Darah haid merupakan darah yang najis apabila menyentuh permukaan yang suci. | Pixabay

Fikih Muslimah

Benarkah Haid Dapat Menjauhkan Muslimah dari Allah?

Haid merupakan karunia biologis atas kehendak Tuhan dan bukan bentuk kelalaian perempuan.

Sebagai makhluk yang diberikan karunia dapat melahirkan, wanita mempunyai ciri biologis yang tidak dimiliki laki-laki, yakni rahim dan menstruasi. Siklus haid yang dialami wanita adalah proses alamiah. Namun, pada realitas sejarah bahkan mungkin hingga sekarang, karunia biologis bagi perempuan ini sering dipandang secara keliru. “Wanita haid sering dilekatkan dengan mitos-mitos yang menyudutkannya,” kata Prof KH Nasaruddin Umar MA dalam buku Fikih Wanita untuk Semua.

Sebelum zaman Nabi, misalnya, perempuan haid dianggap sebagai sumber kutukan dari Tuhan akibat dosa yang telah dilakukan Hawa. Karena itu, ketika seorang perempuan sedang haid masyarakat mengasingkannya dan tidak diperbolehkan melakukan kontak sosial dengan orang lain.

 
Wanita haid sering dilekatkan dengan mitos-mitos yang menyudutkannya.
PROF KH NASARUDDIN UMAR Imam Besar Masjid Istiqlal
 

Melihat hal ini, Rasulullah SAW melakukan terobosan dengan menegaskan di berbagai kesempatan mengenai kebolehan melakukan kontak sosial dengan perempuan haid. “Segala sesuatu dibolehkan untuknya, kecuali bersetubuh,” kata Rasulullah.

Rasulullah juga mengamalkan kebolehan itu dalam bentuk praktik. Aisyah, istri Rasulullah, dalam sebuah riwayat mengatakan, dia pernah minum dari satu bejana yang sama dengan Rasulullah dalam keadaan haid. Pernah juga Aisyah menceritakan, Rasulullah melakukan segala sesuatu selain bersetubuh, sementara dirinya dalam keadaan haid.

photo
Muslimah yang sedang haid wajib menghindari larangan-larangan yang disebutkan dalam syariat. - (Pixabay)

Mengenai pembersihan diri (taharah) dari haid, dalam Islam tidak pula dikenal adanya upacara ritual khusus seperti dalam agama Yahudi dan kepercayaan-kepercayaan sebelumnya. Jumhur ulama, Nasaruddin melanjutkan, berpendapat bahwa sesudah hari ketujuh wanita sudah dianggap bersih dari haid setelah mandi.

“Kecuali Abu Hanifah yang berpendapat tidak harus mandi, tapi cukup membersihkan tempat keluarnya darah haid dan juga tidak perlu menunggu tujuh hari. Artinya, sekalipun kurang dari tujuh hari kalau sudah merasa bersih sudah dapat melakukan ibadah secara rutin,” kata imam besar Masjid Istiqlal tersebut seraya menambahkan, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Al-Awza’i dan Ibnu Hazm.

photo
Darah haid umumnya dapat dikenali dari bentuk, volume, warna, hingga bau yang kha - (Pixabay)

Ada pandangan bahwa perempuan lantaran haid menjadi kurang agamanya. Sebab, saat haid ia terhalang melakukan ibadah-ibadah seperti shalat, puasa di bulan Ramadhan, dan tawaf. Saat mengalami haid, perempuan pun berkurang pahalanya dan jauh dari Tuhan.

“Argumen itu jika kita renungkan sangatlah sempit karena hanya memandang bahwa nilai ibadah diukur dari nilai kuantitas saja.” Jika merujuk pada ayat-ayat Alquran, menurut dia, nilai ketakwaan, ibadah, dan kualitas iman seseorang untuk menjadi hamba yang ideal tidak menyebutkan haid sebagai halangannya.

 
Argumen itu jika kita renungkan sangatlah sempit karena hanya memandang bahwa nilai ibadah diukur dari nilai kuantitas saja.
PROF KH NASARUDDIN UMAR Imam Besar Masjid Istiqlal
 

Nasaruddin menegaskan, siklus haid merupakan karunia biologis atas kehendak Tuhan dan bukan bentuk kelalaian perempuan yang mengakibatkan perempuan tidak dapat melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, shalat, dan tawaf. Lagi pula, dalam hal puasa Ramadhan itu pun bisa tergantikan pada bulan lain. Selain itu, perempuan tidak mengalami haid di semua tingkatan usia.

Pada masa sekarang, menurut Nasaruddin, sudah sepatutnya haid tidak lagi menjadi halangan bagi perempuan untuk beraktivitas dan tetap produktif. Yang menjadi persoalan justru bagaimana hak yang melekat pada perempuan itu dihargai, seperti peraturan yang memberikan hak dan dapat melindungi perempuan ketika haid yang dialami mengganggu kesehatannya, misalnya, dengan pemberian cuti haid. “Hal ini menjadi lebih signifikan karena pada masa sekarang perempuan menjadi bagian penting pada ranah publik yang banyak melibatkan perempuan sebagai pekerja.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat