
Konsultasi Syariah
Saat Muslimah Naik Ojek ke Tempat Kerja?
Perhatikan tuntunan dan adab saat wanita Muslimah naik ojek ke tempat kerja.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saat ini sudah menjadi pemandangan harian, para wanita Muslimah pergi ke tempat kerja dan pulangnya itu naik ojek, baik ojek online atau ojek pangkalan. Beberapa di antaranya terlihat miris bersentuhan tak terelakkan. Sebenarnya apa saja tuntunan dan adab saat wanita Muslimah naik ojek ke tempat kerja? -- Helda, Depok
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Tuntunan dan adab saat wanita muslimah berangkat ke tempat kerja atau pulang adalah sebagai berikut.
Pertama, memilih moda transportasi yang lebih memenuhi ketentuan aman dan tidak bersentuhan. Di antaranya; (1) Ojek dengan driver wanita. (2) Kendaraan sendiri, baik kendaraan roda empat, roda dua, sepeda; atau (3) Transportasi umum seperti bus atau kereta api (jika lebih aman dengan memilih waktu yang lebih lapang kondisinya); atau (4) Kendaraan roda empat di aplikasi ojek online atau mobil sewaan, atau (5) Pilihan lain yang dipandang memenuhi adab berkendaraan dan aman.
Kedua, jika harus memilih ojek online atau ojek pangkalan, maka memastikan terpenuhi tuntunan berikut.
(1) Dilakukan saat tidak ada moda transportasi yang aman syar’i, seperti tidak ada ojek pangkalan atau tidak ada fitur di platform ojek online untuk memilih driver wanita atau tidak ada transportasi umum yang memenuhi kriteria aman tersebut atau pilihan-pilihan sebagaimana yang akan disebutkan dalam poin pertama di atas.
(2) Ada pilihan tersebut, tetapi tidak bisa dilakukan (seperti tersedia moda transportasi lain, tetapi terpapar risiko keamanan dan risiko khalwat atau ikhtilat).
(3) Berpakaian yang menutup aurat dan berpakaian santun agar tidak membuka potensi mengundang fitnah (ketertarikan dan pelecehan seksual).
(4) Memitigasi agar tidak bersentuhan dengan driver, seperti menggunakan pembatas (seperti tas) diletakkan di tengah agar ada jarak antara penumpang dengan driver, termasuk memilah jenis motornya (misalnya memilih jok motor yang lurus).
(5) Berkomunikasi dengan driver karena kebutuhan.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada penjelasan dan tuntunan berikut: (a) Sudah menjadi fenomena yang tidak terelakkan, banyak wanita Muslimah yang berangkat dan pulang kerja atau beraktivitas dengan naik ojek, baik ojek online ataupun pangkalan.
Akan tetapi pada umumnya kondisi dan jenis kendaraan ojek pangkalan dan online itu sangat memungkinkan perempuan bersentuhan dengan driver-nya dan menjadi tak terelakkan. Terlebih suasana berkendaraan itu memungkinkan terpapar risiko pelecehan seksual karena ketertarikan dan suasana berduaan tersebut bagi sebagian.
(b) Jika menelaah pendapat ahli fikih dalam kitab-kitab turats seputar khalwat dan ikhtilat, dan beberapa literatur kontemporer seputar wanita Muslimah berkendaraan dengan laki-laki bukan mahram, maka disimpulkan; ada perbedaan pendapat terkait dengan boleh dan tidaknya seorang wanita Muslimah naik ojek dengan driver laki-laki bukan mahram.
(c) Sesungguhnya sumber perbedaan pendapat terletak pada apakah Muslimah naik ojek itu termasuk kategori khalwat dan ikhtilat atau bukan? Dan apakah itu termasuk kategori terpapar atau berisiko atau tidak? Juga bersumber dari perbedaan pendapat dalam memaknai khalwat.
(d) Walaupun khalwat itu dilarang, sebagaimana dijelaskan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah; “Apabila seorang wanita membonceng laki-laki atau laki-laki membonceng seorang wanita, maka ini terlarang untuk menutup celah kepada fitnah (sadd al-dzara’i) dan mencegah syahwat yang diharamkan.” (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah: 3/91).
Tetapi khalwat terlarang tersebut adalah khalwat yang berpotensi mengakibatkan fitnah dan maksiat, seperti berduaan di tempat yang sepi.
Oleh karena itu, saat berduaan terjadi di tempat yang ramai seperti dalam lalu lintas perjalanan, maka itu tidak dikategorikan khalwat.
Salah satu penjelasan yang menunjukkan hal ini adalah: “Standardisasi khalwat adalah pertemuan yang tidak diamankan adanya kecurigaan secara adat. Berbeda halnya apabila sudah dipastikan tidak adanya kecurigaan secara kebiasaan, maka tidak disebut khalwat.” (Hasyiyah Jamal, 4/124).
Dan sebagaimana penjelasan dalam kitab Al-Majmu’, “Percampuran antara wanita dan pria asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan.” (Al-Majmu’, 4/350).
(e) Sebagaimana kaidah, “Saat diperbolehkan karena kondisi darurat, maka semuanya terbatas (ada kadarnya).” Dan juga kaidah, “Segala sesuatu, jika sempit maka menjadi luas, dan jika (kembali) luas maka menjadi sempit." (Syarah Majalah Al-Ahkam: 18, Al-Asybah wa an-Nazhair: 83, Ibnu Nujaim: 84).
Menjadi tanggung jawab pihak-pihak terkait, seperti otoritas atau pemerintah, mesti menyediakan moda transportasi umum dan pilihan agar para wanita bisa nyaman berangkat dan pulang ke tempat kerja dengan moda transportasi yang aman dari risiko gangguan dan fitnah.
Selanjutnya menjadi tanggung jawab pihak-pihak terkait, seperti otoritas atau pemerintah, mesti menyediakan moda transportasi umum dan pilihan agar para wanita bisa nyaman berangkat dan pulang ke tempat kerja dengan moda transportasi yang aman dari risiko gangguan dan fitnah.
Bagi perusahaan penyelenggara transportasi ojek online menyiapkan fitur yang memungkinkan para wanita untuk memilih driver perempuan, dan menyediakan pembatas antara penumpang perempuan dengan driver, seperti yang diberlakukan oleh perusahaan pada saat pandemi (untuk menghindari penularan Covid-19).
Bagi para orang tua atau suami menyediakan sarana, misalnya, para istri bisa berkendara motor atau mobil atau memberikan pilihan lain seperti transportasi umum atau mengantar istri atau anak ke tempat kerja. Termasuk mengedukasi mereka akan adab-adab bepergian seperti cara berpakaian dan berkomunikasi.
Wallahu a’lam.
Muslimah Azan untuk Memanggil Shalat, Bolehkah?
Mayoritas ulama bersepakat bahwa seorang perempuan tidak boleh azan ataupun iqamat untuk jamaah laki-laki
SELENGKAPNYASejarah Penanggalan Islam
Khalifah Umar bin Khattab disebut sebagai yang pertama menerapkan kalender Hijriyah.
SELENGKAPNYAJabatan Hakim Bagi Muslimah
Ulama yang memberi peluang bagi perempuan untuk berprofesi sebagai hakim adalah Imam Ibnu Jarir at-Thabari
SELENGKAPNYA