Pegawai PT Ant Information Consulting (AIC) duduk di depan komputer saat penggerebekan kantor pinjaman online ilegal di Kelapa Gading, Jakarta, Senin (18/10/2021). Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menggerebek tempat usaha pinjaman onlin | ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.

Gaya Hidup

Mengapa Sulit Menolak Rayuan Pinjol?

Budaya pinjaman dalam bentuk kasbon di warung juga memiliki kemiripan dengan fenomena pinjaman daring.

Berutang akan menjadi masalah jika itu digunakan untuk konsumsi alih-alih investasi. Dan konsep gali lubang tutup lubang sendiri sebenarnya sudah menjadi fenomena lama, jauh sebelum era pinjaman online (pinjol) menjamur.

Menjadi seolah-olah marak, urusan pinjam-meminjam uang secara daring saat ini banyak yang berujung ditagih oleh debt collector tanpa etika. Ada pula yang berakhir dengan nasabah tersebut bunuh diri karena dipecat hingga ditinggal keluarganya.

Pinjol memang makin mudah dan privat karena tidak perlu berhadapan langsung dengan siapa pun, ketika meminjam secara online,” ujar psikolog sosial Raymond Tambunan saat dihubungi Republika, Kamis (21/9/2023).

Raymond mengutip dari Debt and Overindebtedness: Psychological Evidence and its Policy Implications karya Stephen EG Lea bahwa berutang menjadi masalah, terutama ketika dilakukan oleh orang-orang karena salah satu atau kombinasi faktor berikut ini.

1. Ingin cepat dapat hasil atau keluar dari masalah tanpa mengubah fondasi masalah sehingga sebenarnya tidak menyelesaikan masalah atau yang penting bisa bayar dulu.

2. Persepsi terhadap risiko rendah, misalnya, "Ah, nanti juga ada jalan untuk lunasin".

3. Tidak atau kurang memiliki antisipasi dan kemampuan untuk membuat perencanaan jangka menengah dan panjang.

Berutang menjadi masalah lebih luas hingga menjadi masalah sosial, karena faktor-faktor di luar individu seperti:

1. Ketimpangan ekonomi dan ketidakamanan sosial. 

2. Kurangnya literasi finansial.

3. Regulasi dan implementasi peraturan yang dapat melindungi peminjam, terutama moda daring yang belum memadai.

Khusus pinjaman daring, tren ini menjadi marak, bukan saja karena mudah, melainkan juga karena sulit diawasi. Lalu, secara psikologis, calon peminjam tidak perlu bertemu muka dengan siapa pun.

Jadi, seolah-olah tidak perlu ada transparansi dari pihak calon peminjam, karena tidak bertemu dengan siapa pun. Hal ini tentu berbeda meminjam dari saudara, teman atau lainnya. “Ditambah pula, persepsi terhadap tanda identitas pribadi seperti KTP dan KK, belum terlalu dihargai sebagai bagian dari privasi. Jadi, membagikan tanda identitas itu kurang dipersepsikan sebagai hadir secara fisik,” ujar Raymond.

Faktor Ekonomi 

Sosiolog Nia Elvia memberikan tanggapannya mengenai maraknya fenomena pinjaman daring, yang semakin merebak di kalangan masyarakat. Menurut dia, fenomena ini memiliki akar penyebab yang erat kaitannya dengan faktor ekonomi. "Fenomena ini muncul karena faktor ekonomi. Dari beberapa kajian, angka kemiskinan kita masih tinggi,” kata Nia, kepada Republika, Jumat (22/9/2023).

Dalam pandangannya, angka kemiskinan di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini mendorong masyarakat untuk mencari peluang ekonomi tambahan, salah satunya melalui pinjaman daring. Nia mengatakan, pinjaman daring telah menjadi solusi bagi banyak masyarakat kelas menengah ke bawah, yang membutuhkan dana cepat.

Kemudahan akses, serta syarat yang relatif mudah, membuat pinjaman daring menjadi pilihan menarik. “Pinjaman online ini sebagian besar digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah karena aksesnya yang relatif mudah dan persyaratan yang sederhana,” ujar Nia.

Menurut dia, budaya pinjaman dalam bentuk kasbon di warung juga memiliki kemiripan dengan fenomena pinjaman daring. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang belum sejahtera dan membutuhkan akses cepat ke dana tambahan. “Karena tadi, karena memang belum sejahtera,” kata dia.

Kronologi Kasus Penipuan Pinjol Mahasiswa IPB - (Republika)

  ​

Namun, Nia menegaskan, ketika seseorang sudah sejahtera secara ekonomi, cenderung enggan melakukan pinjaman. Karena secara sosial, memiliki hutang dianggap sebagai tanda kurang mampu mengelola ekonomi dengan baik.

Nia juga menyoroti perlunya pemerintah melindungi masyarakat dari risiko pinjaman daring, yang bisa berujung pada kematian atau stres, akibat kesulitan mengembalikan pinjaman. Dia berpendapat, pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat memproteksi masyarakat, termasuk penyaringan atau pemfilteran terhadap penyedia pinjaman daring.

Ketika ditanya apakah literasi keuangan dapat membantu mengelola ekonomi masyarakat. Terutama generasi muda, Nia menyatakan bahwa sementara literasi keuangan memiliki peran penting, prioritas utama harus diberikan pada perlindungan yang lebih kuat dari pemerintah.

"Saya kira proteksi pemerintah yang lebih diutamakan, terutama dalam hal penyaringan lembaga pinjaman online yang memberikan pinjaman kepada masyarakat," ujar Nia.

 

 

 
Pinjol memang mudah dan privat karena, tidak perlu berhadapan langsung dengan siapa pun, ketika meminjam.
 
RAYMOND TAMBUNAN, Psikolog Sosial. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

UMKM Jangan Cari Modal ke Pinjol Ilegal

UMKM yang membutuhkan akses permodalan dapat memanfaatkan Securities Crowdfunding.

SELENGKAPNYA

Dema Dapat Kompensasi Rp 160 Juta dari Perusahaan Pinjol

Pihak kampus akan menjamin data para mahasiswa yang sebelumnya telah didaftarkan ke pinjaman online.

SELENGKAPNYA

Main Kripto, Utang Pinjol, Lalu Bunuh Junior

AAB (23) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman mati.

SELENGKAPNYA