Warga melakukan transaksi digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di salah satu kios di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/7/2023). Bank Indonesia memberlakukan biaya layanan QRIS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (P | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Inovasi

Memahami Risiko Pemanfaatan Layanan Digital

Penipuan transaksi daring dan kebocoran data adalah ancaman yang sangat umum di tengah maraknya layanan digital.

Peningkatan penetrasi internet membuka banyak celah munculnya beragam kejahatan siber. Saat ini kasus fraud atau penipuan transaksi daring masih mendominasi di deretan laporan pengaduan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pasalnya, dari 2017 hingga 2022, layanan CekRekening.id dari Kemkominfo telah menerima lebih kurang 486 ribu laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terus mendorong masyarakat untuk lebih memahami berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang berbasis digital seperti financial technology melalui kegiatan literasi keuangan.

Hal itu dilakukan agar masyarakat semakin memahami risiko dan terhindar dari permasalahan produk atau layanan keuangan digital yang digunakan. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam kesempatannya di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ekuitas, Bandung mengingatkan mahasiswa untuk mewaspadai risiko dan modus penipuan yang baru.

photo
Seorang pelanggan memindai kode batang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dengan gawainya saat transaksi melalui aplikasi digital perbankan Bank Muamalat di sebuah kedai kopi di Jakarta, Jumat (28/1/2022). Bank Indonesia memperkirakan transaksi digital banking pada 2022 akan mencapai Rp49.733,8 triliun atau tumbuh 24,83 persen secara tahunan (yoy) bila dibandingkan tahun 2021 yang mencapai Rp39.841,4 triliun. - (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Hal tersebut seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan layangan keuangan digital. “Dengan memahami prinsip dasar keamanan siber dan menjaga informasi sensitif yang kita miliki maka kita dapat memitigasi potensi risiko yang terkait dengan keamanan siber dan penyalahgunaan data pribadi dalam layanan keuangan digital,” kata Ogi dalam pernyataan tertulisnya, Senin (31/7/2023). 

Dia menjelaskan, pemahaman yang baik tentang keuangan digital menjadi kunci dalam memastikan masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan digital dengan bijak. Semakin tinggi tingkat literasi digital, menurut Ogi, semakin besar kemampuan masyarakat dalam mengenali risiko yang mungkin timbul saat menggunakan layanan keuangan digital. 

“Dengan pemahaman yang baik, konsumen dapat mengambil keputusan dan langkah yang tepat untuk memitigasi risiko tersebut,” ujar Ogi. Ia menambahkan, literasi digital juga berperan dalam membuka akses ke peluang investasi yang lebih luas.

Khususnya, melalui platform investasi berbasis digital dengan disertai pemahaman risiko dan mekanisme investasi yang baik. “Selain itu, literasi digital mendorong masyarakat untuk mengambil keputusan investasi yang lebih cerdas dan sifatnya jangka panjang,” katanya. 

Ketua STIE Ekuitas Mokhamad Anwar mengharapkan, mahasiswa sebagai generasi Z dan milenial yang memiliki potensi besar menjadi pengguna terbesar layanan keuangan digital pada masa depan dapat memahami proses bisnis layanan keuangan digital. Selain itu, juga memahami risiko dan mitigasi risiko yang perlu disiapkan.

“Diharapkan para mahasiswa sekaligus menjadi pionir dan kepanjangan tangan (agen) dari OJK dalam memberikan literasi keuangan digital ke masyarakat luas di lingkungan sekitar,” ujar Anwar. 

Ancaman Kebocoran Data

photo
Seorang karyawan memeriksa kebocoran data di beberapa situs internet melalui situs web www.periksadata.com di Jakarta, Senin (5/9/2022). Kominfo berkolaborasi dengan operator selular dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk melakukan investigasi terkait dugaan kebocoran 1,3 miliar data kartu SIM telepon Indonesia melalui internet. - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pada era digital yang semakin maju, data telah menjadi aset berharga bagi setiap individu dan perusahaan di seluruh dunia. Sayangnya, ancaman kebocoran data semakin meningkat, bahkan Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat ada 94 kasus kebocoran data perusahaan selama rentan waktu 2019-2023.

Tak hanya itu, pada pertengahan Juli ini, lebih dari 337 juta data kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) juga diduga bocor dan tersebar di dark web. Kebocoran data semacam ini tentu bisa memicu kejahatan siber, serta merusak reputasi perusahaan, kepercayaan pelanggan, dan kinerja bisnis secara keseluruhan.

“Kita telah menyaksikan peningkatan signifikan dalam serangan siber yang bertujuan mencuri data sensitif dan berharga, termasuk data pelanggan. Keberadaan data tersebut dapat digunakan oleh para pelaku kejahatan siber untuk berbagai tujuan, seperti penipuan, pemerasan, bahkan dijual di pasar gelap,” kata pakar keamanan siber dan chief information security officer (CISO) dari Snc.id, Bruce Hanadi, di Jakarta.

Ada beberapa faktor penyebab kebocoran data, termasuk serangan siber, insiden internal, ketidakhati-hatian, serta kerentanan pada aplikasi dan perangkat lunak yang digunakan oleh perusahaan. Untuk melindungi data pelanggan, Bruce mengimbau, agar setiap perusahaan mengambil langkah-langkah proaktif.

Pertama, perusahaan harus meningkatkan keamanan jaringan mereka dengan menggunakan teknologi keamanan yang mutakhir dan melakukan pembaruan secara teratur. Selain itu, data pelanggan juga harus dienkripsi saat berada dalam penyimpanan maupun saat berpindah antarsistem.

Bruce juga menekankan pentingnya pelatihan karyawan terkait keamanan data. Sering kali kebocoran data terjadi karena kelalaian atau kesalahan manusia.

Kronologi kebocoran data pelanggan Telkomsel - (Pusat Data Republika)

  ​

“Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan pelatihan keamanan data secara rutin kepada karyawan agar mereka sadar tentang potensi ancaman dan tahu cara menghadapinya," kata dia seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (31/7/2023).

Ia menegaskan, penggunaan sistem otentikasi ganda, seperti penggunaan kata sandi dan kode OTP (one-time password), merupakan langkah penting untuk mengurangi risiko akses yang tidak sah. Selain itu, perusahaan juga harus menggunakan alat pemantauan yang canggih untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan atau tidak biasa pada sistem mereka.

Terakhir, Bruce menyarankan perusahaan yang tidak memiliki kapabilitas penanganan serangan siber untuk berkolaborasi dengan pihak ketiga. Menurut dia, di tengah ancaman kebocoran data yang terus berkembang, hal ini amat penting dilakukan.

“Menjaga keamanan data harus menjadi prioritas setiap perusahaan, salah satunya dengan bekerja sama dengan pihak ketiga seperti snc.id untuk mencegah dan mengatasi masalah serangan siber yang sangat marak belakangan ini,” kata dia.

 

 
Perusahaan yang tidak memiliki kapabilitas penanganan serangan siber, baiknya berkolaborasi dengan pihak ketiga.
 
BRUCE HANADI, Chief Information Security Officer (CISO) dari Snc.id. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat