
Dialektika
Ekonomi Kurban 2023
Dibutuhkan rekayasa sosial agar kurban tidak hanya menjadi pranata keagamaan semata.
YUSUF WIBISONO, Direktur IDEAS; ASKAR MUHAMMAD, Peneliti IDEAS; SHOFIE AZZAHRAH, Peneliti IDEAS
Kurban tidak hanya ritual ibadah, tapi telah menjadi tradisi sosial-ekonomi besar tahunan. Sebagai negara Muslim terbesar dan sekaligus salah satu perekonomian terbesar di dunia, potensi kurban di Indonesia adalah signifikan.
Oleh karenanya, jika terkelola dengan baik, semestinya mampu menjadi kekuatan ekonomi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mustahik, tapi juga memberdayakan peternak rakyat yang tingkat kesejahteraannya juga rendah.
Dibutuhkan rekayasa sosial agar kurban tidak hanya menjadi pranata keagamaan semata, tapi juga pranata ekonomi yang menyejahterakan. Di tengah rendahnya konsumsi daging nasional dan tingginya ketergantungan negeri ini pada impor daging, upaya mengarusutamakan kurban sebagai pranata sosial-ekonomi ini semakin menemukan relevansi dan urgensinya.
Di tengah rendahnya konsumsi daging nasional dan tingginya ketergantungan negeri ini pada impor daging, upaya mengarusutamakan kurban sebagai pranata sosial-ekonomi ini semakin menemukan relevansi dan urgensinya.
Potensi kurban
IDEAS memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun 2023 ini sebesar Rp 24,5 triliun yang berasal dari 2,08 juta pekurban (shahibul qurban). Berbeda dengan tahun 2022 yang meningkat dari 2021, proyeksi tahun ini menurun tipis dari tahun lalu yang kami estimasikan mencapai Rp 24,3 triliun dari 2,17 juta pekurban.
Meski pandemi kini telah berakhir dan mobilitas masyarakat telah sepenuhnya normal, tapi resesi global telah melemahkan kembali pemulihan ekonomi pasca pandemi. Melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan dan energi, yang antara lain terlihat dari rendahnya inflasi saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini yang baru saja berlalu, menyebabkan kami mengambil estimasi kurban yang konservatif.
Dari 2,08 juta keluarga Muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban ini, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,23 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 505 ribu ekor.
Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41 persen serta berat sapi-kerbau 250-750 kg dengan berat karkas 57 persen, maka potensi ekonomi kurban 2023 dari sekitar 1,74 juta hewan ternak ini setara dengan 103,0 ribu ton daging.
Potensi kurban terbesar datang dari Pulau Jawa, terutama wilayah aglomerasi di mana mayoritas kelas menengah Muslim dengan daya beli tinggi berada. Potensi kurban Jawa terbesar datang dari Jabodetabek. Potensi kurban Jawa terbesar lainnya datang dari Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Malang Raya, dan Semarang Raya.
Urgensi intervensi
Indonesia sejak lama mengalami kesenjangan konsumsi makanan yang lebar, yang berakar dari kesenjangan pendapatan. Kesenjangan dalam konsumsi makanan terlihat jelas pada jenis makanan penting yang harganya mahal sehingga tidak mampu dijangkau masyarakat kelas bawah, seperti daging.
Pada 2022, rata-rata penduduk di persentil tertinggi (1 persen kelas terkaya) mengonsumsi 5,31 kg daging kambing dan sapi per kapita per tahun, atau 294 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah (1 persen kelas termiskin) yang hanya mengonsumsi 0,02 kg daging per kapita per tahun.
Dengan dampak resesi global yang kini semakin terasa dan lebih keras menghantam kelompok miskin, kesenjangan konsumsi daging cenderung akan semakin memburuk. Maka kehadiran kurban di tengah resesi global menjadi sangat berarti bagi si miskin.
Kurban berpotensi besar memperbaiki akses kelompok miskin pada pangan penting yang harganya mahal ini. Akses yang lebih merata akan menurunkan tingkat ketimpangan konsumsi daging.
Dengan potensi besar kurban di satu sisi dan rendahnya konsumsi daging masyarakat, terdapat peluang besar untuk menurunkan ketimpangan konsumsi daging yang sangat tinggi antara kelas bawah dan kelas atas. Hal ini dapat terjadi ketika kita memfokuskan pendistribusian daging kurban pada kelompok masyarakat dengan konsumsi daging terendah.
Pada 2022, kami mengidentifikasi setidaknya terdapat 74,2 juta orang mustahik yang merupakan kelompok dengan konsumsi daging terendah, karenanya paling berhak menerima daging kurban. Mustahik prioritas yang paling tepat menerima daging kurban ini, yaitu 5,2 juta mustahik miskin ekstrem (di bawah 0,8 garis kemiskinan/GK), 11,4 juta mustahik miskin (0,8 – 1,0 GK), 16,5 juta mustahik hampir miskin (1,0 - 1,2 GK), dan 41,1 juta mustahik rentan miskin (1,2 - 1,6 GK).
