
Kitab
Biografi Tujuh Penggerak Sejarah
Dalam buku ini, A Malik Madaniy mengulas tujuh dari sekian banyak tokoh ulama yang berpengaruh signifikan dalam sejarah Islam.
Buku tulisan KH A Malik Madaniy ini berupaya merangkum sejumlah ulama besar di pintasan sejarah. The Magnificent Seven: Ulama-ulama Inspirator Zaman, demikian judul karya itu membahas ketujuh tokoh besar, yakni Imam al-Ghazali, Jalaluddin as-Suyuthi, Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Ibnu Katsir, az-Zarkasyi, al-Mawardi, dan Muhammad Abduh.
Peran ketujuh ulama itu sangat besar dalam mentransmisikan keilmuan Islam dari generasi ke generasi. Pengaruhnya juga sampai ke Indonesia.
Sejak berabad-abad silam, jaringan intelektual Nusantara berkembang pesat dan diisi utamanya para pembelajar Jawi-Melayu di Tanah Suci. Setelah pulang ke Tanah Air, mereka kemudian menyebarkan ilmunya di tengah masyarakat, termasuk gagasan-gagasan dari para alim ulama tersebut.
The Magnificent Seven menyajikan berbagai pelajaran, petuah, serta inspirasi terkait alim ulama yang dibahas. Mereka berhasil mengubah peradaban menuju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, tak berlebihan jika penulis menjulukinya sebagai the magnificent (yang agung).
Barangkali, judul buku ini mengingatkan kita akan sebuah film koboi Amerika dari era 1960-an. Film itu sendiri, The Magnificent Seven (1960), disutradarai oleh John Sturges. Tentu, karya A Malik Madaniy itu sangat berbeda dengan kisah ketujuh koboi yang berjibaku melawan penguasa haus harta.
Melalui bukunya ini, Malik Madani membahas riwayat kehidupan para ulama yang sangat luar biasa pada masanya. Pemikiran mereka masih banyak dikaji sampai sekarang.
Melalui bukunya ini, Malik Madani membahas riwayat kehidupan para ulama yang sangat luar biasa pada masanya. Pemikiran mereka masih banyak dikaji sampai sekarang. Buku tersebut juga membedah dan menelaah karya-karya mereka secara kritis sehingga dapat membuka wawasan keislaman pembaca.
Pembahasan buku ini diawali dengan sosok Ibnu Katsir. Seperti diketahui, kitab tafsirnya menjadi rujukan penting bagi kaum Muslimin, termasuk kalangan pesantren. Dalam konteks ini, pentingnya kitab tersebut sedikit-banyak ditentukan oleh kenyataan bahwa Ibnu Katsir adalah seorang ulama mazhab Syafi’i. Itulah mazhab fikih yang banyak dianut oleh umat Islam di Indonesia.
Ibnu Katsir merupakan seorang ulama yang lahir di Makkah pada 665 M dan wafat pada 738 M. Ia mempelajari secara mendalam berbagai cabang ilmu keislaman, terutama hadits, fikih, sejarah, dan studi Alqur’an. Salah satu karyanya adalah kitab sejarah berjudul Al-Bidayah wa an-Nihayah yang terdiri atas 14 jilid.
Selanjutnya, Malik Madani mengupas ketokohan Syah Waliyullah ad-Dihlawi. Dia adalah seorang mujadid dari India. Ulama ini dikenal sebagai tokoh pembaharu pemikiran Islam pada abad ke-18. Silsilah alim kelahiran Delhi, 21 Februari 1703 M, itu sampai kepada Khalifah Umar bin Khattab. Termasuk kalangan prolifik, dirinya banyak menulis kitab. Zafrul Islam Khan seperti dikutip dari mukadimah Al-Inshaf menyatakan, jumlah karya dai ini tercatat sebanyak 100 buah. Semuanya ditulis dalam bahasa Arab maupun Persia.
Al-Fauz al-Kabir fii Ushul at-Tafsir berperan besar dalam bidang studi ilmu Alquran.
Menurut penulis, karya Syah Waliyullah yang berjudul Al-Fauz al-Kabir fii Ushul at-Tafsir berperan besar dalam bidang studi ilmu Alquran. Bukan hanya karena beberapa pendapatnya yang terkesan relatif “berani”, tetapi juga juga fatwanya tentang Ulumul Qur’an. Pemikiran Syah Waliyullah juga turut mempengaruhi alim ulama di Indonesia.
