tuntunan Alquran, sunah Nabi SAW, dan contoh para sahabat. - (DOK WIKIPEDIA)

Untuk mencapai hal tersebut, mereka perlu merilis Alquran baru berbahasa Mandarin yang diterjemahkan dan diberi anotasi yang selaras dengan semangat zaman. Pembahasan rencana mensinisasi Islam salah satunya disponsori oleh Institut Sosialisme Pusat Cina.

“Mensinisasi Islam di Xinjiang harus mencerminkan aturan sejarah tentang bagaimana masyarakat berkembang, melalui konsolidasi kekuatan politik, pengamanan masyarakat, dan konstruksi budaya,” kata Wang Zhen, seorang profesor di Institut Sosialisme Pusat Cina, dilaporkan Radio Free Asia.

Institut Sosialisme Pusat Cina adalah bagian dari Kelompok Kerja Front Bersatu Partai Komunis, yang mengendalikan urusan agama Cina. Kelompok kerja ini menghasilkan rencana sinisasi Islam.

Sekretaris Partai Komunis Xi Jinping pertama kali menyebutkan sinisasi agama di Cina dalam pidatonya pada 2015. Dia menyebut sinicizing Islam secara khusus pada 2017. Pada 2018, Partai Komunis Cina telah menyusun rencana nasional untuk mensinisasi tiga agama monoteistik utama di negara tersebut, yaitu Protestan, Katolik, dan Islam, selama lima tahun ke depan.

Rencana 32 poin untuk Islam ini menyoroti masalah-masalah di beberapa bidang yang tidak dapat diabaikan. Menurut terjemahan bahasa Inggris yang dirilis China Law Translate, rencana 32 poin itu mengatakan, beberapa tempat telah dipenuhi dengan ideologi ekstremis agama. Masjid meniru arsitektur asing, umat Islam mengenakan pakaian asing, dan label makanan halal diterapkan secara berlebihan.

Dalam rencana 32 poin itu disebutkan tentang langkah untuk meniadakan ideologi tradisional Islam Cina. Langkah-langkah tersebut, antara lain, partai memperkuat personel keagamaan untuk menjelaskan Alquran dan hadits dalam versi baru, termasuk mempromosikan penggunaan konfusianisme untuk menafsirkan kitab suci.

photo
Derna flood survivor Abdul Salam Anwisi holds a copy of the Quran, Muslims holy book, at his damaged home following flooding caused by Mediterranean storm Daniel, in Derna, Libya, Sunday, Sept. 17, 2023. Anwisi said he woke up at one-thirty in the morning to a scream from outside to find his neighbours homes flooded with water. He, his sons, and other neighbours rushed to rescue the stranded families by pulling them from the roof of their house. Thousands of Libyans have lost family members, friends and neighbors in the devastating floods that engulfed the countrys east. - (AP Photo/Yousef Murad)


Menggunakan konfusianisme untuk menafsirkan kitab suci mengacu pada kumpulan terjemahan dan tulisan Islam dalam bahasa Cina Dinasti Qing, yang dikenal di kalangan sarjana Barat sebagai Kitab Han, yang menggunakan konsep konfusianisme untuk menguraikan teologi Islam. Teks-teks tersebut diproduksi di Cina bagian timur, tidak pernah diedarkan di wilayah Uighur, dan tidak diakui dalam tradisi Islam Uighur.

“PKC mengidentifikasi ini sebagai satu-satunya praktik keagamaan yang benar di Cina. Menggunakan pembingkaian seperti ini untuk menyelaraskan Islam dengan konfusianisme, dan menyelaraskan Islam dengan tradisi Cina adalah pembacaan sejarah yang sangat selektif," ujar Dosen Studi China di Universitas Manchester, David Stroup.

Selain terjemahan bahasa Mandarin, PKC sedang mempertimbangkan terjemahan Alquran Uighur yang baru dan berbahasa sinicized. Banyak Muslim Uighur menyukai terjemahan bahasa Arab-Uighur tahun 1980-an yang ditulis oleh ulama Muhammad Salih.

Namun, toko buku berhenti menjual kitab Alquran terjemahan Salih sekitar 2010. Mereka menggantinya dengan terjemahan kelompok yang banyak dikritik, yang dijual seharga 1.000 yuan. Salih meninggal dalam tahanan polisi pada tahun 2018 dalam usia 82 tahun.

“Waktu selalu berubah, masyarakat selalu membaik, sehingga pemahaman kita terhadap kitab-kitab klasik seperti Alquran juga harus berubah,” kata Profesor Universitas Peking, Xue Qingguo, menurut laporan Xinhua pada konferensi Urumqi.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Partai Komunis Cina Menulis Ulang Alquran, Apa Jadinya?

Partai Komunis Cina (PKC) telah lama memandang agama sebagai ancaman

SELENGKAPNYA

Perombakan Masjid di Cina Berlanjut 

Masjid Xiguan jadi korban terkini perombakan.

SELENGKAPNYA

Lebih dari 7.000 Produk Cina Disertifikasi Halal Lewat LPPOM MUI

Upaya ini sebagai bentuk dukungan LPPOM MUI dalam memberikan jaminan kehalalan kepada konsumen.

SELENGKAPNYA