Secara umum, kelas menengah memiliki konsumsi daging yang juga rendah, sebagaimana kelas bawah, dan karenanya berhak atas alokasi daging kurban. Namun kelas menengah diduga kuat telah memiliki konsumsi yang tinggi untuk daging olahan, seperti bakso, nugget, sosis, serta daging unggas, terutama ayam, dan ikan.
Jika kita dapat melakukan penargetan secara sempurna kepada 74,2 juta mustahik prioritas, di mana mustahik dengan kelas ekonomi lebih rendah mendapatkan alokasi daging kurban yang lebih banyak, maka kesenjangan konsumsi daging berpotensi kuat dapat diturunkan secara signifikan.
Simulasi kami menunjukkan, jika dapat dilakukan rekayasa sosial dalam pendistribusian daging kurban, yang mengizinkan penargetan secara sempurna kepada 74,2 juta mustahik prioritas, maka kesenjangan konsumsi daging yang diukur dalam gini rasio berpotensi turun signifikan, dari 0,61 menjadi 0,38.
Urgensi rekayasa sosial
Konsumsi pangan bergizi tinggi berperan penting dalam sistem pertumbuhan dan pertahanan tubuh manusia. Daging adalah sumber protein terbaik, sedangkan telur dan susu adalah sumber nutrisi penting yang lengkap.
Maka rendahnya konsumsi daging akan berimplikasi pada buruknya kualitas asupan gizi, terutama bagi anak yang dapat menurunkan tingkat kecerdasan mereka secara permanen. Tingkat kesehatan yang rendah di masa kecil akan membawa pada status sosial ekonomi yang rendah di masa dewasa, karena jalur kesehatan seseorang banyak terbentuk di masa kecilnya.
Dengan potensi daging yang signifikan, mencapai 103,0 ribu ton, maka kurban berpotensi memperbaiki tingkat gizi dan kesehatan masyarakat, terutama kelompok termiskin. Namun potensi kurban terdistribusi amat tidak merata, dengan kesenjangan potensi yang lebar antara daerah metropolitan utama Jawa dengan wilayah lainnya.
Di sisi lain, potensi mustahik (penerima) kurban juga terdistribusi tidak merata. Potensi mustahik kurban terbesar secara umum datang dari daerah perdesaan Jawa dan luar Jawa.
Kesenjangan konsumsi daging di Indonesia adalah tinggi, tidak hanya terjadi antarkelas ekonomi, tapi juga antardaerah. Sebagai misal, kesenjangan antardaerah di luar Jawa pada 2022, rerata konsumsi daging di Kota Padang Panjang tercatat 2,147 kg per kapita per tahun, atau 262 kali lebih tinggi dari rerata konsumsi Kabupaten Nias Barat yang tercatat hanya 0,008 kg per kapita per tahun.
Kesenjangan konsumsi daging antardaerah yang tajam bahkan juga terjadi di Jawa. Sebagai misal, pada 2022, rerata konsumsi daging di Jakarta Timur tercatat 2,779 kg per kapita per tahun, atau 112 kali lebih tinggi dari rerata konsumsi Kabupaten Ngawi yang tercatat hanya 0,025 kg per kapita per tahun.
Bila kita memperhitungkan kesenjangan antara Jawa dan Luar Jawa, angkanya jauh lebih tinggi. Sebagai misal, rerata konsumsi daging di Jakarta Timur 339 kali lebih tinggi dari rerata konsumsi Kabupaten Nias Barat.
Tanpa rekayasa sosial, distribusi daging kurban berpotensi hanya beredar di wilayah yang secara rata-rata konsumsi dagingnya justru sudah tinggi. Daerah-daerah surplus daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang tertinggi, seperti Jakarta, Bandung, Bekasi, Semarang, dan Surabaya.
Sebaliknya, daerah-daerah defisit daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang terendah, seperti Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Pandeglang.
Kesenjangan antara potensi dan kebutuhan daging kurban ini menimbulkan potensi distribusi kurban yang tidak merata. Dengan membandingkan antara potensi dan kebutuhan daging kurban, terdapat tiga tipologi daerah.
Pertama, daerah surplus. Kota Bandung, misalnya, berpotensi menghasilkan 3.257 ton daging kurban, tapi kebutuhan mustahiknya hanya 884 ton, sehingga terdapat potensi surplus 2.374 ton daging.
Kedua, daerah defisit. Kabupaten Brebes, misalnya, hanya berpotensi menghasilkan 335 ton daging kurban, tapi kebutuhan mustahiknya mencapai 1.240 ton, sehingga terdapat potensi defisit 905 ton daging.
Ketiga, daerah netral. Sebagai misal, Kabupaten Malang berpotensi menghasilkan 1.210 ton daging, tapi kebutuhan mustahiknya mencapai 1.157 ton, nyaris setara.
Dengan demikian, terdapat potensi mismatch yang besar dalam penyaluran daging kurban jika tidak dilakukan rekayasa sosial.