Misalnya, pendiri Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama telah mengambil secara utuh redaksi pernyataan dan argumentasi Syah Waliyullah tentang perlunya berpegang kepada salah satu dari empat mazhab.
Dalam membahas ketokohan Imam al-Ghazali, Malik Madani lebih mengupas pemikiran sufistiknya. Sebagai seorang tokoh tasawuf, al-Ghazali telah mewariskan berbagai aspek ajaran yang senantiasa mengundang perhatian para ahli untuk mengkajinya kembali. Selain membahas sekilas tentang riwayat hidup sang imam, buku ini juga mengulas beberapa ajaran tasawuf yang dirumuskannya, seperti perihal ma’rifah atau zuhud.
Selanjutnya, penulis kemudian memaparkan tentang sosok al-Mawardi, seorang ulama yang lahir di Bashrah dan wafat di Baghdad pada 1058 M. Tokoh ini adalah seorang ulama mazhab Syafi’i yang terkemuka dalam bidang fikih, ushul fikih, dan tafsir Alquran. Selain itu, dia juga memiliki kepakaran tentang seluk-beluk bahasa Arab.
Di dalam buku The Magnificent Seven, penulisnya lebih banyak menjelaskan tentang beberapa teori politik al-Mawardi. Salah satu risalah yang dibahas ialah karya al-Mawardi yang berjudul Al-Ahkam al-Sulthaniyah. Kitab ini memuat berbagai pemikiran politik ulama tersebut. Qamaruddin Khan menganggapnya sebagai karangan ilmiah pertama di bidang ilmu politik dan administrasi pemerintahan dalam sejarah Islam.

Selain membahas al-Mawardi, The Magnificent Seven juga menguraikan ketokohan para alim yang berperan memunculkan kitab Tafsir al-Manar. Mereka adalah as-Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan as-Sayyid Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935). Namun, Malik Madani cenderung berkutat membahas Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla. Pasalnya, ada kesimpangsiuran antara kedua nama tokoh tersebut dalam kaitannya dengan penyusunan kitab Tafsir al-Manar.
Di bagian akhir buku ini, penulis kemudian mengupas tentang kitab tafsir yang paling populer di Indonesia, yaitu Tafsir Jalalain. Itu disusun oleh dua orang ulama bermazhab Syafi’i, yakni Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi.
Al-Mahalli dikenal sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang keilmuan seperti fikih, kalam, ushul fikih, nahwu, matiq, dan lain-lain. Sedangkan as-Suyuthi dikenal sebagai ulama yang memiliki kecerdasan dan daya hafal yang luar biasa, serta banyak menguasasi ilmu keislaman.
Secara umum, para ulama yang dibahas dalam buku ini berasal dari berbagai aliran keagamaan. Bahkan, di dalam buku ini Kiai A Malik Madaniy juga membahas ulama penganut teologi Muktazilah, yaitu As-Zamakhsyari, yang menulis Tafsir al-Kasysyaf. Sang penulis juga menjelaskan secara detail karya az-Zamakhsyari yang satu ini, karena dianggap tidak termasuk dalam “daftar hitam” untuk dipelajari di pesantren.
Buku ini mengajak kita mengenali dan menyelami perjalanan hidup dan dunia keilmuan beberapa ulama termasyhur.
Buku ini mengajak kita mengenali dan menyelami perjalanan hidup dan dunia keilmuan beberapa ulama termasyhur. Kajian dalam buku ini memang tidak terlalu mendalam dan singkat, tapi penulis mampu melakukan peninjauan secara kritis. Dengan membaca buku ini, paling tidak harapannya ghirah keilmuan para pembaca akan tergugah.
Mengenai profil penulis, KH Malik Madani merupakan seorang guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia berasal dari Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Sepak terjangnya bukan hanya di kampus, melainkan juga organisasi. Namanya tercatat pernah sebagai katib aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sang Mubaligh Ibu Kota
Terutama pada era 1980-an, KH Hasyim Adnan terkenal sebagai seorang dai tersohor di Jakarta. Sikapnya kritis terhadap rezim Orba.
SELENGKAPNYABerkenalan dengan Profesi Pemandu Geowisata
Salah satu destinasi geowisata yang banyak diminati adalah Labuan Bajo.
SELENGKAPNYASistem Hukum Kawasan Islamic Financial Center di Indonesia
Penggunaan sistem hukum mixed legal system pada Islamic Financial Center di Indonesia merupakan pilihan yang tepat.
SELENGKAPNYA