ILUSTRASI Sebuah bangunan masjid dan madrasah kaum sufi di Bukhara, Uzbekistan. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Bahauddin menghabiskan sebagian besar usia di kota tersebut. | DOK GLOBAL GEOGRAPHY

Mujadid

Mengenal Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah

Syekh Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyaband mengalami berbagai kejadian luar biasa sebelum menjadi pendiri sebuah tarekat.

Tarekat adalah jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui pengamalan syariat serta bimbingan pemandu (mursyid). Istilah itu cenderung popoler dalam dunia sufisme.

Sejak berabad-abad silam, ada banyak tarekat yang tumbuh dan berkembang. Salah satunya yang tetap eksis hingga saat ini ialah Tarekat Naqsyabandiyah. Martin van Bruinessen dalam bukunya, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis (1992), menjelaskan sosok pendiri jalan salik tersebut.

Tokoh yang dimaksud adalah Syekh Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyaband (wafat 1389 M). Lahir dengan nama Muhammad bin Muhammad al-Naqshaband, ia pertama kali menghirup udara dunia di Desa Qasr Arifan, Asia tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Bila ditelusuri lebih jauh, nasabnya bersambung hingga pada Nabi Muhammad SAW, yakni melalui garis Husain bin Ali bin Abi Thalib. Karena itu, dirinya juga bergelar shah, sebuah sebutan lokal untuk sayyid.

Pada masa dewasanya, Shah Naqshaband dijuluki sebagai Bahauddin. Sebab, dirinya dipandang berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus dan penuh penghayatan. Ia juga disebut al-Bukhari karena menghabiskan nyaris seluruh masa hidupnya di Kota Bukhara, yang terletak tidak jauh dari kampung halamannya.

Pada masa kecil dan remajanya, ia dipengaruhi tuan guru (khoja) Baba Sammasi. Konon, ulama besar itu pernah melihat semburat cahaya yang terang benderang dari Qasr Arifan tepat ketika Muhammad bin Muhammad alias Shah Naqshaband (Muhammad al-Naqshaband) lahir. Hal itu dianggap sebagai petanda bahwa seorang sufi akan muncul dan menyinari dunia dari desa tersebut.

Sekira 18 tahun sesudah kejadian luar biasa itu, Baba Sammasi kembali lagi ke Qasr Arifan. Tujuannya menyambangi rumah tokoh setempat, yakni kakek Muhammad al-Naqshaband. Setelah mengutarakan maksud kedatangannya, ulama tersebut meminta agar cucu sang tuan rumah dibawa ke hadapannya. Al-Naqshaband muda lalu diangkatnya sebagai anak.

Sebelum meninggal dunia, Baba Sammasi berpesan kepada penerusnya, yakni Shah Amir Kulali, agar membimbing al-Naqshaband dengan penuh perhatian. Bahkan, sang khoja menekankan wasiatnya itu dengan berkata kepada Shah Amir, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu jika engkau lalai dari melaksanakan pesanku ini." Demikian dinukil dari tulisan Aunul Abied Shah, "Bahauddin Shah Naqshabandi: Mahaguru Pembaru Tasawuf" (2009).

photo
ILUSTRASI Jamaah pengamal Tarekat Naqsyabandiyah.  - (DOK ANTARA MARIL GAFUR)

Shah Muhammad al-Naqshaband hijrah ke Nasaf untuk mengikuti Shah Amir Kulali. Di bawah arahannya, pemuda tersebut semakin mendalami ilmu-ilmu tasawuf. Salah satu latihan spiritual (riyadhah) yang dilakukannya adalah menjaga hati. Tujuannya agar dirinya selalu menjaga kesopanan dan perasaan sehingga tidak lancang terhadap Allah, Rasulullah SAW, dan para guru.

Intinya, menghayati sikap rendah hati dalam kondisi apa pun. Dan, guru pertamanya dalam tasawuf adalah Baba Shamsi. Almarhum telah berpesan agar, sepeninggalan dirinya, Shah al-Naqshaband belajar kepada Shah Amir. Menaati wasiat tersebut adalah salah satu bukti tawaduk kepada sang khoja.

Dikisahkan, saat sedang dalam perjalanan menuju Nasaf, remaja yang saleh itu bertemu dengan seorang lelaki misterius. Berpakaian rapi dan penuh wibawa, pria tersebut turun dari kudanya untuk berbicara dengan Shah al-Naqshaband. Rupanya, orang asing itu meminta agar pemuda tersebut mau menjadi muridnya.

Dengan penuh kesopanan, al-Naqshaband menolak permintaan tersebut. Ia pun menjelaskan keadaannya yang mesti menunaikan amanah almarhum gurunya. Setelah mendengarkan alasannya, penunggang kuda itu pun pergi.

 
Sosok misterius itu sesungguhnya adalah Nabi Khidir.

Sesampainya di Nasaf, al-Naqshaband pun menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya kepada Shah Amir. Gurunya tersebut lalu mengungkapkan, sosok misterius itu sesungguhnya adalah Nabi Khidir. "Mengapa engkau menolak menjadi murid sang nabi?" tanya penerus Baba Sammasi itu.

"Karena aku telah diperintahkan oleh almarhum khoja untuk menimba ilmu kepadamu," jawabnya.

Berbagai kisah yang menakjubkan dikaitkan dengan al-Naqshaband. Sebagai contoh, ia diceritakan mendapatkan ilmu dari seorang alim yang sudah meninggal, Abdul Khaliq Gujdawani. Sebab, dirinya dituturkan pernah berinteraksi dengan roh khoja tersebut. Sejak saat itu, ia dikenal dengan julukan al-Uwaysi karena memperoleh pencerahan dari seorang guru yang tidak pernah ditemuinya--secara fisik--di dunia. Keadaannya persis seperti seorang tabiin, Uwais al-Qarni, yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, tetapi "hanya" berjumpa secara spiritual dengan dan mendapatkan pelajaran dari roh beliau.

Di bawah bimbingan Shah Amir, Shah al-Naqshaband tidak hanya mengkaji tasawuf, tetapi juga ilmu-ilmu keislaman lainnya. Misalnya, akidah, fikih, hadis, dan sejarah kehidupan Nabi SAW (sirah nabawiyah). Lantaran amanah gurunya pula, Amir Kulali selalu memberikan perhatian yang lebih kepada muridnya itu. Hingga akhirnya, sang santri dinilai telah mencapai kedalaman ilmu, selayaknya seorang sufi yang siap menuju pintu makrifat.

Sebelum merestui kepergian santrinya itu, Shah Amir berkata kepada al-Naqshaband sembari menunjuk pada dadanya sendiri, "Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin!"

 
Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin!

Dari Nasaf, Shah Bahauddin an-Naqsyaband pun berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Di setiap tempat, salik tersebut berguru kepada para mursyid terkemuka. Dalam periode tersebut, dirinya juga menunaikan ibadah haji hingga tiga kali. Barulah kemudian, ia menetap di Bukhara guna mengajarkan ilmu dan tarekatnya kepada kaum Muslimin.

Maryam, Perempuan Istimewa Dalam Alquran

Maryam menjadi sebuah nama surah dalam Alquran. Itu menunjukkan betapa Islam memuliakan ibunda Nabi Isa AS tersebut.

SELENGKAPNYA

Potensi BRICS Lawan G-7 di KTT G20

Lingkungan ekonomi dan politik yang lebih terfragmentasi.

SELENGKAPNYA

Mencintai Harta

Sejatinya kita harus menelisik kegembiraan kita kala mendapat harta.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya