
Nostalgia
Zaman Dulu, Tawuran Dianggap tak Jantan
Kenakalan remaja 1950-an tidaklah seperti sekarang.
Oleh ALWI SHAHAB
Kenakalan remaja saat ini bukan main dahsyatnya. Tawuran bukan lagi sekadar perkelahian antarremaja, melainkan seperti dinyatakan pihak kepolisian sudah bersifat kriminal.
Dalam aksi-aksi perampokan dan pembunuhan yang kini makin mengerikan banyak dilakukan remaja. Belum lagi perkosaan yang tidak kalah banyaknya sehingga tidak aman bagi para gadis keluar malam.
Meskipun sejak lama aparat akan menindak tegas, tapi jumlah kejahatan bukannya menurun. Dalam artikel ini saya ingin membandingkan kenakalan remaja masa kini dibanding saat-saat saya remaja 1950-an.
Kenakalan remaja 1950-an tidaklah seperti sekarang. Perkelahian sebagian besar bukan melibatkan antarsekolah dan juga perguruan tinggi seperti saat ini. Belum ada yang sampai menggunakan pedang, samurai, rantai sepeda, atau gir yang membuat korbannya luka parah atau meninggal dunia. Juga belum ada saling melempar batu, apalagi antarsekolah dan antarkampus.
Main keroyokan meski juga terjadi, terutama antargeng, dianggap tidak jantan.
Main keroyokan meski juga terjadi, terutama antargeng, dianggap tidak jantan. Lebih terhormat bila perkelahian melalui duel atau istilahnya satu lawan satu. Yaitu, berkelahi sampai ada yang kalah atau menyerah kemudian dipisahkan oleh orang yang menyaksikan.
Bagi para jagoan yang pada 1950- an masih memegang pimpinan di kampung- kampung, duel kerap terjadi. Pemenangnya semakin masyhur dia punya nama. Seperti jagoan Senen, Imam Syafi'ie atau Bang Pi’ie, dia dijuluki “Jagoan Senen” setelah menaklukkan jagoan pasar tersebut dalam suatu duel.
Kala itu, istilah atau sebutan untuk laki-laki remaja berandalan adalah crosboys. Belum dikenal istilah preman dari kata Belanda vrijman.
Pada 1950-an, remaja yang kecanduan narkoba tidaklah seperti sekarang. Istilah ‘narkoba’, yaitu singkatan dari narkotika dan obat-obatan belum dikenal. Istilah populer kala itu adalah gan ja, sabu-sabu, teler, sakau, dll.
Ganja istilah populer kala itu sudah masuk di kampung-kampung.
Ganja istilah populer kala itu sudah masuk di kampung-kampung. Memang sudah ada pecandu ganja, tapi yang saya kenal mereka baik-baik saja. Tidak berbuat hal-hal yang luar biasa.
Biasanya ganja dilinting, kemudian dimasukkan ke rokok setelah tembakaunya diambil sedikit. Kemudian, rokok yang telah bercampur ganja disimpan di lopa-lopa.
Jadi, kita mengira mereka sedang merokok. Kansas dan Escort adalah rokok merek terkenal kala itu. Tapi, yang jelas candu waktu itu merupakan barang yang menakutkan.
Padahal, Belanda sebelum kedatangan balatentara Jepang (1940) membangun pabrik candu di Gang Kenari, Jakarta Pusat, samping Fakultas Kedokteran Salemba. Ada yang istimewa dari keberadaan pabrik candu ini pada Ahad, saat pabrik tidak beroperasi. Burung-burung yang bertengger di tiang-tiang listrik dekat pabrik akan teler, tiduran, dan tidak bergairah.
Sedangkan, di Jalan Gajah Mada, tidak jauh dari toko buku Gramedia, terdapat Gang Madat dan Gang Madat Besar. Mengapa dinamakan demikian? Karena, disinilah tempat para pengisap candu berkumpul. Para pengisap candu ini umumnya orang Tionghoa dan hampir tidak ditemukan pribumi.
Karena, pribumi mematuhi para alim ulama yang memfatwakan mengisap candu merupakan perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Pada 1960-an, kedua jalan tersebut berganti nama menjadi Jalan Kesejahteraan dan Jalan Keselamatan.
Disadur dari harian Republika edisi 26 April 2012. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjang zaman. Beliau wafat pada 2020.
Orang Tua Khawatir Kampanye di Sekolah Picu Tawuran
Kampanye di sekolah perlu regulasi pengawasan yang ketat.
SELENGKAPNYATawuran Gaya Baru Dipicu Medsos
Penangkapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran makin marak.
SELENGKAPNYA