Para menteri luar negeri BRICS bersama para pejabat negara undangan lainnya berfoto pada hari terakhir pertemuan Menlu BRICS, di Cape Town, Afrika Selatan, Jumat (2/6/2023). | EPA-EFE/HALDEN KROG

Internasional

BRICS Bersiap Luaskan Keanggotaan

Menlu Retno mengajak BRICS untuk memperjuangkan hak pembangunan setiap negara.

CAPE TOWN -- Pejabat senior dari lebih dari selusin negara sedang dalam pembicaraan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan blok BRICS. Kelompok yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan itu sedang mempertimbangkan untuk memperluas keanggotaannya dan semakin banyak negara yang menyatakan minat untuk bergabung.

Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuba, Republik Demokratik Kongo, Komoro, Gabon, dan Kazakhstan semua mengirim perwakilan ke Cape Town untuk kegiatan "Friends of BRICS" pada Jumat (2/6/2023). Mesir, Argentina, Bangladesh, Guinea-Bissau, dan Indonesia berpartisipasi secara virtual.

Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya ingin bergabung dengan blok tersebut. Teheran berharap mekanisme keanggotaan baru akan diputuskan secepatnya.

Cina mengatakan tahun lalu, ingin blok tersebut memulai proses untuk menerima anggota baru. Sedangkan anggota lain di aliansi tersebut telah menunjuk ke negara-negara yang dinilai bisa bergabung.

Tapi, para pejabat mengatakan, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan dan tampaknya sadar akan kebutuhan untuk melanjutkannya dengan hati-hati. Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar mengatakan pembicaraan hari Kamis telah mencakup pertimbangan tentang prinsip-prinsip panduan, standar, kriteria dan prosedur seperti apa bentuk blok BRICS yang diperluas.

"Ini masih dalam proses pengerjaan," kata Jaishankar pada Kamis (1/6/2023).

Pernah dipandang sebagai asosiasi longgar dari negara berkembang yang berbeda, BRICS dalam beberapa tahun terakhir mengambil bentuk yang lebih konkret. Dalam sambutan membuka diskusi, Menteri Luar Negeri tuan rumah Afrika Selatan Naledi Pandor berbicara tentang blok tersebut sebagai juara dunia berkembang.

Negara-negara berkembang dinilai telah ditinggalkan oleh negara-negara kaya dan lembaga global selama pandemi Covid-19. "Dunia goyah dalam kerja sama. Negara-negara maju tidak pernah memenuhi komitmen mereka terhadap negara berkembang dan berusaha mengalihkan semua tanggung jawab ke Selatan global," kata Pandor.

photo
Menteri Luar Negeri Brazil Mauro Vieira (kiri depan); Menteri Hubungan Internasional dan Kerjasama Afrika Selatan, Naledi Pandor (Tengah) dan Menteri Luar Negeri India Dr Subrahmanyam Jaishankar (kanan) menunggu tamu dari Cina dan Rusia untuk bergabung dengan mereka foto bersama para pejabat lainnya pada hari terakhir pertemuan Menlu BRICS, di Cape Town, Afrika Selatan, 02 Juni 2023. - ( EPA-EFE/HALDEN KROG)

Pandor mengatakan, para menteri luar negeri bertujuan untuk menyelesaikan pekerjaan pada kerangka kerja untuk menerima anggota baru. Agenda ini didorong agar selesai sebelum para pemimpin BRICS bertemu pada pertemuan puncak di Johannesburg pada Agustus.

Persiapan untuk pertemuan puncak itu berjalan di bawah kontroversi kemungkinan kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin telah menjadi sasaran surat perintah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Sebagai anggota ICC, Afrika Selatan akan menghadapi tekanan untuk menangkap Putin jika dia melakukan perjalanan ke negara tersebut.

Para menteri luar negeri dari negara-negara BRICS bertemu di Afrika Selatan sejak Kamis (1/6/2023). Para menlu dari lima negara ini berusaha untuk memperkuat posisi mereka sebagai penyeimbang dari dominasi geopolitik Barat, setelah invasi Rusia ke Ukraina. Pembicaraan ini merupakan pendahuluan dari pertemuan puncak di Johannesburg pada bulan Agustus yang akan datang.

Multilateralisme

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi mengajak negara-negara anggota BRICS untuk memperjuangkan hak pembangunan setiap negara dan memperkuat multilateralisme. Fokus ini mempertimbangkan kondisi dunia saat ini yang semakin terbelah ke dalam blok-blok yang saling berlawanan.

photo
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi. - (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Menurut Retno, tatanan dunia yang berdasarkan peraturan kehilangan makna karena setiap negara mengejar kepentingan pribadi masing-masing. Kerja sama internasional gagal mengatasi tantangan-tantangan global dan kepercayaan terhadap efektivitas multilateralisme makin surut.

“Jika tren ini terus berlanjut, negara berkembang yang akan paling dirugikan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki tatanan global yang tidak sehat ini. Dan BRICS berpotensi menjadi kekuatan yang positif untuk itu,” kata Retno kepada para anggota BRICS melalui tautan video.

Retno menyampaikan dua hal yang perlu didorong oleh BRICS. Dia menegaskan dalam memperjuangkan hak pembangunan setiap negara. “Kita semua ingin memberikan kesejahteraan bagi rakyat dan menjadi negara maju. Tapi kita tidak dapat melakukannya jika hak atas pembangunan terus dilanggar,” ujarnya.

Sejarah mencatat negara berkembang banyak mengalami ketidakadilan ekonomi. Negara-negara Global South berhak untuk menjadi bagian dari rantai pasok global dan bebas dari diskriminasi perdagangan dan perangkap utang. “Saya harap BRICS dapat ikut mendukung upaya ini dan tidak menjadi bagian dari ketidakadilan ekonomi,” kata Retno.

photo
Kepala Negara BRICS berpose untuk foto pada KTT para pemimpin BRICS ke-11 di Istana Itamaraty di Brasilia, Brasil, 14 November 2019. - (EPA-EFE/PAVEL GOLOVKIN/POOL)

Kemudian, Retno menegaskan perlunya memperkuat multilateralisme. Multilateralisme pun harus inklusif dan sesuai dengan tujuan agar berjalan efektif. “Reformasi tersebut harus mempertimbangkan suara dan kepentingan negara-negara berkembang. BRICS dapat menjadi katalis untuk reformasi ini,” kata Retno.

Retno menyerukan, multilateralisme hanya dapat berkembang jika semua pihak menghormati hukum internasional secara konsisten tanpa standar ganda sebagai fondasi tatanan global. “Mari bekerja bersama untuk membangun masa depan dunia yang lebih cerah,” ujarnya.

Palestina di Tubir Bencana Kemanusiaan

Lembaga-lembaga bantuan di Palestina mengalami krisis pendanaan.

SELENGKAPNYA

Azan Terakhir

Bilal bin Rabah mengumandangkan azan shalat Subuh dari atas rumah Sahl, wanita bani Najjar.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya