Mujadid
Riwayat 2 Kalimat Penutup Ceramah
Ulama ini populerkan 'billahit taufiq wal hidayah' dan 'wallahul muwaffiq ilaa aqwamit thariq.'
Dari sekian banyak ulama yang berasal dari kalangan Nahdliyin, barang kali tokoh ini memiliki legasi yang masyhur. Dialah yang memelopori ucapan “billahit taufiq wal hidayah” dan “wallahul muwaffiq ilaa aqwamit thariq” di akhir pidato atau ceramah. Nama alim ini ialah KH Ahmad Abdul Hamid.
Kiai Ahmad lahir pada 1915 di Kendal. Ayahnya bernama KH Abdul Hamid yang juga merupakan salah seorang dai terkemuka di daerah tersebut.
Tidak banyak sumber yang menuturkan tentang riwayat masa kecilnya. Kebanyakan menyinggung masa kelahirannya yang tepat berada dalam konteks zaman pertumbuhan pergerakan nasional.
Dalam usia remaja, Ahmad muda sudah memiliki pengetahuan agama yang mumpuni. Ia tidak hanya aktif di lingkungan pesantren tempatnya menimba ilmu, tetapi juga dunia organisasi. Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) membuatnya semakin giat melibatkan diri dalam berbagai pergerakan.
Ia pun bersahabat baik antara lain dengan Abdul Wahid Hasyim (1914-1953), seorang putra pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari (1871-1947). Keduanya berumur sebaya dan sama-sama penerus alim ulama terkemuka.
Ahmad bin KH Abdul Hamid juga mulai aktif menulis sejak belia. Malahan, ia turut membesarkan aktivitas penerbitan dalam organisasi NU, terutama Berita Nahdlatoel Oelama (NO), sejak 1930-an. Hingga akhir hayatnya, Kiai Ahmad terus berkhidmat pada dunia tulis-menulis, baik yang dihasilkannya sendiri maupun bersama dengan NU.
Dalam sebuah kesempatan, KH Sahal Mahfudz menuturkan, ulama asal Kendal itu juga telaten dalam merawat dokumentasi organisasi ini, khususnya yang berkaitan dengan media cetak. Tak sedikit terbitan pers NU, termasuk buletin Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama yang disimpannya dengan baik.
Kiprah di NU
Kiprah KH Ahmad Abdul Hamid di NU tidak mewujud instan, melainkan dengan proses yang menunjukkan konsistensi dan kesungguhan. Dimulai dari tingkat cabang sampai pengurus besar. Di Kabupaten Kendal, ia memimpin pengurus cabang Nahdlatul Ulama (PBNU) setempat. Selanjutnya di level Jawa Tengah, dirinya sempat menjadi wakil rais syuriah dan kemudian rais syuriah, dengan katib yakni KH Sahal Mahfudz.
Hingga akhirnya, Kiai Ahmad hijrah ke DKI Jakarta dan menjadi mustasyar PBNU. Ulama yang juga mengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah Kendal itu juga pernah menjadi unsur pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah.
Kontribusi Kiai Ahmad juga terasa saat PBNU mulai memindahkan kantor pusatnya dari Surabaya, Jawa Timur, ke DKI Jakarta. Waktu itu, Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 belum lama usai. Partai NU mendapatkan suara yang cukup signifikan.
Para tokoh Nahdliyin lantas berinisiatif untuk menggeser basis organisasi ini ke Ibu Kota. Akhirnya, sebuah bangunan di Jalan Menteng Raya Nomor 22 terpilih sebagai kantornya. Kepindahan kantor NU ke Jakarta itu berlangsung lancar antara lain berkat jasa seorang saudagar NU di Betawi, yakni H Djamaluddin Malik.
Lama kelamaan, kapasitas gedung di Jalan Menteng itu dirasakan tak lagi memadai. Sekretaris jenderal PBNU waktu itu, KH Saifuddin Zuhri lantas meminta bantuan KH Muhammad Dahlan untuk mencarikan kantor baru yang cukup representatif sebagai markas organisasi ini. Kiai Dahlan lantas berbincang dengan H Djamaluddin dan intelektual NU Syubchan ZE. Tercetuslah ide untuk memilih tempat di sekitar Jalan Raden Saleh.
Akhirnya, Kiai Dahlan menemukan gedung yang menurutnya ideal, yakni beralamat di Jalan Kramat Raya Nomor 164. Maka kantor PBNU pun berdiri di sana, bahkan hingga hari ini. Dan, di sinilah peran Kiai Ahmad Abdul Hamid yang mengonsep corak bangunan markas Jam’iyah NU itu.
Ia mengusulkan agar gedung setinggi sembilan lantai itu dibangun menyerupai lambang NU, lintang songo. Sayangnya, sang kiai lebih dahulu wafat sebelum pembangunan proyek tersebut tuntas.
Makna di balik perkataan
KH Ahmad Abdul Hamid merupakan yang pertama kali memperkenalkan pemakaian dua ujaran ini, yang sekarang masyhur menutup ceramah-ceramah: “billahit taufiq wal hidayah” dan “wallahul muwaffiq ilaa aqwamit thariq.”
Pada 1960-an, ia mula-mula menciptakan “billahit taufiq wal hidayah.” Awalnya, para kiai Nahdlatul Ulama (NU) marak menggunakan kalimat itu. Lama kelamaan, ungkapan itu kian populer di tengah masyarakat. Bahkan, tak sedikit pejabat negara yang menutup pidatonya dengan perkataan tersebut.
Akhirnya, Kiai Ahmad menggagas ungkapan lainnya, yakni “wallahul muwaffiq ilaa aqwamit thariq.” Kata-kata itu dirasakan cukup sulit untuk ditirukan kalangan non-Nahdliyin. Baginya, penggunaan kalimat penutup itu dirasakan perlu untuk menjadi ciri khas kiai dan warga NU.
Secara kebahasaan, kalimat tersebut berarti ‘Dan Allah adalah Zat yang memberikan petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Hingga saat ini, ide sang alim kelahiran Kendal, Jawa Tengah, itu terus menjadi kalimat penutup salam ala Nahdliyin.
Kreativitas Kiai Ahmad tidak hanya di sana. Di sepanjang hayatnya, ia telah menghasilkan banyak buku, baik dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun Sunda.
Di antara karya-karyanya adalah I’anatul Muhtaj fi Qisshati al-Isra’ wal Mi’raj; Risalatun Nisa’- Risalah al-Huquq al-Zaujain; Tashilut Thariq; dan Fasholatan Jawa. Selanjutnya, ada pula Fasholatan Sunda, Sabilul Munji Fi Tarjamati Maulid al-Barzanji, Risalatus Shiyam, serta Terjemah Yasin, Waqi’ah dan al-Mulk.
KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 16 Syawal 1418 H, bertepatan dengan 14 Februari 1998. Kepergiannya meninggalkan duka bagi Muslimin, khususnya Jam’iyah NU. Lautan manusia mengiringi pemakaman sang pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah Kendal itu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Penantian Belasan Tahun untuk Jadi PPPK
Satria telah bekerja sebagai staf tata usaha di SMAN 1 Purworejo sejak 2009.
SELENGKAPNYAAS Tetap Ingin ISF Lucuti Hamas
Negara-negara Muslim menolak bergabung dengan ISF bila untuk lucuti Hamas.
SELENGKAPNYAPerlunya Kendali Harga Menjelang Nataru
Setiap hari besar selalu muncul spekulasi pedagang yang sengaja menaikkan harga untuk meraup keuntungan lebih.
SELENGKAPNYA
