ILUSTRASI Di antara negara-negara yang termasuk kawasan Tanduk Afrika, Etiopia cukup istimewa karena menjadi satu-satunya yang tak pernah dijajah kolonialisme Eropa. | DOK WIKIPEDIA

Dunia Islam

Etiopia, Negeri Penerima Hijrah Pertama

Di antara keistimewaan Etiopia ialah, tidak pernah merasakan penjajahan oleh bangsa Eropa.

Pada kelima setelah kenabian Muhammad SAW, terjadi sebuah peristiwa penting. Ketika itu, orang-orang yang baru memeluk Islam mendapatkan teror dan siksaan dari kaum kafir Quraisy Makkah. Rasulullah SAW lalu memerintahkan sebagian mereka untuk menyelamatkan diri ke Habasyah.

"Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorangpun yang dizalimi di sisinya. Pergilah ke negerinya hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas apa-apa yang menimpa kalian," ujar Nabi SAW, seperti dikutip dari Fathul Bari.

Itulah hijrah pertama para sahabat Nabi SAW ke kerajaan di region Tanduk Afrika tersebut. Di tengah kegelapan malam yang mencekam, sebanyak 11 pria dan lima wanita Muslim mengendap-endap meninggalkan Makkah. Mereka keluar dari kota tersebut dengan berjalan kaki menuju pantai. Sebuah perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan mereka menuju ke Habasyah. Itu semua dilakukan untuk menghindari kebiadaban kafir Quraisy.

"Para sahabat menyewa perahu itu seharga setengah dinar," demikian tertulis dalam Fathul Bari.

Habasyah merupakan wilayah yang penting bagi perkembangan syiar Islam pada tahap-tahap awal. Sebab, negeri yang ketika itu dipimpin an-Najasyi tersebut telah menjadi penyelamat akidah para sahabat di era Makkah.

Menurut Dr Sayuqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, wilayah Habasyah saat ini dikenal dengan nama Etiopia. "Masyarakatnya dikenal sebagai al-Habasy yakni bangsa berkulit gelap," tulis akademisi tersebut.

photo
ILUSTRASI Para ahli agama di Kerajaan Habasyah atau Etiopia. Raja mereka pada masa silam, Najasyi, melindungi kaum Muslimin yang hijrah ke negerinya. - (DOK WIKIPEDIA)

Tak kenal dijajah

Dalam konteks sejarah modern, keistimewaan Etiopia bukan hanya statusnya sebagai negeri pertama tempat hijrah umat Islam. Negara yang beribu kota di Addis Ababa itu pun menarik karena tidak pernah dijajah bangsa-bangsa Eropa.

Terutama sejak usainya Perang Dunia II, Tanduk Afrika terbagi ke dalam sejumlah wilayah, yakni Djibouti, Eritrea, Etiopia, dan Somalia. Dari keempatnya, Etiopia menjadi satu-satunya negara di Benua Afrika yang tidak pernah ditindas kolonialisme Barat.

Untuk diketahui, sejak akhir abad ke-19 penjajahan Eropa semakin menggurita. Bahkan, periode antara tahun 1881 dan 1914 dinamakan sebagai “Perebutan Afrika” (Scramble for Africa).

Sebab, berbagai imperium Eropa satu sama lain saling berebut wilayah kekuasaan di Afrika. Masa kelam itu bermula dari Konferensi Berlin pada 1884.

Di Berlin, Kekaisaran Jerman, para perwakilan dari 14 negara bertemu atas undangan Otto van Bismarck. Tujuannya membagi-bagi daerah kolonial di Benua Afrika. Dalam pandangan mereka, benua terluas kedua di dunia itu bagaikan kue yang siap dipotong-potong sesuka hati.

photo
Peta Etiopia - (DOK REP)

Sebelumnya, bangsa-bangsa Eropa “hanya” menguasai sekitar 20 persen dari keseluruhan Afrika. Cakupan kekuasaannya pun terbatas di kawasan pesisir, terutama yang menghadap Samudra Hindia. Namun, sejak Konferensi Berlin ditandatangani belasan negara Eropa mencaplok nyaris 90 persen Benua Hitam.

Hanya Etiopia yang tegar bertahan. Kerajaan yang mengisi lebih dari separuh Tanduk Afrika itu memang diserang terus menerus oleh Italia, terutama dalam periode 1936-1941. Meskipun sempat menduduki beberapa daerah negeri itu, Italia tidak bisa mendirikan suatu pemerintahan kolonial yang permanen di sana. Sebab, pasukan dan rakyat Etiopia yang setia tak henti-hentinya bergerilya demi mengusir kekuatan asing.

Titik tolak ketangguhan Etiopia terjadi pada 1895. Waktu itu, Perang Italia-Etiopia Pertama hampir berakhir. Italia yang mulanya percaya diri menjadi gamang. Pasukan Etiopia yang mengenal amat baik medan pertempuran justru semakin di atas angin. Pada 1 Maret 1896, Pertempuran Adwa berlangsung.

 
Negara Afrika itu keluar sebagai pemenang Perang Adwa. Beberapa bulan kemudian, Italia secara resmi hengkang dari wilayah Etiopia.

Terusirnya Italia setelah Perjanjian Addis Ababa ditandatangani pada 23 Oktober 1896. Dalam historiografi Barat, tanggal itu disebut sebagai “hari pengakuan kemerdekaan Etiopia.”

Seakan penasaran, Italia kembali mencoba peruntungan dengan menginvasi lagi Etiopia untuk kedua kalinya. Waktu itu, seorang fasis Benito Mussolini tampil sebagai pemimpin Negeri Pizza. Pada 1935, ia menerjunkan pasukan untuk menduduki negara itu. Untuk sementara waktu, pada Mei 1936 operasi militer ini berhasil. Etiopia dimasukkan dalam wilayah koloni Italia di Tanduk Afrika, yakni Africa Orientale Italiana (AOI).

Raja Etiopia Haile Selassie kemudian memperkarakan invasi tersebut ke sidang umum Liga Bangsa-bangsa pada Juni 1936. Ia lantas meraih dukungan Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet meskipun beberapa negara sentral, seperti Inggris dan Prancis tetap mengakui AOI. Barulah pada saat Perang Dunia II, tepatnya 5 Mei 1941, wilayah Etiopia akhirnya dipulihkan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pemberontakan Kaum Budak Era Abbasiyah

Para budak kulit gelap atau zanj memberontak dengan dipimpin seorang dari luar kelompok mereka.

SELENGKAPNYA

Deretan ‘Kisah Nyata’ Paling tidak Akurat di Hollywood

Kata 'berdasarkan kisah nyata', terkadang hanyalah slogan.

SELENGKAPNYA

KEK Mandalika Terus Bersolek

Menteri BUMN Erick Thohir meresmikan tiga proyek baru di The Mandalika

SELENGKAPNYA