Pekerja menggiling beras di salah satu usaha penggilingan di Desa Boya Baliase, Sigi, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu. | ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Ekonomi

Gabah Makin Mahal, Penggilingan Padi Berhenti Produksi

Ombudsman menyarankan pemerintah membuat HET gabah.

JAKARTA — Kenaikan harga gabah sangat berdampak bagi usaha penggilingan padi kecil di sentra-sentra perberasan. Imbas tingginya harga gabah, penggilingan memilih untuk menghentikan produksi sementara karena tak kuat menahan laju kenaikan harga. 

Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Yogyakarta Arif Yuniarto mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) yang diterima petani saat ini menyentuh Rp 7.500 per kg dari semula masih kisaran Rp 5.000 per kg. 

Sementara itu, penggilingan harus menahan laju harga beras di level konsumen hingga menyebabkan kerugian usaha. “Teman-teman yang beli gabah sekarang dan dijual sekarang, pasar enggak kuat. Rugi. Makanya banyak teman-teman penggilingan yang berhenti produksi,” kata Arif kepada Republika, Senin (18/9/2023). 

photo
Petani mengayak gabah di lahan persawahan di Cisaranten Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Menurut dia, jika harga gabah Rp 7.500 per kg maka harga jual beras di level konsumen idealnya berada di atas Rp 14 ribu per kg. Namun, kata Arif, banyak penggilingan yang memilih untuk menahan harga di bawah Rp 14 ribu per kg dan rela menanggung kerugian. 

Penyebab lonjakan harga gabah itu tak lain karena produksi yang memang menipis. Alhasil, terjadi perebutan gabah oleh perusahaan penggilingan di daerah. 

“Jadi, ini murni soal pasokan dan permintaan. Yang dibutuhkan jangka pendek, pemerintah harus bisa sediakan gabah murah. Kuncinya di gabah, bukan di beras,” ujarnya. 

Ia pun mengingatkan, kenaikan harga beras kemungkinan akan berlangsung hingga musim panen raya rendeng yang biasa tiba pada Februari-Maret. Sebab, berharap pada musim panen gadu di akhir tahun tak memungkinkan karena pasokan yang lebih rendah. Apalagi, para petani dihadapkan pada musim kemarau ekstrem yang berdampak langsung terhadap produksi gabah. 

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan, para penggilingan padi skala besar juga tengah kesulitan mendapatkan gabah. Menurut dia, yang terpenting bagi perusahaan bukan soal harga, melainkan ketersediaan pasokan. Penggilingan padi besar bahkan rela menjual rugi berasnya demi tak kehilangan pelanggan tetap.

“Dia rela rugi asal customer jangan hilang karena meraih customer perlu perjuangan luar biasa,” kata Yeka, Senin (18/9/2023). 

photo
Buruh tani memisahkan bulir padi yang baru dipanen dengan menggunakan mesin di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung, Selasa (12/9/2023). - (Edi Yusuf/Republika)

Ia pun mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gabah di tingkat penggilingan. Pasalnya, selama ini tidak ada pengaturan terhadap harga gabah yang berpengaruh besar terhadap pergerakan harga beras hingga ke tingkat konsumen. 

Yeka memastikan kenaikan harga beras yang signifikan saat ini murni disebabkan oleh tingginya harga gabah dari para petani yang diterima penggilingan. Hal itu didasari kebijakan HET yang sejak tahun lalu tak bisa diikuti oleh pasar. Sekalipun HET telah dinaikkan, faktanya harga beras tetap mengalami kenaikan yang lebih tinggi. 

“Persoalan saat ini bukan hanya soal beras saja, tapi gabah. Buktinya, sekian lama dilakukan stabilisasi pasokan dan harga beras, harga masih naik,” kata Yeka.

photo
Pedagang beras melayani pembeli di kiosnya di Pasar Atas Cimahi, Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (8/9/2023). - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Kenaikan signifikan harga beras mulai terasa sejak Agustus lalu. Badan Pangan Nasional mencatat rata-rata harga beras premium hingga Ahad (17/9/2023) sebesar Rp 15.180 per kg atau naik 11,54 persen daripada pekan pertama Agustus 2023. 

Adapun harga beras medium kini dihargai Rp 12.700 per kg, naik 5,93 persen sejak pekan pertama Agustus 2023. Sementara itu, acuan harga eceran tertinggi (HET) beras yang diatur untuk beras premium, sebesar Rp 13.900 per kg-Rp 14.800 per kg tergantung wilayah. Sedangkan, HET beras medium Rp 10.900-Rp 11.800 per kg. 

Sementara itu, pemerintah menetapkan HET di tingkat hilir, pengaturan di level hulu tidak dilakukan. Acuan harga gabah kering panen (GKP) yang ditetapkan saat ini sebesar Rp 5.000 per kg, lanjut Yeka, bukan HET, melainkan aturan bagi Bulog dalam melakukan penyerapan produksi petani. 

Kondisi riil menunjukkan, rata-rata harga gabah bahkan jauh di atas acuan. Harga gabah di wilayah bahkan tembus hingga Rp 7.500 per kg. 

“Di sini tidak ada instrumen. Kalau di beras ada HET, di gabah tidak ada. Itu bukan instrumen, itu sinyal saja bagi Bulog. Harga gabah tidak terkontrol karena tidak ada pengaturan gabah,” ujar dia. 

 

 

Ikuti Berita Republika Lainnya