Kami mengidentifikasi sejumlah daerah prioritas intervensi gizi protein hewani melalui kurban, yaitu daerah dengan konsumsi daging yang sangat rendah, mendekati nol, dan dengan jumlah mustahik yang besar.
Daerah prioritas intervensi gizi melalui kurban ini pada 2022 didominasi oleh daerah luar Jawa dengan karakteristik umum adalah daerah tertinggal dan terisolir seperti Kabupaten Majene, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Namun terdapat beberapa daerah di Jawa yang masuk dalam kategori daerah prioritas intervensi gizi melalui kurban ini seperti Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Pandeglang.
Dari simulasi kami, daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah metropolitan Jawa, seperti Jakarta (7.556 ton) serta Bandung Raya, yaitu Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Sumedang (5.598 ton).
Daerah surplus kurban terbesar lainnya adalah Bekasi (3.820 ton), Bogor dan Depok (3.298 ton), Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul (2.924 ton), Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (2.045 ton), Kota Semarang (1.763 ton), serta Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo (1.131 ton).
Adapun daerah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah perdesaan Jawa, antara lain kawasan utara Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Pekalongan (-2.363 ton), kawasan utara Jawa Timur, yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan (-2.188 ton), kawasan timur Jawa Timur, yaitu Kabupaten Jember, Bondowoso, dan Probolinggo (-2.070 ton), kawasan utara Jawa Barat yaitu Kabupaten Karawang, Indramayu, Majalengka, dan Kabupaten Cirebon (-1.908 ton), Kabupaten Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, dan Bojonegoro (-1.658 ton), Kabupaten Banyumas, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara (-1.607 ton), Kabupaten Grobogan. Blora, Pati, Jepara, dan Demak (-1.381 ton), serta wilayah selatan Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cianjur dan Garut (-1.231 ton).
Kemiskinan Jawa yang sangat masif menuntut kemampuan identifikasi mustahik yang sempurna bagi pengelola hewan kurban. Sedangkan kemiskinan luar Jawa menuntut kemampuan membuka akses keterpencilan dan keterisolasian yang kuat.
Dengan demikian, ketepatan pendistribusian kurban kepada sasaran yang paling berhak menjadi krusial dan menjadi salah satu indikator terpenting pelaksanaan kurban. Jika dapat dilakukan perfect targeting kepada kelompok masyarakat yang paling berhak dengan diiringi pembedaan jumlah daging kurban sesuai kebutuhan mustahik, maka kemanfaatan daging kurban akan menjadi optimal.
Tantangan pengelolaan kurban Indonesia adalah secara umum pelaksanaannya terdesentralisasi di ribuan panitia kurban lokal temporer yang tersebar di seluruh negeri, berbasis masjid, mushala, pesantren, hingga lembaga pendidikan dan perusahaan.
Padahal potensi kurban terdistribusi secara amat tidak merata, yang mencerminkan kesenjangan pendapatan antarwilayah yang akut di Indonesia.
Untuk intervensi daging bagi kelompok termiskin, maka dibutuhkan reformasi kurban. Program tebar hewan kurban dari daerah surplus ke daerah minus daging kurban adalah tepat dan penting untuk distribusi kurban yang tepat sasaran dan signifikan untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan si miskin.
Mengambil kasus program tebar hewan kurban dari LAZ Dompet Dhuafa (THK-DD), rekayasa sosial terbukti mampu meningkatkan kemanfaatan kurban secara signifikan. Pada 2023, dari ribuan titik distribusi program THK-DD di penjuru negeri, kami menemukan bahwa daerah distribusi secara umum adalah daerah dengan rerata konsumsi daging yang sangat rendah, bahkan mendekati nol.
Dengan demikian, program tebar hewan kurban adalah tepat sasaran dan efektif meningkatkan konsumsi daging mustahik. Sebagai misal, di Jawa, daerah distribusi kurban program THK-DD terentang dari Kabupaten Ngawi dengan rerata konsumsi daging 0,025 kg per kapita per tahun hingga Kabupaten Gunung Kidul (0,205 kg/kapita/tahun).
Sedangkan di luar Jawa, daerah distribusi program THK-DD terentang dari Kabupaten Seram Bagian Barat dengan rerata konsumsi daging hanya 0,007 kg per kapita per tahun hingga Kabupaten Kubu Raya (0,203 kg per kapita per tahun).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Legasi Monumental Islam di Asia Tengah
Kunya-Urgench dahulu merupakan pusat Dinasti Khwarizmi yang pernah berjaya di Asia tengah.
SELENGKAPNYADari Probolinggo Membela Bangsa dan Negara
KH Hasan Genggong mengizinkan gerilyawan pejuang untuk menyimpan senjata di dalam pesantrennya.
SELENGKAPNYAMenunjuk Pejabat karena Hubungan Keluarga, Bolehkah?
Rasulullah pernah disindir melakukan nepotisme.
SELENGKAPNYA